2006
Jimin meraih ponselnya. Di sana tertera nama ayahnya. "Yoongi, ku rasa aku tidak bisa belajar bersama mu hari ini. Ayah ku masuk rumah sakit."
Ayahnya Jimin? ayah mertuanya?
"Benarkah? Sakit apa?" Tanya Yoongi panik. Meski Ia tidak bisa mengingat apapun mengenai ayah mertuanya itu.Ia hanya merasa khawatir.
"Kenapa kau histeris begitu?"
Yoongi yang sadar akhirnya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Aku hanya bertanya. Memangnya tidak boleh?" sungut Yoongi.
Jimin tak menghiraukannya, ia mengambil tas yang sempat ia letakkan dekat pintu. Berbalik sesaat menatap Yoongi.
"Min Yoongi." Panggilnya. Yoongi mendongak menatap Jimin.
"Ketika menaiki bus pulang nanti pastikan kau berpengangan yang kuat. Mengerti?"
Dengan senyum yang merekah Yoongi mengangguk. Ia mengacungkan kedua jempolnya. "Tentu saja."
Jimin hendak keluar dari ruang seni. Namun lagi-lagi langkahnya terhenti karena Yoongi memanggilnya.
"Terima kasih Jimin-ah." Jimin hanya mengangguk lalu hilang di balik pintu, Yoongi memegangi jantungnya yang berdebar begitu kencang. Ternyata ia begitu mencintai Jimin. ia masih memandang tempat Jimin menghilang. Bibirnya bergumam pelan seraya tersenyum.
Terima kasih karena sudah memberikan Aku kesempatan kedua untuk membuatmu jatuh cinta.
2016
Hanya suara jarum jam yang memenuhi ruangan tersebut. Sesekali suara sendok yang bertabrakan dengan piring mengiringinya.
Yoongi melirik Jimin yang tampak asik menyantap makan malamnya. Sejak tadi ia tidak berbicara apapun dengan Yoongi. Begitupun Yoongi. Karena itu Yoongi kaget hampir melempar sendoknya ketika Jimin berbicara padanya untuk yang pertama kali.
"Kita masih dalam ikatan pernikahan. Artinya kau masih tanggung jawabku. Di tambah lagi, otakmui tu kosong separuh. Aku tidak mau menanggung akibat jika kau hilang atau di bunuh orang."
Yoongi mengernyit tak suka dengan omongan Jimin. meski begitu ia ada benarnya.
"Jadi aku harus bersamamu kemana pun dan kapan pun?"
Yoongi menatap Jimin datar.
"Kau bisa menghubungiku."
"Aku tidak bisa menghubungimu. Aku tidak memiliki ponsel, dan juga aku tak tahu nomormu."
Jimin menghentikan suapanya. Ia menatap Yoongi sebentar. Kemudian mengangguk, "Tenang saja, akan ku belikan yang baru."
Cih sok sekali sih. Yoongi tahu pastilah uang yang di gunakan Jimin adalah uang perusahaan ayahnya. Ah ngomong-ngomong perusahaan ayahnya, ia jadi teringat sesuatu.
"Park Jimin."
Jimin kembali mengangkat kepalanya, ia masih mengunyah makanan yang terakhir ia suapkan. Ia menunggu Yoongi berbicara.
"Aku ingin minta maaf. Tentang membuat mu khawatir dan perusahaan ayah ku. Aku tidak tahu bagaimana dirimu yang sebenarnya karena aku pun mengingat mu hanya sebatas Park Jimin teman sekolah dulu." Yoongi menggigit bibir bawahnya menunggu reaksi Jimin. Namun pria di hadapannya ini tidak mengeluarkan reaksi apapun. Yoongi membuka mulut hendak melanjutkan.
"Ku rasa memikirkan apapun sekarang tidak lah berguna. Aku ingin kita menjalani ini sebagaimana mestinya. Jika kau bilang kita tidak saling mencintai, bagaimana jika kita saling berteman saja?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia
FanfictionYoongi ingin dirinya amnesia. ia ingin melupakan hal-hal bodoh bersama Park Jimin I wish that I could wake up with amnesia And forget about the stupid little things. Inspirasi drama korea 18 vs 29 MinYoon/YoonMin greyabugrey