BAB 13

319K 15.6K 495
                                    

Seminggu yang lalu Nadira sudah di perbolehkan pulang tapi Nadira diharuskan memakai kursi roda, semua itu dilakukan agar Nadira tidak mudah lelah. Awalnya, Nadira menolak dia merasa kalau dirinya baik-baik saja, dan masih mampu untuk berjalan namun paksaan Lisi dan Ramzan membuat Nadira akhirnya meng'iya'kan.

Nadira sudah seperti wanita berpenyakitan, padahal dia 'kan hanya mengalami sedikit gangguan pada kandungannya bukan berarti harus diperlakukan seperti tuan putri. Nadira sangat tidak menyukai itu, ia lebih suka mengerjakan apapun sendiri bukan malah duduk diam yang membuatnya bosan.

Ramzan dan Lisi sangatlah over protective. Nadira dilarang keras melakukan apapun. Dan itu sangatlah membuat Nadira bosan.

Dua hari yang lalu, Nadira sudah tidak lagi memakai kursi roda dia bebas berjalan lagi, itu membuatnya seneng.
Lisi sekarang tinggal bersamanya juga Ramzan, di apartemen Ramzan. Nadira yang biasanya tidur sendirian dikamar, sekarang sudah ada yang menemaninya yaitu Lisi.

Semua pekerjaan yang biasa ia lakukan kini berganti menjadi Lisi yang melakukannya. Setiap hari ia harus menyaksikan kemesraan Lisi dan Ramzan, sebenarnya mereka tidak mengumbar kemesraan tapi Nadira pernah beberapa kali melihat bagaimana Lisi memperlakukan Ramzan begitu pula sebaliknya. Perlakuan Ramzan ke Lisi tidak pernah Ramzan lakukan pada Nadira.

Apakah seorang pacar lebih berharga ketimbang seorang istri?

Nadira menghapus jauh-jauh pertanyaan konyol itu yang sempat terlintas diotaknya.

Seperti pagi ini Nadira menyaksikan Lisi dan Ramzan yang sudah duduk di depan meja makan untuk sarapan, seminggu terakhir ini ia sering sekali menyaksikannya. Ia selalu bersembunyi dibalik dinding penghubung ke dapur, menyaksikannya dengan dada yang entah kenapa terasa sesak.

Kenapa Nadira tidak keluar saja? Tentu Nadira tidak ingin keluar dari tempat persembunyianya, dia tidak mau merusak momen yang sedang tercipta diantara Ramzan dan Lisi.

Dia akan menunggu sampai Ramzan selesai sarapan, baru ia akan keluar seolah dia baru saja bangun tidur.

Mungkin cara yang paling benar mencintai seseorang ialah melihat dari jauh orang yang kita cinta bahagia dengan orang lain. Meski itu terasa sakit untuk kita. Sesungguhnya cinta itu pengorbanan. Salah satu dari cinta pasti ada yang berkorban.

Dan kali ini cinta Nadira-lah yang harus berkorban. Nadira sempat berfikir bahwa dia salah mencintai pria. Coba saja Nadira mencintai lelaki yang seumuran dengannya, pasti tidak akan serumit ini. Tapi saat ini ia mencintai suaminya, pria yang 10 tahun lebih tua darinya. Dan lagi ia harus mencintai pacar kakaknya.

Ini memang rumit. Jika tidak rumit, percayalah jika itu bukan CINTA.

"Aku berangkat kerja dulu, jangan lupa mengingatkan Nadira untuk meminum obatnya," Ramzan bangkit dari duduknya, memakai jas yang tersampir di kepala kursi.

Lisi mengangguk, berjalan mendekati Ramzan, membantu Ramzan merapihkan jas juga dasi Ramzan.

Pandangan yang sangat Romantis untuk Nadira, bahkan dirinya pun tidak pernah melakukan itu. Walaupun dirinya sangat ingin melakuan yang Lisi lakukan pada Ramzan.

"Hati-hati," Ramzan mengangguk, mengelus puncak kepala Lisi dan mengecup singkat kening Lisi.

Sebutir air mata lolos jatuh dari pelepuk mata Nadira seakan tidak mampu menahan lagi air mata yang sedari tadi di tahan nya. Hatinya bagaikan terseset pisau tajam yang membuatnya terasa begitu sakit.

Nadira menghapus air matanya, keluar dari persembunyian, melangkah seolah ia baru saja bangun tidur. Ramzan yang baru saja keluar dari dapur langsung berhadapan dengan Nadira. Ramzan tersenyum melihat Nadira yang Ramzan tahu Nadira baru bangun tidur.

Because I'm... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang