9. Dua Belas Jam Kemudian

14.2K 511 1
                                    

Letnan Johan menunggu Dokter Rosa menyelesaikan tugasnya. Perempuan itu telah dikenalnya semenjak sama-sama masih memakai seragam putih abu-abu. Tetapi sampai saat ini ia tak pernah melihat Rosa kencan dengan pria manapun.

"Menunggu lama?" Wanita cantik itu berjalan anggun. Tubuhnya ramping bak model catwalk ditunjang kaki jenjang nan ramping juga. Masa tak ada satupun pria dalam hidupnya?

"Astaga jon! Kau melamun atau menatap menyelidik?" Teguran Rosa menyadarkannya.

Letnan Johan menggeleng. "Lupakan. Bagaimana hasilnya?"

"Korban memiliki luka yang berbeda. Dari hasil sayatannya, luka di leher dihasilkan benda tajam yang panjang sejenis parang. Korban meninggal dengan sekali sabetan. Dan bagian kelaminnya dipotong pisau. Dan ini dilakukan oleh orang berbeda."

Letnan Johan mendengarkan dengan seksama.

"Pria yang kau bawa itu sesuai dengan sidik jari yang ada pada pisau. Dan pria itu positif mengkonsumsi narkoba."

Letnan Johan mengerut kening. "Tersangka tetap pada pendiriannya. Ia tidak pernah menyentuh korban dan tak mempunyai dendam tetapi bukti mengarah padanya."

"Kenapa kita tidak menunggu saja siapa yang diuntungkan dengan kematian korban. Kudengar korban tidak mempunyai keluarga."

"Kecuali pembantunya." Letnan Johan menghela nafas panjang. "Daftar nama itu. Mungkinkah pembunuh satu lagi diantara mereka? Aku sedang mencari keberadaan orang-orang yang ada di daftar itu. Kemungkinan nama kelima adalah pembantunya.
Tetapi mungkin juga keluarga korban."

* * *

Mentok! Nie cerita mogok d jln.
Tapi nie cerita butuh perbaikan.
Mungkin someday jika dapet ilham.
Sementara angkat tangan dulu.

Ini gegara lagi garap projek baru jdnya terbengkalai.

Darah Perawan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang