Gagal move on

2.5K 37 0
                                    

Aku berdiri di dalam basecamp baruku yang pengap sekaligus sempit. Jaring laba-laba, kecoa, dan debu debu berpencaran di dalam sini.
Oh iya namaku Flora. Panggil saja aku Flo. Tapi jangan pernah memanggilku dengan sebutan Ra, atau Ora. Karena itu terdengar menyebalkan. Menjijikan tidak, namun aku sebal saja mendengar sebutan itu.

"Kak, itu ada yang manggil," Panggil salah satu juniorku sambil menunjuk ke-arah luar.

Ternyata itu Quinzel, sahabatku yang super bawel. Kita sudah sepakat bahwa akan melanjutkan ke sekolah yang sama. SMA ter-favorit di kotaku.

Quin mengetuk ngetuk pintu kaca menggunakan jari telunjuknya yang cantik.
Akupun melambaikan tanganku sambil tersenyum gembira.

"Flo, Flo, OMG tadi gua liat si Purnama. Dia main basket sama teamnya Kevin, dan dia menang. Cewek cewek langsung pada cari perhatian sama dia. Idih kalo gua mah jijik,"

Akupun terdiam sejenak. Mematung, dan berpikir. Purnama adalah temanku. Bukan teman sih, mungkin lebih. Dia pernah meninggalkanku begitu saja saat aku benar benar mencintainya.

"Ya terus? Kenapa lu bilang sama gua," Aku bersikap jutek dan memutarkan badanku lalu beranjak pergi.

"Eh Flo, Flo, tunggu dulu," Quin menarik-ku.

"Apa lagi sih Quin? gua udah gak ada urusan ah," Aku berbicara dengan nada tinggi.

"Denger dulu Flo," Bujuk Quin.

"Apaan?"

Quin menatapku dan menarikku ke lapangan.

"Itu," Tunjuk Quin kepada seseorang yang sedang mengguyurkan air botol ke badannya. Ternyata itu Purnama.

Angin menyentuhku, meniup niup rambutku. Aku tenggelam lagi, di dalam kebohongannya. Ini terasa video klip, atau sinetron cinta. Namun ini nyata.
Oh god, i can't stop.
Aku menelan ludahku. Berpikir, ini kan jam pelajaran sekolah, tapi kenapa dia main basket kaya gini?

"Woy," Quin menyenggolku.

Aku tersadar, dan meninggalkan lapangan dengan buru buru.

"Eh Flora dan fauna, tunggu gua dong," Teriak Quin dengan keras sambil menarik narik almamaterku.

Aku kaku, dan berjalan cepat ke-arah kantin. Namun Quin tetap menahanku sehingga aku kesulitan bergerak.
Tiba tiba saja, wangi yang khas melintas dari arah samping kiriku. Membuat aku terbuai, dan ingin menggapai wangi itu.
Ternyata itu Purnama yang sedang mengusap-usap lehernya. Beberapa detik, dia menoleh ke-arahku yang memperhatikannya terus.

Dia terus berjalan dengan belasan cewek cewek sok keren yang menjadi body guardnya.

"Aih elu!" Aku memukuli punggung Quin.

"Apa?" Quin heran.

"Si Bulan tuh, ngeliatin gua tadi. Puas lu? Malu gua," Aku kesal sambil menterjemahkan arti nama Purnama.

Sekolah terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang