Bab 2

220 10 0
                                    

"Silahkan duduk."
Gabriel merasa bersyukur di persilahkan duduk apalagi menyadari kursinya terletak cukup jauh dari tempat duduk pria itu dibalik meja.
"Gabriel. Nama yang agak tak lazim."
"Nama keluarga." Gabriel menjelaskan tenang.
"Saya lihat di formulir lamaran anda menuliskan status tak menikah serta tak terikat dan kerabat terdekat adalah Nenek anda."
"Kedua orangtua saya sudah meninggal," Gabriel menjelaskan datar. Kepala pria itu menunduk ke arah beberapa kertas di atas meja dan pose itu menggelitik sebuah kenangan samar dalam benak Gabriel. Sudut rahangnya, bayangan yang ditimbulkan.
Gabriel mengernyit mencoba memperjelas kenangan itu. Rasanya seperti mengeluarka pecahan kayu dari permukaan kulit yang mulai sembuh. Ia dapat melihatnya, merasakannya ketika menekan lukannya tapi tak dapat mengeluarkannya.
Ketika ingatannya tak dapat diperjelas, ia mengeleng dan melupakannya. Bukan mustahil mungkin ia pernah melihat pria itu. Mungkin disalah satu hotel yang dikelolannya, yang jelas ia tak pernah bertatapan muka denganya. Tak mungkin ia melupakan pria itu kalau pernah berhadapan dengannya. Tidak, kenangan Gabriel lebih berkaitan dengan cara pria itu bergerak, sudut kepalanya...
"Dan anda tak punya saudara laki-laki atau perempuan?"
Gabriel agak tegang ketika pria itu terlihat ragu saat mengucapkan dua kata terakhir dengan halus memberi penekanan.
"Tidak," jawabnya pendek. "Orangtua saya tak punya anak lain."
Hal itu setidaknya kenyataan. Sedangkan yang lain... Yah, hanya saudara tiri perempuan bukan benar-benar kerabat dan yang jelas antara dirinya dan Laney tak pernah terjalin cinta kasih saudara. Laney memandang rendah dan membenci Gabriel sedangkan ia sendiri takut dan tak menyukai gadis itu.
Kini setelah lebih tua perasaan takut dan tak sukanya sudah hilang, digantika kesedihan mendalam bercampur rasa lega yang besar serta perasaan bersalah. Ia merasa bersalah karena telah melepaskan diri karena ia punya Nenek sementara Laney...
Waktu kecil ia hanya melihat kedekatan Laney dengan ayahnya sebagai sesuatu yang tak melibatkannya dan mengancam hubungannya dengan ibu. Karena ibu melakukan semua yang dikatakan suami keduanya dan Laney telah memperingatkan akan menyuruh ayahnya mengirim Gabriel pergi.
Barulah kemudia ketika semakin dewasa, ia menyadari arti kunjungan malam ayah tirinya kekamar Laney, penyebab eratnya hubungan mereka.
Kini ia gemetar mengingat betapa mudahnya ia bisa terjatuh ke dalam jebakan yang sama seperti saudara tirinya. Untunglah ia terlalu takut pada ayah tirinya untuk menerima tawaran pria itu datang kekamarnya dan 'berbicara' padanya.
"Biarkan ayah membantu menyelesaikan masalahmu dengan Laney. Sekarang kalian saudara dan harus saling menyayangi. Ayah ingin kalian saling menyayangi," ayah tirinya bersikeras pelan. "Supaya ayah bisa menyayangi kalian berdua. Kau tak boleh bertengkar dengan Laney, Gabriel. Dia lebih tua. Kau harus mendengarkan nasihatnya, biarkan dia membantumu."
Kini ia menyadari sifat manipulatif dan kejam saudara tirinya, yang membuat awal masa remaja Gabriel penuh penderitaan, mungkin lebih merupakan akibat langsung hubungan gadis itu dengan ayahnya daripada karena sifat buruk semata. Gabriel tak punya bukti bahwa pria itu telah melakukan pelecehan seksual kepada Laney, tapi apa yang kini diketahuinya sebagai orang dewasa ditambah perasaan takut dan tak percayanya pada pria itu sewaktu masih remaja membuatnya curiga orang itu telah melakukannya.
"Tidak. Saya tak punya saudara," ulang Gabriel tegas.
"Tak punya istri... Tak punya partner... Tak punya anak."
Pria itu membuat pernyataan dan bukan mengajukan pertanyaan. Lagi pula Gabriel telah menuliskan semua keterangan itu diformulir lamaran, sebelum dipanggil wawancara tapi Gabriel bersikap seolah pria itu mengajukan pertanyaan.
"Bukankah itu agak aneh di zaman sekarang?"
Gabriel memusatkan perhatian padanya. Apa yang ingin dikatakan pria itu? Bahwa ia berbohong, menyembunyikan kenyataan? Ataukah pertanyaanya bermakna lebih dalam, mencari jawaban tentang aspek paling pribadi gabriel?
"Aneh tapi nyata. Dibisnis hotel," jawab Gabriel tenang.
Memang hal itu benar. Jam kerja yang panjang dan perjalanan bisnis yang terus-menerus adalah dua alasan yang membuatnya tak mudah menjalin hubungan intim dengan seseorang, sebelum kembali tinggal bersama Nenek. 'Rumahnya' adalah sebuah ruangan di kompleks hotel manapun dimana ia ditempatkan dan 'komitmennya' merupakan yang terpenting dan terbesar dalam hidupnya yaitu pada kariernya. Tapi ketika ia harus memilih antara karier dan Nenek...
Atasannya telah mengatakan kalau ia pada suatu saat mengubah pendiriannya mereka akan dengan senang hati menerimannya kembali dan bahkan memohon supaya ia tak pergi. Khususnya Gunther, anak laki-laki tertua keluarga Swiss pemilik rantai hotel itu.
"Menurut keterangan diformulir, anda berhenti kerja karena alasan pribadi."
"Ya," Gabriel setuju . "Saya ingin kembali ke Inggris untuk tinggal bersama Nenek, yang menderita__penyakit jantung. Beliau__beliau membesarkan saya ketika__ketika ibu menikah lagi dan saya"
"Anda apa? Anda merasa berhutang budi atas apa yang dilakukannya untuk anda? Itu paham yang sangat kuno kalau boleh saya katakan."
"Saya memang kuno," jawab Gabriel tenang, merasakan nada sinis di balik kata-kata pria itu. "Tapi sebenarnya tidak, bukan kewajiban yang membawa saya kembali. Saya memang menyayangi Nenek dan saya ingin bersamanya. Kalau dibiarkan sendirian beliau cenderung bekerja terlalu keras, melampaui kemampuannya dan..."
"Apakah penyakitnya bisa disembuhkan?"
"Bisa dioperasi, tapi daftar tunggunya sangat panjang dan kasus Nenek bukan prioritas. Saya tak sanggup membiayai sendiri pengobatannya, tapi jika Nenek dapat dibujuk supaya santai menghemat tenaganya."
"Apakah anda sadar kualifikasi anda terlalu tinggi untuk pekerjaan ini?"
"Saya harus mencari uang..."
"Yah, anda pasti takkan dapat gaji besar dengan mengisi rak supermarket. Pasti tak cukup untuk membayar baju yang anda kenakan sekarang. Rancangan Dior, bukan?"
"Tiruannya. Saya pesan ketika berada di Hong Kong," Gabriel memperbaikinya pelan. "Gaji manajemen hotel tak cukup untuk membeli rancangan Dior."
Gabriel hanya bermaksud sedikit menegur dengan jawabannya, peringatan halus bahwa komentar pria itu tak ia sukai dan tak diperlukan, tapi tatapan menyeluruh dan tajam yang diberikan pria itu bersama jawaban pendek "Memang tidak," membuat wajah Gabriel merona marah.
Ada berbagai cara mengartikan komentar pria itu tak ada yang positif bagi Gabriel dan semuanya serupa. Sudah jelas, Gabriel memutuskan ia takkan mendapatkan pekerjaan ini.
Ketika sedang menunggu dipersilahkan keluar oleh pria itu dan diberitahu wawancara sudah berakhir, Gabriel dengan panik berusaha menghitung berapa banyak pekerjaan paro waktu__pramutama, pegawai supermarket dan pekerjaan apapun yang ada yang sanggup dan sempat ia lakukan saat ini.
"Apa pendapat nenek anda mengenai keputusan anda meninggalkan karier dan pulang serta merawatnya?"
Pertanyaan pria itu mengejutkan Gabriel sehingga ia menatapnya sesuatuyang sedari tadi tak mau ia lakukan. Mata pria itu berwarna kelabu batu api sedinggin laut utara, mengancam menunjukkan kemungkinan adanya bahaya besar dibawah permukaannya yang seolah tenang.
"Beliau tidak tahu. Beliau mengira saya ambil cuti panjang untuk memikirkan arah karier saya dimasa depan. Bahwa saya mungkin melepaskan pekerjaan internasional saya karena tak mengingginkan posisi permanen di Hong Kong."
Ia melihat alis pria itu terangkat dan tak mau memusingkannya. Ia sudah kehilangan kesempatan bekerja untuk pria itu, tak ada yang menghalanginya untuk menceritakan yang sebenarnya.
"Apakah anda tak khawatir seseorang akan menceritakan yang sebenarnya pada nenek anda?"
"Tidak untuk apa? Lagi pula tak ada yang tahu," Gabriel mengakui.
"Dan jika anda tak mendapat pekerjaan ini, apa yang anda lakukan? Kembali mengisi rak-rak supermarket?"
Pria ini tampaknya sangat mempersoalkan pekerjaan itu, mungkin karena ia menganggapnya pekerjaan yang takkan pernah sudi ia lakukan. Yah, Gabriel tak menganggapnya pekerjaan hina, sama sekali tidak.
" ada cara mencari uang yang jauh lebih buruk," tudingnya keras. "Dan menurut saya, orang yang menganggapnya hina dan menertawakan pekerjaan fisik yang halal tak patut saya kenal."
Nah, kini ia benar- benar telah menggali kapak peperangan. Gabriel menyadari melihat tatapan pria itu padanya tapi ia tak peduli. Baginya orang yang benar-benar harus ia benci adalah yang seperti ayah tirinya. Pengusaha terhormat yang diakui umum yang sebenarnya hanya pencuri, memangsa ketidakberdayaan dan ya kadang kebodohan orang-orang rakus materi. Menurutnya bisa saja Gideon Reynolds juga seperti mereka. Diluar diagungkan dan dihormati tapi didalam, diam-diam...
Memang benar tak ada satu berita pun dalam media massa finansial yang menunjukkan bahwa pria itu menjadi makmur karena penipuan seperti yang dilakukan ayah tirinya. Tapi tetap ada sesuatu mengenai diri pria itu yang membuat Gabriel hampir bersyukur tak mendapat pekerjaan ini. Semacam rasa_bukan takut, tepatnya lebih__lebih beriafat perasaan was-was. Perasaan diintai pemangsa.
"Berapa biaya operasi nenek anda?"
Gabriel terpaku menatapnya dahinya mengernyit. Mengapa pria ini mengajukan begitu banyak pertanyaan tentang masalah yang pasti tak menarik baginya?
"Doktetnya tak mengatakan secara spesifik. Memang tak perlu," elak gabriel.
Memang tak perlu. Begitu dokter mengatakan berapa biaya minimum operasinya, Gabriel tahu ia tak mungkin bisa membayarnya. Ia punya sedikit tabungan, sedikit persediaan tapi tak lebih.
"Berapa?" Pertanyaan itu kembali diajukan, suara lelaki yang sedari tadi terdengar begitu lembut kini tiba-tiba menajam dan mengeras agak menunjukkan kekuatan oktan berkadar tinggi yang bisa ditumpahkan sang pemilik bila diperlukan.
"Diatas sepuluh ribu pound," Gabriel memberi tahu pelan menelan gumpalan besar keputusasaan yang memenuhi tenggorokkannya setiap kali teringat jumlah besar uang yang memisahkan nenek dengan kesehatannya.
"Sepuluh ribu... Hmm... Bukan jumlah yang tidak bisa dicari zaman sekarang. Bukankah nenek anda tinggal dirumahnya sendiri dan?"
"Ya, tapi beliau sudah menggunakannya untuk membeli tunjangan,"potong Gabriel.
Ia sudah bosan menjawab pertanyaan pria itu. Ia datang untuk wawancara pekerjaan. Pekerjaan yang ia yakin takkan diperolehnya.
"Dan anda tak punya siapa-siapa, tak ada kerabat tak ada kenalan yang bisa menolong?"
"Tidak, tak ada satupun," ujar Gabriel marah.
Gagasan minta tolong pada Laney atau ayah tirinya, meski seandainya ia tahu ke mana harus mencari mereka membuat mulutnya menyunggingkan senyum pahit. Ayah tirinya membenci nenek, telah mencoba segala cara membujuk ibu untuk mengambil alih perwalian Gabriel dan mengembalikannya kerumah pria itu tapi untungnya ibu tetap pada pendiriannya.
Sebuah ketukan pelan pintu mendahului kemunculan sang PA.
"Maaf menggangu," ia minta maaf pada bosnya. "Sir Malcolm akan segera tiba. Pilot heli baru memberikan kabar akan mendarat tepat pada waktu."
"Ya, terima kasih Chris."
Ketika Gideon Raynolds mulai berdiri, Gabriel melakukan hal serupa. Wawancara jelas sudah berakhir dan sudah pasti semua pertanyaan yang tak diaukai dan tak diharapkan Gabriel tentang nenek hanya upaya pria itu menghabiskan waktu sebelum tamunya tiba. Yah, Gabriel berharap pria itu terhibur mengetahui cara hidup kaum papa, pikirnya marah.
"Coba beri tahu saya Mr Bingham," didengarnya pria itu tiba-tiba bertannya "apa yang anda lakukan kalau sedang menunggu kedatangan tamu VIP dan diberitahu pilot heli bahwa dia terlambat menjemput penumpangnya karena meain heli sedang diservis ketika ia tiba untuk menerbangkannya? Sedangkan tamu VIP anda agak pemarah hanya setuju menghadiri rapat yang telah anda atur dengan pengertian dia takkan dibiarkan menunggu."
"Pada awalnya saya akan menbatalkan heli itu. Tak ada janji pertemuan, tak ada rapat segenting apapun yang begitu penting hingga harus mempertaruhkan nyawa seseorang dan jika mesinnya masih diservis tak ada jaminan mesin itu akan rusak. Saya kemudian akan menghubungi penumpangnya minta maaf ataa penundaan itu dan menyakinkannya bahwa dia akan dijemput dalam lima belas menit.
Gabriel melihat cara alis pria itu terangkat dan mwnambahkan dengan lebih yakin daripada yang ia rasakan, "jika ia dijemput dilandasan heli berarti tempat itu dekat pelayanan jasa helikopter nasional. Saya akan memesan pilot dan mesin penganti dari kontak saya sendiri. Jika secara teratur menggunakan jasa tranport heli, saya tentu saja akan sudah punya kontak cadangan. Saya akan memastikan sudah berada ditempat saat tamu VIP itu tiba, menyambutnya dengan permohonan maaf dan penjelasan dan saya akan memantau terus perkembangannya, setelah memastikan dia masih bisa berangkat pada waktu yang telah ditentukan."
"Dan penyebab awal penundaan itu jadwal servis yang tidak tepat apa yang akan anda lakukan?"
"Tergantung apakah saya bertanggung jawab atas kesalahan penjadwalan itu,"
"Dan jika anda bertanggung jawab?"
"Tak akan," jawab Gabriel tandas. "Karena saya akan sudah memastikan mesin siap di ambil pilot pada waktu yang ditentukan dan jika belum siap, saya akan sudah menyiapkan mesin pengganti untuknya."
"Sagat efisien."
"Saya mencoba_"
Pria itu berjalan kearah pintu dan Gabriel mengikutinya lalu berhenti ketika pria itu tiba-tiba berbalik.
Jarak antara mereka tak sampai satu meter. Gabriel sudah melihat pria itu tinggi sekitar 190cm karena ia harus menengadah menatapnya dan tubuh dibalik jaket mahalnya mempunya struktur otot perkasa yang tak mungkin dimiliki lelaki yang gerakannya terbatas dibalik meja. Pria itu berlatih digym dan berolahraga. Gabriel menduganya.
Gabriel bisa melihat bayangan bulu tubuh halus pria itu dibalik kemeja katun putihnya. Ia merinding, hawa panas berkelok-kelok menelusuri tubuhnya seperti petir menghanguskan tulang pipinya. Gabriel dapat merasakan pipinya terbakar rasa malu ketika pria itu menatapnya.
"Ada apa?"
"Tak a-a-a-apa-apa," Gabriel berbohong. "Saya..."
"Anda tidak ingin tahu apakah anda diterima atau tidak?" Pria itu menpermainkannya, menggodanya. Sorot marah berkelebat di mata Gabriel.
"Anda sendiri menggatakan kualifikasi saya terlalu tinggi untuk pekerjaan ini."
"Yang berarti saya akan bertindak bodoh kalau tak menerima anda, bukan? Kapan anda bisa mulai?"
Ketika mencoba mengendalikan kekacauan pikiran dan emosi yang mengharu biru pada dirinya, Gabriel masih menyadari mata sang majikan baru yang sangat cermat mengamatinya. Seolah pria itu mencari sebuah reaksi khusus, sudut miring kepalanya, posisi tulang rahangnya ketika mengati Gabriel. Sudut miring kepalanya...?
Gabriel mengernyit sekuat tenaga berusaha mengingat kenangan yang masih tersembunyi disudut benaknya. Percuma sudah hilang. Tapi ia berhasil mendapatkan pekerjaan ini dan itulah yang harus menjadi pusat perhatiannya sekarang, bukan perasaan tak enak mengenai sesuatu yang dikenalnya tentang bos barunnya.
Sesuatu yang dikenalnya tapi bukan sesuatu yang menyenangkan atau bahkan tak berkesan pikirnya setengah jam kemudian ketika ia berkendara pulang dengan Morris tua nenek. Bukan, sesuatu yang dikenalnya itu menimbulkan perasaan tak enak dan kekhawatiran.
Sambil mengernyit Gabriel mengganti gigi persneling di sebuah tikungan tajam. Tak ada guna mengkhawatirkan hal itu. Di manapun ia pernah melihat pria itu, ingatannya cepat atau lambat akan kembali. Dan yang jelas ia tak perlu menyukai pria itu, ia hanya harus bekerja untuknya.
Gaji yang ditawarkan Gideon Reynolds ternyata sangat besar jauh lebih besar dari pada pendapatannya dulu. Ketika pria itu menyebutkan angkanya mulut Gabriel melongo.
"Kenapa?" Tanya pria itu. "Bukankah jumlahnya sama dengan gaji anda dulu?"
"Lebih banyak," Gabriel memberitahu jujur dan melihat sekelebat rasa heran di mata pria itu. "Rasanya banyak sekali untuk membayar seseorang melakukan pekerjaan seperti itu."
"Seorang pekerja yang baik selalu pantas dibayar tinggi," jawab Gideon lancar. "Dan saya jamin anda tidak akan menganggap pekerjaan ini ringan."
"Saya tak mengharapkannya," jawab Gabriel langsung.
Ada apa dengan pria itu yang membuat Gabriel merasa seolah ia tak hentinya di pancing, dikorek-korek? Tak hentinya diuji, seolah...
Ketika ia berbelok keluar jalan raya dan memasuki jalan maauk kerumah nenek, keryit Gabriel menjadi semakin dalam. Mengapa Gideon Reynolds begitu terkejut oleh kejujurannya? Tentunya ia takkan mempekerjakan Gabriel kalau merasa tak mempercayainya?
Berhenti mengkhawatirkannya dalam hati Gabriel menasehati dirinya sendiri dan sebaliknya mulailah mengkhawatirkan apa yang dikatakan nenek ketika membawa berita yang kaubawa.

TBC

Lelaki Dalam IngatanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang