10. Flash Back : Satu Jam Setelahnya

13.9K 536 20
                                    

Jam menunjukkan pukul 01.30 saat seseorang mencium bau amis darah yang pekat. Langkahnya perlahan memasuki kamar. Bau amis darah semakin tercium tajam. Darah pun berceceran dimana-mana. Ia terus melangkah mencari sumber darah dengan berusaha tidak menginjak cairan merah pekat itu.

Aku tidak boleh meninggalkan jejak di rumah ini. Jangan sampai terlibat serta merusak karier yang sudah dibangunnya dengan peluh dan air mata darah.

Ada rasa kecewa saat menatap Arya yang telah menjadi mayat itu. Padahal ia bersusah payah merubah diri, mengoperasi selaput dara dan membuat identitas palsu. Usahanya sia-sia bila Arya sudah tak bernyawa.

Semudah itu Arya pergi tanpa merasakan siksaan dunia. Ini tidak adil. Harusnya Arya menderita dibalik jeruji besi. Kematiannya terlalu cepat. Sangat disayangkan.

Ia segera bersembunyi saat seseorang masuk kamar.

"Darah?! Tuan, Tuan dimana?" Suara Ratih terdengar panik. "Astaga, apa yang Tuan lakukan dibawah dengan telanjang begitu?"

"Ayo bangun pakai baju. Tak malu apa burung tuan tegak begitu." Ratih mendekat. "Burung Tuan sebaiknya saya simpan dulu ya. Kasian berdiri terus." Ratih pun memotongnya dengan begitu mudahnya, tanpa dosa, tanpa takut dan tanpa ekspresi.

"Nah ini saya simpan ya agar tidak nakal lagi. Ini burung harus dihukum! Mainnya jebol sana jebol sini. Kasian kan anak perawan orang." Ia tersenyum senang seperti mendapat mainan baru.

Kelamin yang terpotong itu ia pegang dan diamati dengan seksama. Mungkin harus di siram air raksa agar tidak membusuk. Tapi terlebih dahulu harus dicuci bersih dengan air. Karena ini benda pusaka harus diperlakukan istimewa sebelum diawetkan.

Ratih tersenyum sendiri bergulat dengan pikirannya. Kemudian dengan cemberut ditatap lagi tuannya.

"Ratih kotor, Ratih mandi dulu ya? Baru nanti Ratih mandiin tuan." Lantas pisau itu asal ia lempar keluar jendela.

Pintu kamar pun tertutup.

"Pembantunya juga psyco!" Ujar seseorang yang bersembunyi itu. Ia hampir mual atas apa yang baru saja ia lihat.

Ia harus bergegas sebelum pembantu Arya kembali. Jangan sampai ia terlihat. Pembantu itu tak akan mengenalinya tetapi ia tak mau beresiko kepergok.

Tanpa buang waktu ia membuka laci nakas samping ranjang. Mencari buku yang menjadi tujuannya nekat memasuki rumah Arya. Ternyata mudah menemukan buku saku itu.

Perlahan ia buka dan membuka lembar demi lembar. Dan tersenyum sinis saat namanya tercantum pada lembar ke lima. Ternyata ingatannya benar. Saat enam tahun yang lalu Arya berhasil merenggut keperawanannya ia sempat melihat Arya menulis sambil mengguman namanya.

Ia baru menyobek separuh halaman ketika teringat sesuatu lantas ia mengambil pena yang ada di laci itu mencoret namanya hingga tak berjejak lantas disobek halaman itu dan dimasukannya sobekan nama yang berubah menjadi coretan hitam itu.

Beres.

Aman.

Sekarang apapun yang terjadi pada mayat itu, ia tak akan dikait-kaitkan. Tak ada bukti keberadaan dirinya di masalalu Arya. Kini ia bersih dari sejarah kelamnya.

Dan pembantu itu? Heem ia tak peduli.

Lewat jendela perempuan bertudung jaket itu melompat keluar dengan gerakan gesit tanpa suara. kemudian menghilang memeluk kegelapan malam.

Tapi ia melupakan satu hal. Darah perawannya turut menodai sebuah seprei putih yang kini tertanam bersama underwear tiga belas korban dan helaian rambut termasuk milik dirinya.

Bukti itu terkubur tersamarkan dibawah pohon mangga...

* * *

Duuuh rasanya ini cerita maksain banget. Belum ada fill yg tepat.
Tapi emang dari awal ini cerita maju mundur cantik. #plaaak digampar Arya again.
Maaf yaa ceritanya singkat.

Silent readers its ok.
Makasih yang udah tinggalkan jejak.

Darah Perawan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang