BAB 16

281K 13.9K 177
                                    

Pada kangen gak sama Nadira&Ramzan?

Happy Reading!

***

Skak mat.

Itulah kata yang tepat dengan apa yang Lisi rasakan saat ini. Lisi sudah bagaikan patung yang bernyawa, sedari tadi yang Lisi perbuat hanyalah diam seribu kata.

Lidahnya seakan kaku, suaranya bagaikan tercekat di tenggorokkan. Lisi merasa seperti sedang bermain mannequin challenge. Hanya diam seperti patung.

Kalian juga pasti akan merasakan jika berada diposisi Lisi saat ini. Lisi berpikir skenario macam apa ini yang membuatnya panas-dingin. Lisi tidak pernah menyangka bahwa mantanya dan pacarnya akan seakur ini.

Lisi pernah membaca salah satu caption di sosmed.
"Kalau aja pacar dan mantan ku akur, hidup ku pasti tenang,"
Kira-kira seperti itu bunyi-nya.

Kini Lisi mengalami apa yang di mau oleh pembuat caption itu. Sumpah demi apapun Lisi tidak pernah menginginkan caption yang pernah di bacanya akan terjadi pada dirinya sendiri.
Bahkan, dia rela bertukar posisi dengan penulis caption itu.
Dan, saat ini Lisi ingin membuat caption yang kira-kira berbunyi seperti ini.
"Kalau aja mantan dan pacar ku tidak akan pernah saling mengenal. Maka hidup ku akan tenang,"

Namun, Lisi bukanlah type seseorang yang membuang-buang waktunya hanya sekedar untuk membuat caption dan meyebarkannya di sosmed. Menurutnya itu hanya membuang-buang waktu.

Ramzan dan Harry masih saja berbincang mengenai kerja sama antara perusahaan mereka. Lisi ingin sekali cepat-cepat mengakhiri semua ini, membawa Ramzan keluar dari restorant, tetapi pada kenyataanya Lisi tidak bisa melakukan itu semua.

"Lisi, kamu kenapa?" tanya Ramzan dengan nada khawatirnya.

"Emm... Aku nggak apa-apa Ram," jawabnya sedikit gugup. Oh, ralat, benar-benar gugup.

"Kau yakin? Wajah mu terlihat pucat,"

"Hanya sedikit pusing saja, mungkin karena aku kecapean,"

Harry yang sedari tadi hanya menyaksikanyan tahu bahwa Lisi berbohong.

"Kalau begitu kita pulang saja," ucap Ramzan, Lisi mengangguk memang itu yang di inginkannya sedari tadi.

"Maaf sebelumnya, Harry. Saya harus pulang duluan, Lisi sedang tidak enak badan." pamit Ramzan.

"Oh, iyaa, tidak apa-apa kok. Semoga anda cepat sembuh," ucap Harry seraya menatap Lisi. Lisi mengangguk.

***

Didalam suasana kelas yang sangat ramai itu, tidak mempengaruhi gadis yang sedang duduk sambil membaca buku dengan seriusnya. Gadis berumur 15 tahun itu sangat gemar membaca. Walaupun saat inu sedang jam istirahat gadis itu tetap tidak peduli.

Suasana kelas kini bertambah ricuh, namun gadis itu tetap masa bodo, tidak memperdulikan. Sampai seorang gadis berlari ke arah meja nya.

"Lisi..." nafas gadis itu memburu, Lisi mengangkat kepalanya, menatap teman sebangku-nya itu.

"Iyaa, kenapa?"

"Mendingan lo sekarang kebawah," perintah Lala--teman Lisi.

"Mau ngapain? Gak ah, gue mau disini aja," ucap Lisi sambil membuka kembali buka bacaanya tak kalah cepet Lala menutup kembali buku itu.

Tanpa banyak bicara, Lala menarik tangan Lisi agar ikut bersamanya menuju lapangan.

Benar saja, suasana lapangan begitu ramai dipenuhi seluruh murid. Lisi yang tidak tahu apa-apa menoleh ke samping, menatap Lala.

"Kita ngapain sih La, kesini?" tanya Lisi. "Udah, yuk, kita ke kelas aja," Lisi berbalik, melangkah, tapi Lala menahannya.

"Bentar aja, Lis. Kalo lo penasaran, liat aja ke arah lapangan,"

Lisi mengikuti intruksi Lala, menatap ke arah lapangan. Detik kemudian, Lisi merasa terkejut dengan apa yang dilihatnya.
Di tembok lapangan ada spanduk yang cukup besar, bertulisan "ALISIA RENATA GUE CINTA SAMA LO! LO MAU NGGAK JADI PACAR GUE?" -HARRY.

Kenangan-kenangan itu masih saja terlintas di ingatan Lisi. Masa dimana untuk pertama kalinya Lisi merasakan apa yang dinamakan jatuh cinta.

Harry. Cinta pertamanya. Lelaki yang dulu sering membuatnya tertawa karena kekonyolan-kekonyolan pria itu.

Lisi menghela nafas, menatap angin malam sebelum pergi dari balkon menuju kamar.

Sesampainya didalam kamar, Lisi melihat Nadira yang sedang berada di depan cermin sambil mengusap-usap perutnya.

Lisi mendekat ke arah Nadira.
"Kamu kenapa, Di?"

Nadira sedikit terkejut, menoleh kearah Lisi sambil tersenyum.
"Aku nggak pa-pa, kak. Cuma kayak ada yang beda aja,"

"Apanya yang beda?"

"Kok perut aku nggak kayak ibu hamil lainnya ya, kak?" ucapan Nadira membuat Lisi semakin bingung, Nadira menyadari raut kebingungan Lisi.
"Kenapa perut aku belum besar, ya?"

Lisi yang mulai mengerti, tertawa kecil.
"Memangnya, berapa usia kandungan mu?"

"Tiga bulan lewat seminggu,"

"Hahaha... Kamu itu ya," Lisi tertawa karena ke polosan Nadira.
"Pantas saja belum besar, perut kamu akan keliatan besar kalau usia kandungan kamu sudah lima bulan," jelas Lisi.

Nadira terkekeh. Dia sangat tidak sabar dengan perkembangan bayinya. Belum lahir saja Nadira sudah sangat menyayangi bayi yang dikandungnya. Nadira sudah tidak sabar menanti kehadiran bayinya itu.

***

Sorry for typo's!

Jgn lupa vomment nya!
Biar lanjut😊

Because I'm... Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang