"Karena kau temanku."
.
.
.
.
.
Kau memotong-motong bawang bombai yang kira-kira beberapa menit kedepan akan kau olah bersamaan dengan potongan daging ayam. Airmatamu pun mengalir membasahi kedua sisi pipimu.
"Akh.." Pekikmu pelan ketika merasakan sesuatu yang tajam menusuk jari telunjukmu. Namun rasanya tidak semenyakitkan hatimu yang hancur berkeping-keping karena baru kemarin, Seokmin bercerita kalau orang yang kau cintai sudah memiliki seorang kekasih.
"(Y/n)-aa, kau baik-baik saja? Bukankah sudah kubilang untuk lebih berhati-hati?"
Kau mengangguk sembari memaksakan sebuah senyuman lembut padanya. Ia menarik jarimu yang mengeluarkan cairan merah, dan langsung memasukkannya kedalam mulutnya yang sontak membuatmu merasakan panas disekitar pipimu.
"Kenapa menangis? Sejak kapan kau menjadi orang yang cengeng?"
Kau menarik tanganmu dari genggamannya, dan langsung membalikkan tubuhmu, membelakanginya.
"Aku menangis karena tadi tanganku yang bekas memegang bawang menyentuh mataku. Bukan karena tangan ini."
"Lie detected. Ada masalah apa? Kenapa kau tiba-tiba jadi pendiam begini?"
"Tidak ada, Jihoon-aa." Ujarmu sembari berbalik dan kembali melanjutkan kegiatanmu. Jihoon mengambil pisau yang ada ditanganmu dan mengambil alih kegiatan memotongmu.
"Sudahlah, mungkin kau tidak lagi menganggapku sebagai temanmu lagi."
"Ck! Kau ini kenapa sih?"
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu padamu, kau itu kenapa? Ada masalah apa? Kenapa tiba-tiba menjadi pendiam seperti ini?"
"Kalau kuceritakan pun kau tidak akan mengerti." Ujarmu lalu berlalu meninggalkannya sendirian di dapur. Kau berjalan menuju kamarmu, mengambil plester dan boneka kesayanganmu yang tingginya mencapai setengah tubuhmu.
"Aku pulang dulu, bawang dan ayamnya ada di kulkas."
Kau melempar senyum seraya mengangguk singkat kearahnya. Jihoon menatapmu heran, bahkan kali ini kau tidak mengucapkan "hati-hati" atau meledeknya seperti "Hey, kerdil berhenti kebut-kebutan dan berhati-hatilah dijalan, umur tidak ada yang tahu." dan dia akan membalasmu seperti "Sialan, kau menyumpahiku, huh?" dan biasanya setelah itu kalian akan tertawa bersama. Namun tidak kali ini. Jihoon merasa ada hal aneh yang terjadi padamu, walaupun dia tidak tau pasti apa itu.
"Kau tidak mau bilang hati-hati? Umur tidak ada yang tau loh, siapa tau hari ini terakhir kau berjumpa denganku." Tanyanya sembari menghentikan tangannya yang sudah hampir menggapai gagang pintu apartemenmu.
"Tanpa kubilang pun, kau pasti akan berhati-hati 'kan.. Jihoon-aa?"
"Yasudah, kalau seandainya ada sesuatu yang menimpaku, jangan lupa untuk selalu tersenyum ya."
"Bicara apa kau kerdil? Jangan sembarangan. Cepat pulang."
Jihoon mengalihkan pandangannya darimu dan sesegera mungkin membuka pintu. Airmatamu kembali mengalir bersamaan dengan pintu yang tertutup.
"Bagaimana bisa tersenyum saat mengetahui kau sudah memiliki kekasih, oppa?" Ujarmu parau. Biarpun sejatinya Jaekyung tidak pernah melarang kalian berdua untuk berdekatan, tetap saja kau membangun dinding yang cukup tebal diantara kau, Jaekyung dan Jihoon.