[ 2016 ]
"Kami mengalami kesulitan untuk menghubungi keluarga pasien. Untuk itu mohon maaf atas keterlambatan pemberitahuan ini kepada anda.. Hal itu dikarenakan pasien tidak membawa-"
"Dia..."
Seorang petugas dari rumah sakit yang sedang melakukan penjelasan tersebut terpaksa menghentikan penjelasan akibat Jimin yang tiba-tiba bersuara.
"Ya Tuan?" Tanya sang petugas. Ia menatap wajah Jimin yang berada di hadapannya. Pemuda bermarga Park tersebut masih menampakkan wajah datarnya dan terus memandangi sosok Yoongi yang tengah terbaring di sana.
"Dia.. Dia baik-baik saja kan?" Tanya Jimin tanpa menatap petugas tersebut. Sang petugas ikut menolehkan perhatiannya pada objek yang juga diperhatikan oleh Jimin. "Ya. Dia baru saja selesai melewati masa kritis."
Sang petugas memperhatikan Jimin penuh seksama. Perhatiannya jatuh pada telapak tangan Jimin yang nampak bergetar. "Tuan.. Anda baik-baik saja?" Tanyanya cemas.
"Dia.. Akan segera bangun kan?" Kembali Jimin menanyakan kondisi Yoongi dan tak mengindahkan pertanyaan si Petugas padanya.
"Untuk itu.. Kami belum bisa-"
"Dia.. Akan segera bangun kan?" Jimin kembali memotong ucapan si petugas. Kali ini ia menatap wajah si petugas dengan lekat. "Beritahu aku kalau dia baik-baik saja. Kumohon."
Si petugas menatap Jimin dengan penuh rasa iba. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan sosok yang berdiri di hadapannya ini.
"Tuan.. Kami.." Jimin kembali memandangi Yoongi melalui kaca bening di sana. Kalau saja ia sedang sendiri sekarang. Mungkin dirinya sudah jatuh terkulai lemas melihat Yoongi seperti ini.
"Berdoalah pada Tuhan. Hanya Dia yang menjadi sandaran kita untuk saat ini." Petugas tersebut berujar dengan nada pelan. Ia memandangi sebuah amplop besar yang sedari tadi ia pegang. Apa baik kalau dia memberikan amplop ini kepada sosok lelaki yang ada di hadapannya ini? Karena dia tahu betul amplop apa yang berada di tangannya ini. "Ini kami temukan di TKP. Saya rasa anda berhak menyimpannya."
Petugas tersebut menyodorkan amplop besar itu pada Jimin. Pemuda itu mengambilnya dan memandangi benda tersebut dengan ekspresi datar. "Dia.. Membawa ini?" Tanya Jimin. "Ya Tuan.. amplop itu.."
"Aku mengerti.." Ucap Jimin cepat. Ia menyimpan amplop itu dan nampak paham. "Terima kasih atas penjelasannya."
Sang petugas pun nampak paham dan memutuskan untuk pamit pergi karena sosok pria di depannya ini sedang terlihat membutuhkan waktu sendiri. "Baik. Kalau begitu saya mohon pamit." Jimin menundukkan kepalanya sekilas untuk membalas ucapan sang petugas dan setelah itu kembali diam.
Ia melangkah masuk ke dalam ruangan dimana Yoongi berbaring. Matanya menelisik satu persatu alat-alat medis yang terhubung dengan tubuh Yoongi. Kini ia sudah berdiri tegap tepat di sisi kanan ranjang Yoongi. Jimin memandangi sosok tersebut dalam diam. "Ternyata kau benar-benar serius ingin pergi dariku." Ucap Jimin pelan. Lelaki itu duduk di kursi yang tersedia di sana. Untuk pertama kalinya sejak kecelakaan yang menimpa Yoongi pada tahun 2014 silam akhirnya Ia tersenyum.. Walau sarat kepedihan.
"Kau pasti sangat membenciku."
Nafas Jimin mulai terasa berat. Suaranya juga nampak bergetar. Ia membawa amplop besar yang ia pegang tepat di atas telapak tangan Yoongi. "Seseorang berkata.. Amplop ini kau yang membawanya." Tukas Jimin. Ia menatap amplop besar tersebut dan kembali merenung.
"Kalau aku melepasmu.. Apa kau akan bangun?"
Dan akhirnya air mata pun mengalir dari matanya. Jimin menatap Yoongi yang masih terus terpejam di hadapannya. "Silahkan minta apapun dariku. Tapi kumohon.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Amnesia
FanfictionYoongi ingin dirinya amnesia. ia ingin melupakan hal-hal bodoh bersama Park Jimin I wish that I could wake up with amnesia And forget about the stupid little things. Inspirasi drama korea 18 vs 29 MinYoon/YoonMin greyabugrey