Pelangi di Balik Gedung

19 3 0
                                    

Sore ini aku memutuskan untuk pergi ke sebuah kedai kopi yang tak jauh dari rumahku. Aku mengenakan sweater putih dengan celana leging hitam panjang milikku, gerimis sore memang menjadi suasana favoritku.

Ku pakai payung putih, bersembunyi dari rintik air hujan. Terlihat setangkai bunga mawar yang tumbuh di halaman kedai kopi itu, aku teringat pada kejadian pilu itu. Aku kembali melanjutkan langkahku, memasuki kedai ini, mencari kursi yang jauh dari keramaian. Aku melihatnya, segera aku duduk di kursi yang masih menunggu pelanggan itu.

"Mau pesan apa mbak?" seorang pelayan menghampiriku.

"Yang ini aja mas" aku mengarahkan telunjukku pada buku menu yang berada di hadapanku.

Sampai kapan pikiranku melayang tanpa arah seperti ini? Kembali terlintas di benak, lagi-lagi masalah itu, Fabian. Tak lama pelayan tadi terlihat keluar dari dapur kedai ini membawa pesananku.

"Ini mbak, pesanannya" pelayan tadi menyajikan kopi dan makanan padaku.

Aku hanya tersenyum.

Tegukan pertama ini mulai membuatku bisa melupakan masalah itu.

Fabian's POV

Kenapa tiba-tiba aku kangen dengan Ryma? Mungkin karena tadi jarang sekali aku ngobrol dengannya. Bagaimana jika aku mengajaknya keluar sore ini? Aku ingin mengajaknya jalan-jalan di kota tua favoritku. Segera aku menghubungi Ryma.

"Halo Bi" dengan cepat Ryma mengangkat telefonku.

"Rym, jalan-jalan yuk? Lo dimana sekarang?" ajakku pada Ryma.

"Seriusan? Ini gue lagi di kedai kopi deket rumah gue. Lo sini aja" Ucap Ryma.

"Yaudah gue otw" aku mematikan telefon tanpa menunggu jawaban selanjutnya dari Ryma.

Aku memilih baju yang paling bagus menurutku karena sebentar lagi aku akan bertemu dengan Ryma. Ku ambil kunci motor yang aku taruh di atas bantal, bergegas aku menuju garasi untuk mengambil motor.

Di tengah perjalan aku berfikir, mungkin ini jalan keluar untukku agar aku bisa bebas dari kesedihan di hatiku. Aku harus melupakannya, ini saatnya bersenang-senang.

Sampai sudah aku di depan kedai, terlihat kepala Ryma yang mengintipku dari balik jendela kedai. Dia segera menuju kasir untuk membayar.

"Bi, mau kemana kita?" Sudah lama aku tidak melihat senyum Ryma yang seindah ini, walaupun itu hanya beberapa hari.

"Udah yuk naik, mumpung udah gak gerimis" aku nyalakan motor tuaku, ku tarik gas beriringan dengan sebelah tangan yang melepas kopling.

Tanpa ada sepatah kata pun terdengar di antara kami, mungkin Ryma masih kecewa karena aku, entah mengapa. Begitupun aku masih merasa sedikit kecewa dengannya.

Sampailah kami di sebuah kedai es krim di sebuah komplek bangunan tua. Dari pertama aku tinggal di kota ini, aku langsung jatu cinta dengan tempat ini. Aku sangat mencintai tempat klasik, barang klasik, apapun yang bertema vintage.

"Gila Bi! ini tempat gue suka banget" Ryma terpana melihat keindahan tempat ini.

"Selera kita sama Rym" aku ikut melihat apa yang Ryma lihat.

"Bi, lihat! Ada pelangi di balik gedung tua itu!" Ryma menunjuk ke arah gedung tua depan kami.

"Iya gue lihat. Pas banget ya, langit pun ikut bahagia melihat kita yang sedang bahagia" aku menengok ke arah wajah Ryma.

Ryma pun ikut menatapku. "Iya Bi, gue gak nyangka bakal sebahagia ini sama lo".

"Jangan dikacangin dong es nya. Es nya cemburu tuh liat lo yang terpana karena munculnya pelangi di tempat ini" ucapku.

"Gue pingin banget, andai saja nanti gue punya rumah di tempat ini bersama suami dan anak-anak gue. Gue tau itu masih lama, tapi itu impian gue" Ryma masih saja menatap pelangi dan sekitar tempat ini.

Tak terasa langit kian memerah tanda hari semakin malam. Aku memutuskan untuk pergi dari tempat ini.

"Ayok pulang" ajakku pada Ryma.

"Gak mau Bi, gue masih betah di sini. Salah siapa lo ngajak gue ke sini" Ryma memanyunkan bibirnya.

"Yaudah 5 menit lagi deh" aku kembali duduk di kursi tempatku duduk semula.

"Setengah jam" sahut Ryma cepat.

"Besok-besok lagi kan bisa, Ryma" ku cubit pipinya.

"Yaudah deh 5 menit lagi" Ryma mengangkat ujung bibirnya sebelah.

"Lo udah bahagia kan? Sekarang lo gak usah sedih-sedih lagi, nanti kurus lho" sekarang giliran hidung Ryma yang menjadi sasaran cubitanku.

"Iya iya Bi. Siapa juga yang sedih" Ejek Ryma sembari mengulurkan lidah.

"Bagusdeh kalau begitu. Udah 5 menit nih. Pulang yuk" aku beranjak dari tempat dudukku.

"Yaudah iya" Ryma ikut beranjak. Aku senang melihat dirinya saat memanyunkan bibirnya, dia nampak cantik bila seperti itu.

Kami menuju kasir untuk membayar.

***

Malam ini berbeda dengan beberapa malam sebelumnya. Aku bisa tersenyum, begitupun langit yang ikut bahagia melihatku seperti ini. Wajah cantik Ryma terbayang saat aku melihat bintang-bintang yang sangat menawan. Dinginnya angin tidak bisa membuatku berhenti untuk membayangkan wajah cantiknya.

Aku tidak peduli ada hubungan apa Ryma dengan Johan, aku hanya ingin membuatnya bahagia dengan caraku.
Kaulah alasanku untuk bersedih sekaligus bahagia. Kau yang sempat menggoreskan luka di hatiku, kau juga yang mengobati itu walaupun masih ada sedikit luka yang membekas.

Malam ini menjadi saksi kebahagiaanku dengannya. Dan aku yakin ribuan bintang juga akan bersaksi bahwa merekalah yang pernah menjadi saksi bisu akan kebahagiaanku.

Sedikit tulisan di buku diaryku menjadi penyempurna kebahagiaanku malam ini.

Ryma's POV

Tadi bukan mimpi kan? Tuhan, seandainya itu mimpi tolong jangan biarkan aku untuk bangun, selamanya, aku tidak ingin merasakan pilunya kerinduan akan kenangan sore tadi.

Sungguh aku tak menyangka akan ini. Ini benar-benar di luar dugaan, Fabian datang kemudian membuatku bahagia setelah dia membuatku meneteskan air mata.

Ingin sekali itu terjadi setiap hari, aku tidak akan bosan untuk itu. Andai suatu saat nanti jodohku adalah Fabian, aku ingin sekali punya rumah di kota tua itu, mengarungi bahtera rumah tangga bersamanya di tempat favorit kami. Aku tahu itu sangat berlebihan, tapi semua itu murni dari keiinginan lubuk hati terdalamku. Aku benar-benar mencintainya. Semoga perasaan ini masih tetap akan sama.

Will Not ReturnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang