Suasana dormitori sudah sangat sepi. Hari sudah menjelang dini hari. Kyuhyun yang baru selesai memenangkan satu game Winning Eleven yang disukainya baru menyadari jika ia belum makan malam dan sekarang ia kelaparan. Dengan malas ia beranjak ke dapur melihat isi kulkas siapa tahu ada makanan untuk pengganjal perut. Namun ia tidak menemukan apa-apa, kecuali bahan makanan yang perlu dimasak dahulu sebelum dimakan. Itu menyiksa. Ia sudah terlalu letih untuk memasak, walaupun sekedar sebungkus ramen.
Dengan berat ia menutup kembali pintu kulkas. Namun ia terkejut karena tiba-tiba Min Hee sudah ada di belakangnya.
"Ya! kau mau membuatku terkena stroke mendadak ya?" bentak Kyuhyun. "Apa yang kaulakukan di sini? Kau tidak pulang?"
Min Hee membuka kulkasnya lagi, lalu mengeluarkan beberapa bahan makanan seperti telur, daun bawang dan mie ramyun. "Aku masih belum selesai dengan pekerjaanku dan aku lapar, jadi aku kemari mau membuat sesuatu yang bisa dimakan. Apakah tidak boleh?"
Min Hee dengan cekatan berurusan dengan alat-alat masak. Mulai dari memotongi sayuran, mengocok telur, mengorengnya hingga membuat ramyun dengan kuah yang bumbunya dimodifikasi dengan menambahkan cabai, sedikit bumbu kimchi dan kecap. Baunya yang harum langsung membuat perut Kyuhyun berbunyi.
"Kau lapar juga, Kyunie?" tanya Min Hee.
Kyuhyun tidak menjawab. Ia pindah ke meja makan. Ia akan menunggu Min Hee selesai memasak, baru gilirannya. Perutnya semakin lama semakin perih minta diisi secepatnya. Ia tengah berkonsentrasi akan perutnya saat tiba-tiba semangkuk ramyun yang masih mengepul ditambahkan telur dadar gulung di atasnya disajikan oleh Min Hee yang juga sudah membawa mangkuk punyanya ke atas meja dan mulai makan.
"Makanlah. Bunyi perutmu terdengar jelas sampai dapur. Jangan sampai kau sakit karena terlambat makan," katanya sambil menyeruput nikmat kuah ramyun dari sisi sendoknya.
Kyuhyun sedikit terkejut. Ia baru mengetahui jika Min Hee ternyata baik hatinya. Dengan ragu ia mengangkat sendoknya dan mencicipi masakan Min Hee. Walaupun menunya sederhana akan tetapi rasanya berbeda dengan ramyun-ramyun yang biasa ia makan. Lebih segar dan spicy. Kyuhyun menyukainya. Iapun makan dengan lahap.
Min Hee tertawa geli melihatnya.
"Pelan-pelan Kyunie, itu masih panas. Nanti lidahmu terbakar."
"Wah, Noona, masakanmu enak sekali. Lebih enak dibandingkan masakannya Ryeowook."
"Mwo?" Min Hee terkejut. "Kau memanggilku noona?"
Kyuhyun memandangnya. "Itu karena kau memasakkan masakan yang enak untukku. Aku menyukai gadis yang membuatkanku makanan enak."
Min Hee tertawa lagi. "Ah, ternyata begitu." Ia mengangguk-angguk mengerti.
"Tapi aku tetap tidak bisa memaafkan perbuatanmu terhadap Leeteuk hyung. Leeteuk hyung sudah bersusah payah datang. Noona yang ingin ditemuinya malah tidak ada. Hyung berusaha mencari gantungan kunci punya Noona, makanya ia terlambat," kata Kyuhyun melanjutkan.
Min Hee tersentak. Ia menghentikan acara makannya. "Maksudmu, Kyunie?"
"Leeteuk hyung cerita kalau malam sebelumnya setelah Noona telepon tentang gantungan kunci yang hilang, Hyung langsung pergi mencarinya ke sekolah, di jalanan bahkan harus mengorek-orek tempat sampah. Aku tidak tahu mengapa Hyung sebegitunya. Akhirnya ketemu juga gantungan kunci milik Noona. Namun ketika akan diserahkan kepada Noona, Noona sudah tidak ada bahkan tanpa pamit pergi ke Jepang. Kalau aku jadi Hyung, aku yang sangat marah kepada Noona. Bukan malah Noona yang marah," cerita Kyuhyun tanpa putus dengan lancar seperti air, tak tersendat-sendat. Tak lupa ia menyuapkan ramyum ke dalam mulutnya.
"Tunggu dulu, Leeteuk mencari gantungan kunci punyaku?" tanya Min Hee menegaskan kembali.
"Iya. Itu yang sekarang jadi gantungan handphonenya. Noona bisa mengeceknya. Yang bentuknya peri kecil, kan?"
Min Hee terkejut. Ia menutupi mulutnya dengan kedua tangan tidak percaya.
"Benarkah itu, Kyu?" tanyanya terbata. Kerongkongannya mendadak kering dengan mata yang mulai buram.
Kyuhyun mengangguk mantap sambil menghabiskan kuah ramyumnya.
Tanpa pikir panjang, Min Hee beranjak keluar dapur.
"Noona, kau tidak menghabiskan makananmu?"
"Tidak," jawab Min Hee. "Kauhabiskan saja." Ia bergegas naik tangga ke lantai atas ke kamar Leeteuk. Ia tidak sabar ingin bertemu Leeteuk dan mengetahui kebenarannya. Jika apa yang dikatakan Kyuhyun benar, maka kebenciannya selama ini kepada Leeteuk adalah suatu kesalahan paling besar di dalam hidupnya dan tidak akan bisa dibayar dengan meminta maaf hingga ribuan kali.
Min Hee langsung membuka kamar Leeteuk. Namun Leeteuk tidak ada. Yang ada hanya Donghae yang terbangun karena terkejut.
"Dong Hae-ssi, Leeteuk-ssi ke mana?" tanyanya.
Donghae yang masih setengah sadar menarik wekernya untuk melihat jam. "Biasanya Hyung masih latihan di gym. Ada apa, Noona? Apa Noona butuh sesuatu?"
Min Hee meneliti ke penjuru ruangan mencari-cari sesuatu. Di atas rak kecil di pojok kamar, Min Hee melihat sesuatu. Ia pun berjalan mendekat dan menemukan peri kecil pemberian ayahnya tergantung di salah satu handphone berwarna putih. Min Hee mengambil handphone itu dan mengelus gantungan kunci yang selama ini sudah dianggap hilang.
"Apakah ini handphonenya Leeteuk?"
Donghae mengangguk. "Handphonenya satu-satunya yang berwarna putih di sini karena ia sangat suka dengan warna putih. Dan gantungan handphonenya juga yang sudah usang dan kuno. Hyung tidak pernah mau menggantinya dengan gantungan handphone baru yang lebih bagus. "
Air mata Min Hee tidak bisa dibendung lagi. Ternyata Leeteuk menjaga harta milik Min Hee selama ini seolah-olah itu harta paling berharga juga baginya. Leeteuk benar-benar orang yang sangat baik dan bertanggungjawab. Min Hee merasa dirinya benar-benar bodoh karena tidak bisa mengerti pribadi Leeteuk lebih baik lagi dengan percaya kepadanya.
Melihat Min Hee menangis, Donghae langsung kebingungan. "Apakah kau baik-baik saja, Noona?"
Min Hee mengusap air matanya. "Aku tidak apa-apa." Ia lalu meletakkan handphone itu kembali ke tempatnya semula.
Min Hee keluar kamar Leeteuk dan pergi ke gym. Ia menemukan Leeteuk masih berlatih dance walaupun tubuhnya sudah terlihat sangat lelah.
Pelan ia mematikan musik.
Leeteuk terkejut mengetahui siapa yang datang. Ia pun menghentikan latihannya.
"Istirahatlah, ini sudah pagi," kata Min Hee dengan nada suara yang ia atur agar tidak terdengar serak. Begitu melihat Leeteuk, ingin rasanya ia memeluknya dan mengucapkan terima kasih. Namun ego masih menahannya. Ia hanya bisa duduk di bersandar di mirror wall.
Leeteuk mengambil handuk dan botol air minumnya, lalu duduk di samping Min Hee.
"Kau juga Min Hee-a. Seharusnya kau sudah pulang dari tadi. Kau tidak perlu memaksakan diri," kata Leeteuk sambil mengelap muka dan lehernya dengan handuk.
"Kau yang terlalu memaksakan diri," kata Min Hee tanpa berani memandang ke arah Leeteuk. Karena ia takut ia tidak bisa menahan air matanya keluar.
"Aku tahu kalau kekuranganku masih banyak. Aku tidak mau kalah dengan member yang lain," kata Leeteuk. "Apakah kau masih marah?"
Min Hee diam tidak menjawab. Ingin rasanya ia berkata 'maaf', tetapi lidahnya kelu tak bisa digerakkan. Baru kali ini ia tidak bisa berbicara dengan mudah. Rasa bersalah menyeruak perlahan-lahan di hatinya.
"Aku datang saat itu," gumam Leeteuk pelan.
Lalu hening. Min Hee membuka mulut hendak mengatakan sesuatu, tapi diurungkannya. Suasana ruang gym yang sangat sepi membuat nyalinya ciut. Lama mereka diam membisu.
Hingga akhirnya kepala Leeteuk jatuh terkulai di pundak Min Hee. Ia tertidur karena kelelahan.
"Maaf," isak Min Hee lirih. Suaranya langsung hilang ditelan keheningan pagi.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Shining Star [Complete]
FanficLeeteuk tengah memikul banyak beban sebagai leader Super Junior. Ketika masalah Hangeng dan Kangin masih belum selesai, salah seorang dari masa lalunya kembali hadir membuat perasaannya campur aduk. Dan si magnae, Kyuhyun, tetap menjadi biang sakit...