"Baca itu!" Suruh Quin.
Akupun pergi keluar untuk mendapatkan cahaya yang lebih terang. Aku membukanya dengan terburu buru karena penasaran.
Dan isi terpentingnya:
"Beberapa cara telah ku coba untuk menyelamatkanmu dari kehidupan yang di penuhi kebencian ini. Entahlah, bagaimana caramu hidup kembali dan mengerti semua ini. Aku sangat bersalah, aku ketakutan, aku takut bila harus di kejar kejar rasa pahitmu. Pahitnya ketiadaanmu."
Maksudnya? Apakah Quin mengira ini bukti bahwa ini curahan ketakutan Purnama yang akan di penjara seumur hidup? Atau di hukum mati?
"Jelas?" Quin menepuk pundakku.
"Lu dapet dari mana?" Tanyaku.
"Lu gak ngerti ya, gua juga selidikin si Purnama kali. Gua dapet ini dari tasnya. Sekarang, lu harus cepet cepet cari bukti lain dan bilang sama polisi. Jangan mentang mentang lu pernah sayang sama dia, sampe lu gak mau bertindak yang sebenernya sama orang yang salah," Suruh Quin.
Sebenarnya, firasatku menunjukan bahwa bukanlah Purnama pembunuhnya, tapi dengan cepat aku mengambil keputusan terbaik-ku,
"Oke, gua cari bukti lain. Tapi lu harus tutup mulut sama masalah ini,"
Quin menggerakan kepalanya, berisyarat menantang 'siapa takut'.
•••
Aku berlari menuju basecamp. Mencari beberapa foto Purnama di lokerku yang berisi album tentang Purnama, semuanya.
Aku mengambil foto terjelasnya dan menuju wc belakang.Garis polisi menghalangiku, aku mencari dengan mata jeliku. Siapa tahu ada bukti yang dapat ku tuliskan.
Ku melihat ke setiap sudut sudut bangunan. Berharap semoga ada suatu bukti yang hanya aku temukan, tanpa polisi.Sekilas mata, aku melihat benang berwarna coklat yang tipis menyelip di paku tajam yang menembus pintu kamar mandi.
Mustahil untuk ku pegang, bahkan ku ambil. Jadi aku memotretnya menggunakan kamera polaroidku yang selalu di sediakan di setiap organisasi.Akupun kembali ke basecamp. Meneliti beberapa bukti. Mulai dari ucapan Quin, kertas itu, dan benang yang tersembunyi di balik pintu kamar mandi.
Aku mengetuk ngetuk-kan pensil ke daguku. Berharap ada suatu ide atau logika yang masuk dengan tiga bukti tersebut.
"Sebentar sebentar, kalo ucapan Quin itu bener, siapa tahu aja Purnama lagi asyik asyiknya tepar sampai gak tahu ada penyelundup masuk WC itu. Dan benang ini, Purnamakan pakai jaket biru. Semua teman temannya juga pakai jaket biru itu karena itu jaket couple dari team basketnya. Dan kalo jaket itu di buka, kan Purnama pakai PSAS?" Gumamku panjang.
"Tapi kertas ini? Kok gua jadi bawa perasaan gini ya gara gara kertas ini doang? Ah gua terlalu baper kali ya," Batinku. Aku merasa gede rasa bahwa kertas itu ditunjukan Purnama untukku.
Ah sudahlah, aku harus menyelidiki bukti yang lainnya lagi.
"Kak?" Ketukan pintu tedengar dari luar.
Dengan cepat aku membereskan semua dokumen dokumen yang berserakan di meja yang ada di basecamp terpencil itu.Aku membuka pintu, dan ternyata itu Avril, juniorku yang sedang mencari cariku sedari tadi.
"Eh kak, emm, itu tadi kak Zacky nyariin kakak. Setiap ketua organisasi wajib kumpul di basecamp OSIS,"
Zacky adalah ketua OSIS di sekolah ini. Postur tubuhnya lebih tinggi 7 centimeter dariku. Badannya kecil, dan batang hidungnya tinggi . Namun entahlah, mengapa aku tak suka dengannya. Dia terlalu banyak gaya tapi tidak memberikan solusi pada setiap masalah, ya itu menurutku.
"Semuanya kumpul, cepet!" Teriaknya sambil menempelkan kedua tangan di pipinya sebagai speaker manual.
Aku berlari larian ke basecamp OSIS diikuti Zacky yang mengunci pintu basecamp dengan wajah cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekolah terakhir
RomanceLagi lagi aku mencintaimu di dalam dusta yang berbeda. Dan aku tersanjung dalam cerita roman yang tokohnya hanya kamu. Entahlah, aku melihatmu dalam setiap tahun. Namun sekarang, saat aku menuju ke sekolah impianku, semua terungkap bahwa aku hanyala...