Pembunuhan

1K 22 0
                                    

Pagi ini di sekolah, siswa siswi berkumpul di depan mading yang cukup besar di depan kantor guru.
Semua terkejut dengan berita baru di mading yang biasanya di acuhkan.

Aku berjalan pelan, melewati mading itu. Mencari tahu, meskipun tak terlihat karena tubuh dari beberapa siswa yang menghalangi patahan kalimat di mading itu.
Tiba tiba saja ada yang menarik-ku. Ternyata itu Quin. Uh, aku kira itu Purnama. Ah sudahlah, hehe.

"Flo, Flo, lu harus tau. Sumpah gua, gua gak bisa nahan tangisan ini lagi. Aryo, anak kelas sebelahlu. Yang pake kacamata itu, tewas Flo. Dia, dia, dia udah bergelantungan di WC belakang. Menurut penyelidikan polisi, Aryo di gantung, bukan gantung diri," Quin menghapus air matanya.

"Astaga," Air mataku mulai menetes membasahi pipiku. Aku mematung, tak berdaya. Aku, sang ketua PKS di sekolah ini, tak bisa menyelesaikan kasus seperti ini. Aku, aku sangat tak berharga.

"Flo, lu harus ikut gua," Tarik Quin.

Quin menarik-ku yang bengong ini menuju ruangan terpencil di sekolah. Dia menutup dan mengunci rapat rapat pintu itu.

"Flo, gua punya lilin. Lu jangan panik. Tenangin diri lu di tempat yang gelap ini," Saran Quin.

"Flo, lu tau kan? Kamis, 13 September saat pensi di mulai?" Bisik Quin di depan wajahku sambil menyalakan lilin.

Aku mengangguk pelan.

"Tepatnya, lu jaga gerbang dan lu sama sekali gak liat Purnama?"

"Gua liat Purnama Quin, gua, gua hampir di lecehkan sama dia," Aku jujur.

"Di gerbang?" Tanyanya,

"Iya,"

"Dan gua liat Purnama di wc belakang sekolah lagi mabuk," Quin tersenyum seakan akan tahu segalanya.

"Gua barengan Purnama itu sebelum pulang sekolah, dan lu mungkin aja liatnya..," Ucapanku terpotong ketika Quin mengangkat daguku sambil bilang,

"Pukul 10.24 dan dalam kasus itu tercatat kalo mayat yang udah mati selama 6-10 menit setelah gua liat Purnama di wc belakang," Quin curiga kepada Purnama.

"Tapi gak mungkin Quin!" Tangisanku makin deras.

"Stop. Dan dia melecehkan lu? Itu masuk logika? Itu konyol banget Flo. Gak mungkin cowok seganteng Purnama bisa sembarangan melecehkan cewek, apalagi cewek galak kaya lu,"

"Quin, lu tau kan gua pernah sakit hati sama dia? Jangan salah paham dulu Quin. Ini semua belum tentu!" Teriak-ku.

Tiba tiba Quin melemparkan beberapa kertas yang sudah di sampul rapi dan menyuruhku membacanya.

"Baca itu!" Suruh Quin.

Sekolah terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang