Keesokan harinya, Kay bangun pukul 06.00, begitu bangun ia mandi dan memakai seragam sekolahnya. Setelah itu ia menyisir rambutnya lalu mengikatnya menjadi satu,k emudian ia memakai sepatu sekolahnya.
Setelah rapih, ia menuruni anak tangga dan berjalan menuju garasi. Kay mengghiraukan Tamara yang menyuruhnya untuk sarapan. Bagaimana mau sarapan, sekarang saja sudah pukul 06.25 padahal masuk sekolah itu pukul 06.30.
Kay mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Ia sering membawa motor ke sekolah, selain karena ia telah bergabung dengan geng motor yang diketuai oleh Gio, ia juga senang mengendarai motor secara ngebut sejak kejadian 'itu'.
Dilain tempat, Livas sedang sarapan di apartemennya. Tiba-tiba ada panggilan masuk kedalam ponsel nya.
"Hallo..Iya ma?" Sapa Livas.
"Sayang, mama mau minta tolong sama kamu. Lusa kan Alea mau ulang tahun, nah bundanya Alea itu lagi sakit, dia dirawat di rumah sakit. Tante Ratna minta kamu untuk melanjutkan persiapan acara ulang tahun Alea. Mama sama papa lagi banyak kerjaan, jadi nggak bisa bantu. Kamu harus mau pokonya."
"Tapi kan ma Livas cowo, mana ngerti coba soal begituan."
"Kamu ajak Kay aja. Dia pasti ngerti ko."
"Tapi—"
"Nggak ada tapi-tapian! Pokonya kamu harus mau! Dahh." mama Livas menutup teleponnya.
"Shit." gumamnya.
Livas beranjak dari meja makan, lalu ia pergi ke sekolah karena sekarang sudah pukul 06.30.
Sesampainya di sekolah,gerbang sudah hampir ditutup. Ada Pak Yanto yang ingin menutup gerbang, namun dengan cepat Livas menekan tombol klakson agar Pak Yanto tidak menutup gerbangnya.
Saat Livas turun dari mobil, tiba-tiba ada seseorang yang membawa motor ninja dengan menggunakan celana jeans hitam serta membawa tas yang berwarna hitam juga, sepertinya Livas mengenali tas tersebut.
Seseorang itu membuka helm nya lalu merapihkan rambutnya yang berantakan.
"Lo bawa motor?" Tanya Livas heran.
"Iya, ada masalah?"
"Nggak sih, gue heran aja..Tapi itu nggak penting juga buat gue. Btw, lo mau ke kelas kan?"
"Nggak, gue mau ke salon. Ya ke kelas lah Livas. Udah ah." ia meninggalkan Livas sendiri.
"E–eh tunggu Kay. Jalan bareng dong, gue mau minta tolong sama lo," pinta Livas.
Kay berhenti dan menunggu Livas menghampirinya, "Minta tolong apaan?" Tanya Kay sambil berjalan di sebelah Livas.
"Lusa sepupu gue kan mau ulang tahun, ibunya lagi sakit dan dirawat di rumah sakit. Dia minta gue buat ngelanjutin persiapan acara ulang tahun itu, berhubung gue cowo dan nggak tau apa-apa juga,vjadi gue mau minta tolong ke lo buat bantuin gue."
"Lah nyokap lo emang nggak bisa?"
"Dia lagi sibuk, banyak kerjaan katanya. Gue juga males sebenernya, tapi gue lebih males lagi kalau harus berurusan sama bokap gue. Please gue mohon,lo mau ya? Ya ya?" pinta Livas dengan wajah yang memelas.
"Hm, iya deh iya gue bantu, mumpung gue lagi baik. Tapi kali-kali jangan pasang muka memelas lagi ya, gue jadi kasian beneran sama lo dah."
"Ishh, gue nggak butuh dikasihani sama lo."
"Oh lo nggak mau gue bantu?hah? Okee ba—"
"E–eh jadi dong, enak aja lo ngebatalin!"
"Udah ah, gue masuk duluan daaaah." Kay melambaikan tangannya.
"Daaaaah."
Entah mengapa Livas merasa ada yang berbeda dari Kay. Kadang Kay memang menyebalkan sama halnya dengan dirinya. Tetapi terkadang Kay juga asik dan baik hati.
Tanpa disadari kedua ujung bibir Livas tertarik keatas membentuk senyum manis, yang membuat semua orang yang berada di sekitarnya menjadi bingung akan dirinya.
Eh, kenapa gue senyum-senyum sendiri ya? Kaya orang gila kan gue. Batin Livas.
"Eh mak curut!!" Livas terkejut saat berbalik badan, karena tepat satu langkah di belakangnya terdapat dua makhluk yang menyebalkan, "Bisa nggak sih lo berdua nggak ngagetin gue? Hayati lelah bang."
"Lo berangkat bareng Kay?" Tanya Faris sinis.
"Nggak, tadi gue ketemu dia di depan," jawab Livas santai.
"Oh," ucap Faris singkat, "Mending lo taro tas dulu dah, gue mau buat pengakuan nih soalnya."
"Hah? Lo mau buat pengakuan apaan? Lo suka sama Livas? Ya Allah nak, sadar dong sadar! Lo mau nembak Livas? Astagfirullah Faris, gue nggak nyangka Ris, suer!" ucap Rizal dengan muka yang sungguh minta ditabok sama sepatu.
"Ngaco lo!" Faris mengusap muka Rizal dengan sekuat tenaga, hingga Rizal jatuh ke lantai, "Gue masih normal gila, emang nya lo!"
"Udah-udah kek bocah TK lo bedua. Di kelas aja dah Ris ngakunya, gue mager kemana-mana," ucap Livas seraya menjulurkan tangannya ke Rizal yang masih duduk di lantai layaknya putri duyung yang terdampar, "Bangun lo! Jijik gue liatnya."
Mereka bertiga pun masuk kedalam kelas. Livas menaruh tas di kursinya, setelah itu ia menghadap belakang karena meja Faris tepat di belakang meja Livas.
"Ada apaan sih Ris? Tumben amat dah," tanya Livas penasaran.
"Sakit tau Ris, kamu mah jahat sama aku!" kata Rizal dengan muka yang memelas seraya mengelus-elus mukanya.
"Jijik sumpah Zal!" Livas menoyor kepala Rizal, "Buruan Ris."
"Jadi, gue itu naksir sam Ras—"
"Eh tungguu! Gue kebelet nih!" Rizal berlari menuju toilet sekolah. Memang dasar selalu saja begitu.
"Ya ampun tuh bocah kebanyakan gaya bet dah," oceh Livas sebal, "Lanjut Ris."
Tiba-tiba bel masuk berbunyi, menandakan waktu belajar telah tiba. Tak lama Bu Avanin, selaku guru Bahasa Indonesia dan juga wali kelas Livas, masuk ke dalam kelas.
"Nggak jadi deh," kata Faris seraya mendorong tubuh Livas agar berbalik badan.
"Dih, yaudin." Livas berbalik badan.
DiktaKA
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me! ✔
Dla nastolatków[TAMAT] "Denger ya, kamu harus tetep sama aku terus, sampai kapan pun. Aku nggak mau kehilangan kamu, aku nggak bisa jauh dari kamu, Kay. Cuman kamu yang bisa bikin aku lebih baik kaya sekarang. Kamu juga yang udah bikin aku seneng. Walau awalnya ak...