Teror Perasaan

34 4 0
                                    

Hari kedua sekolah, Ryma masih merasakan kegelisahannya karena merasa bersalah dengan Fabian. Sudah hampir masuk jam pertama namun Fabian tak kunjung tiba di kelas. Tiba-tiba Ghea memegang kedua sisi pundak Ryma dari belakang.

"Hey... lo anak baru ya di sini? Kenalin gue Irene Ghea Adryani, panggil aja Ghea" tangan Ghea menjemput tangan Ryma untuk saling berjabat tangan.

"Jadi lo yang duduk di sini? Di sebelah gue? Namanya cantik ya kayak orangnya. Nama gue Aurellia Ryma Maharani, panggilannya Ryma" senyum Ryma memuji kagum Ghea yang juga memiliki paras cantik.

"Bisa aja lo, Rym" tawa Ghea.

"Ih serius Ghe beneran" ucap Ryma meyakinkan Ghea.

"Thanks deh kalau gitu" Ghea tersenyum malu.

"By the way, lo emang duduknya sendiri ya?" tanya Ryma heran mengapa wanita secantik Ghea bisa saja tidak mempunyai teman sebangku.

"Bukan gitu Rym, kebetulan gue juga anak baru di sini. Baru satu minggu gue di sini, eh kebetulan juga ada anak baru lagi dan jadi teman sebangku gue" tawa bahagia Ghea membuat Ryma ikut bahagia.

"Beruntung ya haha. Eh lo tau Fabian kemana nggak? Dari tadi gue nungguin dia" pikiran Ryma langsung menuju Fabian yang membuatnya seketika menanyakan kehadiran Fabian pada Ghea.

"Oh dia. Denger-denger sih minggu lalu katanya hari ini dia ikut workshop di ruang mana itu gue lupa" Ghea sedikit lupa dengan informasi itu.

"Yaudah thanks Ghe. Eh ada Bu Rhena..."

"Selamat pagi..." salam Bu Rhena.

"Selamat pagi..." jawab serentak murid satu kelas yang sedang bersemangat.

Ryma masih saja memikirkan kejadian itu, kejadian yang membuatnya tersiksa akan perasaan kecewa yang menerornya. Mungkin dia akan merasa tenang dan lega setelah bertemu dan meminta maaf kepada Fabian.

***

I'm gonna swing from the chandelier, from the chandelier...
I'm gonna live like tommorrow doesn't exist, like a doesn't exist...

Belum ada satu minggu Ryma bersekolah di sini tapi dirinya sudah diikutkan lomba menyanyi bersama Johan oleh gurunya. Suara Ryma memang sangat indah, itu sudah menjadi bakatnya sejak kecil. Rasa kagum semakin menguasai hati Johan kepada Ryma, apalagi akhir-akhir ini mereka sering berinteraksi karena latihannya untuk lomba itu.

Satu lagu telah selesai, mungkin kurang sedikit bumbu penyedap lagi untuk suaranya itu. Tepuk tangan para anggota ekstrakulikuler musik menyoraki penampilan mereka. Memang benar, keduanya sangat klop, suara indah Ryma ditambah petikan gitar Johan yang bisa dikatakan expert.

"Sst.. makan dulu yuk" bisik Johan.

"Yaudah buruan yuk" bisik Ryma yang diikuti senyum manisnya pada Johan. Keduanya beranjak dari kursi yang didudukinya.

Lanjut.. lanjut.. lanjut..

Sorak penonton yang berada di dalam studio menginginkan mereka untuk melanjutkan penampilannya. Johan segera mendekati microphone yang baru saja dipakai Ryma.

"Bentar ya, mau makan dulu sama bidadari gue" gombal Johan dengan senyum dan lirikan mata ke arah Ryma.

"Ahh lo bisa aja. Udah yuk buruan" Ryma segera menuju pintu keluar studio diikuti Johan di belakangnya.

Ryma mengedarkan pandangannya lebih luas ke arah kantin, mencari sosok Fabian yang dari tadi pagi dirinya juga sudah meninggalkan kelas entah kemana. Perasaan menyesal kembali menghantui hati Ryma sesaat setelah dirinya keluar dari studio musik tadi, dia ingin meminta maaf pada Fabian soal kemarin. Bahkan dia berharap agar Fabian kembali mengajak Ryma pulang bersama lagi.

Will Not ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang