Lima belas tahun lalu.
Saat masih Junior High School, Leeteuk merupakan orang yang pendiam, pemalu dan selalu menjadi orang yang tidak dianggap keberadaannya sama sekali. Ia bahkan sering dilupakan orang. Dan Leeteuk cukup nyaman akan kesendiriannya saat tiba-tiba ada yang hadir dalam kesehariannya di sekolah. Seorang murid baru.
"Awas!" terdengar seruan anak perempuan dari belakang. Leeteuk yang tengah duduk-duduk di bawah pinus di halaman belakang sekolah terkejut. Terlebih beberapa detik kemudian sebuah bola melayang turun menghantam kepalanya keras. Bola itu kemudian memantul jatuh di kakinya.
"Mianhae. Tadi tidak sengaja tertendang melenceng keluar lapangan." Kembali suara itu muncul dengan nada sungguh-sungguh disertai derap kaki mendekat.
"Kamu tidak apa-apa?" Pemilik suara itu datang. Menghampiri Leeteuk yang memegangi kepalanya yang berdenyut-denyut sakit. Seorang gadis manis dengan rambut dikucir ke belakang.
Leeteuk yang tidak terbiasa keberadaannya diketahui oleh orang lain menggeleng pelan, kemudian bergegas memberesi buku-bukunya hendak pergi dari situ secepatnya.
"Apa kamu yakin?" tanya gadis itu khawatir. "Dahimu merah sekali. Pasti sakit."
Namun Leeteuk tidak menjawab. Ia langsung bergegas meninggalkan gadis itu ke gedung sekolah. Tidak berhenti hingga masuk ke dalam toilet. Di dalam toilet ia memperhatikan memar yang kini tampak di dahi kanannya. Disentuhnya pelan, sakit. Itu membuatnya meringis tertahan. Ia bingung bagaimana harus menutupinya, terlebih masih tersisa dua mata pelajaran siang ini.
Leeteuk tahu siapa gadis itu. Namanya Park Min Hee. Baru pindah dari Cheonan ke kelasnya pagi tadi. Orangnya ceria dan ramah, tak heran jika ia sudah akrab dengan anak-anak yang lain. Namun tidak dengan Leeteuk. Ketika Min Hee menyapa setiap anak-anak di kelas saat istirahat tadi, ia sudah menghilang ke halaman belakang tenggelam ke dalam dunianya, membaca buku-buku berbahasa Inggris miliknya.
Saat kembali ke kelas, ia menemukan plester luka di mejanya. Leeteuk melihat sekeliling dan menemukan Min Hee yang duduk di depan tengah memandangnya. Ia menangkupkan tangannya di depan wajahnya dan melafalkan kata 'MAAF" dengan mulutnya tak bersuara karena bersamaan dengan itu guru masuk dan mulai memberikan pelajaran.
Pulangnya Min Hee mengikuti Leeteuk untuk pulang bersama.
"Kamu Park Junsu, kan?"tanyanya ramah. "Aku Park Min Hee. Kita belum berkenalan." Ia mengulurkan tangan minta berkenalan.
Leeteuk hanya mengangguk kemudian mempercepat langkahnya, tidak mau diganggu. Tapi Min Hee malah mengejarnya.
"Mulai hari ini kita teman ya." Ia langsung menarik tangan Leeteuk dan menjabatnya. Kemudian ia berlari berbelok dari gerbang sekolah ke kanan sambil melambaikan tangan. Meninggalkan Leeteuk yang terpaku. Dasar cewek aneh, pikirnya.
Dan Leeteuk semakin bingung dengan tingkah Min Hee di hari-hari berikutnya. Ia selalu mendekati Leeteuk walaupun Leeteuk berusaha memberi tanda bahwa ia tidak suka diganggu. Min Hee mengikuti Leeteuk beristirahat di halaman belakang, bertanya ini-itu, menceritakan berbagai kejadian-kejadian yang dialaminya, apa yang ia pikirkan hingga menawarkan berbagai bekal makan siang yang berbeda setiap harinya. Leeteuk tidak terlalu menanggapi bahkan terkesan mengabaikannya, tetapi Min Hee tidak merasa sakit hati. Ia malah mulai membawa Leeteuk untuk terlibat obrolan dengan anak lain saat di kelas. Awalnya Leeteuk merasa dunianya mulai diusik dan merasa tidak nyaman akan kehadiran orang lain. Namun perlahan-lahan ia mulai terbiasa untuk berkomunikasi dengan orang lain. Walaupun bukan dirinya yang membuka percakapan.
Min Hee bahkan tak segan-segan memperlihatkan kemampuan Leeteuk di depan kelas. Contohnya saat ada lomba debat bahasa Inggris antar kelas ia mengajukan Leeteuk sebagai kandidat mewakili kelasnya. Atau ketika ada acara sekolah Min Hee selalu diam-diam mendaftarkan namanya sebagai MC. Tadinya Leeteuk sempat kesal karena merasa Min Hee bertindak seenaknya bahkan ia sering ditegurnya.
"Min Hee-a, mengapa kau selalu melakukan hal-hal yang berkaitan denganku tanpa seijinku? Tidakkah kau mempertimbangkan aku mau atau tidak?" keluh Leeteuk. "Itu menyusahkanku."
"Benarkah?" Min Hee melahap makan siangnya tanpa terlalu memperhatikan kekesalan Leeteuk. "Bukankah itu bagus? Keberadaanmu jadi diketahui oleh orang lain. Kau cerdas, kau juga pembicara yang baik, mengapa kau malah bersembunyi dan menyimpan rapat bakatmu?"
"Aku tidak bersembunyi."
"Lalu, kapan terakhir kau punya teman selain aku?' Min Hee menatap Leeteuk serius.
"Aku...," Leeteuk sedikit gelagapan. Ia bahkan sudah lupa sejak kapan ia pulang sekolah bersama teman-temannya atau bermain bersama saat liburan. Itu sudah lama sekali.
"Kapan terakhir kalinya kamu menceritakan pengalamanmu, pendapat-pendapatmu tentang sesuatu ataupun tertawa dan tersenyum bersama-sama orang sekitarmu? Kapan?"
Bibir Leeteuk terkatup rapat, tidak bisa menjawab.
Min Hee meletakkan sendok dan tempat makanannya. Ia kemudian menghela napas panjang sebelum berkata: " Saat pindah dan pertama kali memasuki kelas, aku sudah mengamatimu. Kau yang duduk di pojok dengan muka tanpa ekspresi yang mengisyaratkan sinyal 'jangan dekati aku'. Kau yang kemudian pergi diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain pergi ke tempat sepi dan asyik dengan duniamu sendiri. Padahal kau mempunyai kemampuan lebih, bahasa Inggrismu sangat baik, suaramu juga bagus. Kau itu sebuah bintang, namun kau membiarkan cahayamu redup."
Min Hee mencondongkan badannya ke arah Leeteuk. "Untuk itu aku datang kepadamu. Aku ingin bintang itu bersinar dengan terang lebih terang dari matahari sehingga orang-orang yang berada di dekatnya merasa nyaman, hangat dan terpukau akan cahayanya," katanya pelan, namun terdengar jelas di telinga Leeteuk.
Leeteuk tidak bisa berkata apa-apa. Hal-hal yang didengarnya mampu membuatnya jantungnya berhenti berdetak sesaat. Seakan-akan bola kaca yang melingkupinya pecah dan ia merasa bebas dan ringan.
"Belajarlah untuk lebih mengenal dirimu, Park Junsu. Aku tahu ada sesuatu dalam dirimu dan hanya kau sendiri yang mampu menggalinya, menemukannya dan memperlihatkannya kepada orang-orang." Min Hee tersenyum sebentar kemudian ia membenahi tempat makannya sebelum akhirnya beranjak pergi.
Lagi-lagi Leeteuk terpaku.
Otaknya menjadi buntu seketika akibat banyaknya pertanyaan beruntun yang menyerangnya. Siapa dirinya? Dan apa yang diinginkannya? Hal-hal yang tak pernah dipikirkan sebelumnya. Yang bahkan sudah dibuang jauh.
Leeteuk melihat ke arah Min Hee yang menyapa siapapun yang ditemuinya dengan senyum dan sapaan hangat. Anak-anak yang disapanya juga memberikan senyum yang sama tulusnya.
Ada satu hal yang dipelajarinya hari ini yang mengubah sudut pandangnya.
Berbagilah dengan orang lain, dengan melihat mereka berbahagia maka kita pun akan mengalami hal yang sama.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Complete]
FanfictionLeeteuk tengah memikul banyak beban sebagai leader Super Junior. Ketika masalah Hangeng dan Kangin masih belum selesai, salah seorang dari masa lalunya kembali hadir membuat perasaannya campur aduk. Dan si magnae, Kyuhyun, tetap menjadi biang sakit...