4. The Day

23.6K 672 13
                                    

Warning!!!
Ada adegan yang tak pantas dibaca anak dibawah umur.
Yang merasa harap keluar lapak.

Siapkan kipas dan juga jangan terlalu serius bacanya ya... barangkali horni.
Bagi yang sekedar singgah, ditunggu follow nya jika berminat.
Yang udah vomment makasiiiih... muuuach.

Kebanyakan cuap-cuap nih author. Yuk cekidot...

Arya menulis kembali di buku hitamnya.

13. Arletta Raishani Brata

Dengan puas dibuka kembali lembar-lembar sebelumnya. Dibelainnya satu per satu urutan goresan tintanya sambil mengenang setiap moment terindahnya saat darah-darah perawan menodai seprei putihnya.

Ahhh ini candu. Rasanya sulit untuk berhenti. Bagaimana jika dilanjut sampai angka 17?

Ya... mengapa tidak? Lebih banyak lebih bagus hasilnya.

Lantas Arya pun menulis angka setelah 13. Sesuatu yang tak pernah ia lakukan sebelumnya. Biasanya ia menulis setelah menaklukan perawan.

Biarlah, ini sebagai pengingat bahwa aku harus terus lanjut.

Ia kembali ke ranjang dimana gadis yang telah ia gagahi sedang tertidur pulas.

Arya membelai tubuh telanjang itu. Teringat pergumulan beberapa jam yang lalu. Gadis yang satu ini berbeda. Ia tidak melawan justru dengan suka rela menyambutnya. Berbeda dengan Meli yang awalnya takluk tapi melawan saat ia bertindak terlalu jauh.

Dikecupnya punggung gadis yang tidur tengkurap itu, sambil terus membelai ke bawah.

Gadis ini... membuatku tak dapat berfikir jernih. Atau kuakhiri saja dan menjadikan Arleta partner permanent? Heeem fikiran ini membuatku semakin bergairah.

Arya membalikan tubuh Arletta, mengecup bibir itu. Bertekad membangunkannya. Ia benci jika lawan bercintanya dalam keadaan pingsan atau tertidur.

Dimana menariknya coba? Jika tak ada reaksi dari pasangan bercintanya.

Arya terus mengecup dengan tangan kanan membelai payudara ranumnya sementara tangan kiri menyingkap belahan pahanya. Dan telunjuknya menyelip masuk pada kelembaban surga itu.

"Aaahhhh." Arletta terbangun saat sesuatu menusuk-nusuk kewanitaannya. Matanya terbuka menatap sayu pria disampingnya.

"Suka?"

"Yaaa...enaaaaak."

"Masih sakit?" Arya menambah satu jari lagi membuat arletta menggelinjang kenikmatan.

"Tid...ahhhhhh." ia tak sanggup bicara. Arya membuatnya kehilangan kata-kata. Ia hanya bisa mengerang dan terus mengerang kenikmatan.

"Mau ku ganti dengan sesuatu yang lebih besar dan panjang?"

Arletta hanya sanggup mengangguk menggigit bibirnya. Ia tak bisa fokus pada pertanyaan Arya, karena menikmati apa yang pria itu lakukan terhadap tubuhnya.

"Bukan anggukan sayang, katakan dengan benar." Arya melambatkan tusukan jarinya.

Arletta menelan ludah, "aku.. i-ingiiiin penismu mengoyak lagi vaginaku."

Arya tersenyum bergairah. Ia suka kata-kata vulgar itu, membuat kejantanannya semakin mengeras meminta perhatian.

Arya mengganti jarinya dengan benda pusakanya. Berkat jarinya, kewanitaan Arletta becek memudahkannya menyelinap masuk. Tapi tetap saja begitu rapat mencengkram walau kewanitaannya licin.

"Agh!" Dan Arletta masih merasakan ada nyeri, bekas luka robeknya selaput dara masih membekas. Entah karena lubangnya yang terlalu kecil atau milik Arya yang terlalu besar, ada rasa tak nyaman dan mengganjal relung kewanitaannya.

"Lama-lama kau akan terbiasa sayang. Fokus nikmati tusukanku." Arya terus menggentak-hentak pelan rudalnya, sesekali bergoyang.

Kewanitaan Arletta semakin becek dan ia mulai menikmati permainan Arya. Secara alami pinggulnya ikut bergoyang mengikuti hentakan Arya.

Peluh membanjiri tubuh keduanya. Desahan semakin kencang terdengar.

Walau terbiasa bercinta dengan kewanitaan rapet, Arya masih tak bisa bertahan lama. Ia terpaksa melepaskan kenikmatan itu.

Arletta mendesah protes.

"Tenang sayang, permainan belum berakhir. Ayo naik keatas tubuhku."

Arletta menurut, menaiki tubuh Arya namun kesulitan saat ia merenggangkan tubuhnya memasukan benda besar panjang yang mengacung tegak itu. Perlahan ia turunkan tubuhnya agar milik Arya sepenuhnya tenggelam dalam jepitan kenikmatannya.

Keduanya mendesah nikmat saat Arletta mulai bergoyang. Arletta terus bergoyang tanpa henti, posisinya itu membuat kewanitaanya begitu penuh. Sementara Arya bergerak berlawanan, menghentak-hentak keras bagian tubuh bawahnya hingga Arletta terlempar keatas dan ketika kembali turun menumbuk kejantanan Arya, ia begitu kenikmatan.

"Aaaaghhhhhh... ah! ah! Ah! Aaaaggghhhh!" Arletta menggelinjang terguncang ketika klimaksnya hampir datang.

Arya tersenyum penuh kemenangan. Menghentak-hentak pelan kemudian menghentak keras.

Arletta meremas bahu Arya, simbol bahwa dirinya tak bisa bertahan lebih lama. Maka Arya pun membalikan tubuh mereka hingga ia di atas Arletta.

"Kau siap?"

Arletta hanya bisa mengangguk.

Kemudian Arya menghentak-hentakan pinggulnya dengan cepat dan keras hingga keduanya menjerit jerit kenikmatan.

Dan akhirnya klimaks itu datang bersamaan. Kedua insan itu kelelahan dengan wajah penuh kepuasan. Keduanya berpelukan meresapi apa yang baru saja terjadi.

Sementara itu di tempat lain. Seorang gadis terbaring di ranjang rumah sakit dengan 2 tabung plastik tergantung diantaranya, yang satu berisi cairan infus dan satunya lagi berisi darah.

Matanya terbuka menatap kosong langit-langit kamar berbau kamper itu. Namun otaknya sibuk dengan bermacam-macam fikiran. Niatnya mengakhiri hidup tidak terlaksana. Tuhan masih belum mengizinkannya.
Ataukah sebaliknya, bukan dirinya yang harus di akhiri tetapi orang lain?

Siapa? Orang itu?

Tentu saja bodoh! Siapa lagi yang berhak mendapatkan hukuman itu?! Pria itu pantas mendapatkannya setelah apa yang dia lakukan.

Fikiran itu membuatnya tertawa lantang. Benar... mengapa tidak sekarang?

To Be Continues...

Darah Perawan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang