Penilaian Leeteuk terhadap Min Hee berubah. Ia tidak lagi terganggu akan keberadaan gadis itu. Ia malah menyukai perangainya yang ceria, sifatnya yang tegas tetapi menyenangkan membuat hari-harinya berubah. Kini ia selalu menyediakan ruang bagi Min Hee ke dalam kehidupannya. Walaupun kepada orang lain ia masih kaku namun pelan-pelan ia berusaha merubahnya. Dan ia ingin mengenal Min Hee, seluk-beluk tentangnya.
"Mengapa di tasmu ada gantungan kunci dari kayu itu?" tanya Leeteuk suatu hari. Ia selalu penasaran mengapa di tas Min Hee terdapat sebuah gantungan kunci berbentuk peri mungil yang tidak dicat, benar-benar polos dengan serat kayunya yang terlihat usang dan tua.
"Oh, ini." Min Hee mengambil gantungan kunci itu dan memandangnya lembut. "Ini hadiah dari Appa. Dulu saat ulang tahun ke-6 Appa membuatkan gantungan kunci ini untukku. Katanya aku adalah peri kecilnya yang manis yang selalu membuat Appa tertawa bahagia. Namun sebelum jadi, Appa sudah tidak ada karena kecelakaan makanya gantungan kunci ini masih polos," katanya ringan tanpa ada gurat kesedihan di wajahnya. Membuat Leeteuk merasa tidak enak sekaligus takjub akan kelapangan hatinya.
"Gantungan kunci ini merupakan salah satu harta paling berharga untukku."
Leeteuk mengerti dan ia berusaha untuk tidak membuat gadis manis di depannya itu kembali teringat akan peristiwa sedih itu dengan tidak menyinggung-nyinggung soal ayahnya.
"Aku tinggal di sini dengan bibiku. Aku tidak mengenal ibuku karena sejak lahir beliau sudah tiada sehingga keluarga yang kukenal hanya bibi dan ayahku. Tidak ada satu foto Ibu yang tertinggal karena kebakaran saat itu menghanguskan semua yang ada. Tadinya aku tinggal dengan ayah, tapi setelah beliau meninggal, aku hidup bersama bibiku," ceritanya lagi.
Leeteuk tersentak. Min Hee yang begitu ceria dan selalu tersenyum ternyata memiliki kisah hidup yang begitu pahit. Kedua orang tuanya sudah tidak ada. Namun ia masih bisa menyebarkan semangat untuk hidup yang lebih berwarna kepada orang lain. Apa ada orang sekuat itu?
"Hei, Park Junsu, kenapa kau tiba-tiba menangis?" seru Min Hee, terkejut.
Leeteuk segera menghapus air matanya yang tanpa disadari telah menetes hingga pipi. Ia menggeleng kuat-kuat. "Aku tidak menangis."
"Tidak menangis apanya, Bodoh? Sudah jelas-jelas itu air mata bukannya hujan? kau tidak lihat betapa jeleknya dirimu sekarang?" goda Min Hee sambil tertawa.
Leeteuk tersenyum. "Memangnya aku jelek, ya?"
Min Hee terperangah sebentar melihatnya. Namun kemudian menatap Leeteuk penuh arti. "Tidak. Akan tetapi kau terlihat lebih tampan jika tersenyum. Cobalah untuk selalu tersenyum, Park Junsu. Itu sangat baik untukmu. Benar-benar sangat baik."
Leeteuk menurunkan bibirnya. Benarkah ia tadi tersenyum? Rasanya sudah lama ia lupa bagaimana caranya tersenyum. Dan sekarang Min Hee yang telah membuatnya mengingatnya. Gadis itu yang telah mengulurkan tangan untuk menolongnya. Mengembalikan nyala api yang nyaris padam. Dan ia ingin berterima kasih. Bukan hanya dengan ucapan akan tetapi dengan cara yang lain. Tiba-tiba ia terbersit suatu ide.
"Hari Sabtu besok kau ada waktu?" tanya Leeteuk.
"Sabtu? Nae. Kenapa?"
"Bisa bertemu di taman pukul 8 pagi? Ada sesuatu yang ingin aku katakan."
"Kenapa tidak dikatakan sekarang saja?"
"Tidak. Besok saja di tempat janjian."
Kening Min Hee berkerut. "Baiklah. Aku juga ada yang mau aku katakan. Tadinya aku ingin memberitahumu sesuatu beberapa hari kemarin," ucapannya sedikit mengambang seolah-olah memikirkan sesuatu. "tapi sepertinya lebih baik besok saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Complete]
FanfictionLeeteuk tengah memikul banyak beban sebagai leader Super Junior. Ketika masalah Hangeng dan Kangin masih belum selesai, salah seorang dari masa lalunya kembali hadir membuat perasaannya campur aduk. Dan si magnae, Kyuhyun, tetap menjadi biang sakit...