Jimin menyesap kopinya sembari mengedarkan pandangannya ke penjuru kedai kopi milik bibinya.
Ia memijat pelipisnya dan melepaskan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya. Ia melihat kearah bibinya yang sangat kuwalahan menghadapi pembeli yang tidak mau mengantri.
"Apa kau sudah lama menunggu, huh?" Jimin mendongakkan kepalanya ketika melihat Taehyung sedang menggendong bayi.
Jimin mengulurkan tangannya untuk mengambil alih bayi itu dari gendongan Taehyung.
"Apa istrimu masih merajuk?" Taehyung mengangguk, "Masih, sampai-sampai mengharuskanku mengurus Taerin seorang diri."
Taehyung menatap Jimin sejenak, "Bagaimana kabar-nya? Aku tidak pernah melihat-nya lagi bersamamu."
Jimin menghela napas, ditatapnya Taehyung sejenak. Pertanyaan yang selalu dihindari oleh Jimin akhirnya ditanyakan juga.
Jimin bingung ingin membalas apa. Telapak tangannya mulai mengeluarkan keringat dingin.
"Jim, kau baik-baik saja?" Jimin mengangguk singkat.
Taehyung menghela napas dengan berat. Ia tidak pernah melihat Jimin semurung ini sebelumnya.
Jujur, Taehyung tidak tahu soal kehidupan Jimin. Jimin selalu menutup diri akhir-akhir ini, dan entah kenapa ia selalu menghindar ketika ke enam sahabatnya menanyakan hal yang sama.
"Aku tahu kau menyembunyikan sesuatu dariku."
Jimin mengecup pipi Taerin dengan gemas dan sesekali terkekeh. Jimin sangat enggan menjawab perkataan Taehyung.
"Jangan mencium Taerin jika kau tidak memberitahu apa masalahmu." Taehyung mengambil alih gendongan Taerin dari Jimin.
Jimin menengadah, "Aku baik-baik saja, mungkin. Tidak ada yang perlu diceritakan."
****
Mobil silver Jimin memasuki area pekarangan rumahnya. Ketika ia membuka pintu, seorang gadis sudah membukanya terlebih dahulu.
Senyum miris dari Jimin diberikan kepada gadis itu. Gadis itu meraba-raba sekitarnya dengan kedua tangannya.
"Jimin, kau kah itu?"
Jimin merengkuh tubuh mungil gadis itu, Park Han Ri. Yang berstatus sebagai istri sahnya.
Inilah mengapa Jimin enggan menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh ke enam sahabatnya. Dan inilah mengapa Jimin tidak pernah mengajak Han Ri keluar walaupun sekedar makan.
Han Ri buta.
Han Ri tidak ingin membuat Jimin malu dihadapan semua teman-temannya. Han Ri hanya ingin Jimin bahagia.
Han Ri juga meminta Jimin agar ia disembunyikan dari semua orang.
Han Ri merasa malu.
Jimin mengecup bibir Han Ri dengan lembut. Lalu, ia membawa tangan Han Ri menuju ke kedua pipinya.
"Aku merindukanmu, sayang."
Han Ri tersenyum lalu mengusap pipi Jimin dengan lembut. Dikecupnya kedua pipi itu, tak lupa juga ia memberi kecupan singkat di sudut bibir Jimin.
"Aku ingin kita keluar besok. Member Bangtan yang lain mengundang kita untuk acara makan malam." Han Ri mengerutkan dahinya.
"Ini saatnya untuk menunjukkan dirimu. Mereka semua mencarimu dan merindukanmu, sayang."
Han Ri menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ditatapnya Jimin dengan sendu, "Aku malu dengan keadaanku yang sekarang. Aku takut untuk bertemu mereka."
Jimin mengecup dahi Han Ri, "Mereka pasti akan memahami keadaanmu. Jangan merasa malu, aku ada disini."
Han ri menyandarkan kepalanya ke dada bidang milik Jimin. Kehangatan menyerbu tubuh Han Ri.
Jimin memang benar, tapi Han Ri sangat malu dengan keadaannya yang sekarang. Bahkan Han Ri pernah mencoba untuk bunuh diri karena keputus-asaannya.
Jimin menangkup kedua pipi Han Ri dengan perasaan sayang. Jimin menghela napas dengan kasar.
"I'm here, baby. I'm here for you. Just Let me be your eyes that always lead you anywhere and anytime. Forever."
-Taehyung's
KAMU SEDANG MEMBACA
BTS ;Oneshoot
FanfictionCaution! This story will make you feel baper. And maybe laper. So get yourself ready.