8. Delapan Jam Kemudian Part 2

15.5K 569 11
                                    

Haaaai yang baru buka ini story salam kenal, ditunggu follow nya ya. Jika berkenan tinggalkan jejak vomment makasih.
Silent Readers, its ok lah asal jangan plagiat aja ya, saling menghargai antar penulis. Ok ok ok?
Makasiiiiih,

Tak perlu siapkan kipas, ga ada adegan xx nya. Pan Arya nya udah jadi mayat (wkwkk).
Dari awal juga Aryanya udah jadi mayat keleeesss.
Maksudnya Flash Back semasa Arya hidup diudahin.
Yakin?!!! Plaaaak! #digampar Arya again...

Bawel nih author, lets go bacaaaaaaa!!

Perempuan yang ia wawancarai ternyata masih muda. Diperkirakan usianya pertengahan dua puluh dan wajahnya termasuk cantik untuk ukuran pembantu. Menilik pakaiannya, sepertinya wanita yang ada dihadapanya itu bukan hanya sekedar pembantu biasa. Daripada menduga-duga lebih baik ia segera melakukan wawancara.

"Mba bisa saya melakukan wawancara sebentar?"

Wanita itu menggangguk tanpa merubah posisi. Wanita itu agak termenung dengan wajah sembab akibat terlalu banyak menangis.

Letnan Johan menyalakan alat perekamnya. "Nama saya Letnan Johan, yang memimpin penyelidikan khasus pembunuhan Denish Aryanto."

Air mata perempuan itu menggenang teringat pada tuannya.

"Nama mbak siapa?"

"Dewi Ratih, panggil saja Ratih" ujarnya lirih.

Ada jeda sejenak, sepertinya Letnan Johan mengingat sesuatu.

Mungkinkah dia? Nama yang hilang itu?

"Berapa lama Ratih menjadi pembantu korban?"

"Tujuh tahun. Tepatnya mah sepuluh tahun. Tuan Arya mempekerjakan saya yang gadis desa yatim piatu. Orangnya baik pak, saya disekolahkan sampe tamat SMA. Sayapun digaji besar, dikasih pakaian juga. Jadi uang saya utuh bisa buat menyekolahkan adik."

"Apakah Tuan Arya mempunyai musuh?"

"Saya tidak tahu."

"Coba ceritakan apa yang terjadi semalam."

"Tuan Arya seharian bersama temannya. Setelah temannya pulang, Tuan minta saya buatkan kopi dan minta dipijitin juga. Sebelum saya pergi dari kamarnya, Tuan minta jendela dibuka padahal saya sudah menyarankan pake ac saja tapi tidak mau katanya udara pengap. Setelah itu saya ke kamar. Tuan juga berpesan agar dibangunkan jam tujuh pagi. Ma-makanya saya ke kamarnya jam segitu dan melihat..." Ratih tak melanjutkan. Airmatanya kembali mengalir.

"Oh ya," wanita itu menyeka airmatanya. "Saat saya menyeduh kopi, terdengar bel dibunyikan keras-keras tetapi setelah saya lihat tak ada orang lantas pintu saya kunci. Kemudian baru mengantar kopi ke kamar tuan."

"Apakah tadi malam ada orang lain selain kalian berdua ?"

Ratih duduk gelisah, tangannya meremas-remas saputangan bekas menghapus air matanya.

"Jangan ragu katakan, ini penting untuk penyelidikan."

"I-itu, tadi malam pacar saya datang lewat jendela kamar tuan. Ia kekamar saya terus mengambil pisau dan membelah apel."

Letnan Johan menunjukan gambar, "apa pisau ini?"

Ratih mengamati pisau itu kemudian memekik kaget, "tapi itu ada darahnya."

"Sebutkan nama dan ciri-ciri pacarmu itu. "

"Namanya Ismail, dia pekerja di caffe Tuan. Orangnya tinggi kurus, ada tahilalat dipelipis kanannya."

"Alamat rumahnya?"

"Dia orang perantauan dari seberang. Dan biasa tidur d mess belakang caffe yang disediakan untuk karyawan."

Letnan Johan mengcalling anak buahnya untuk bersiap.

"Katakan bukan dia."

"Kita belum tahu, dia akan ditanyai sebagai saksi dan akan dicocokan sidik jari yang ada di pisau dengan sidik jari pacarmu itu. Katakan apa dia punya dendam terhadap bosnya?"

"Setau saya tidak. Dia orang baik, pak."

Letnan Johan berdiri hendak pergi, "satu pertanyaan lagi. Apakah teman Arya yang datang itu perempuan?"

"Iya," jawabnya ragu.

"Apakah namanya Arletta Raishani Brata?"

Ratih tercengah, "bagaimana bapak tahu?"

Letnan Johan hanya tersenyum.

To Be Continues

Darah Perawan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang