Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
APH - Bukan milik saya .
. .
Malaysia memandang layar ponselnya, kemudian mendengus begitu melihat ada panggilan masuk dari orang yang ada dalam daftar teratas orang yang tidak ingin ia ajak bicara.
Indonesia.
Atau yang biasa ia panggil sebagai Airlangga, yang merupakan personifikasi dari Indonesia.
Pemuda berambut hitam lurus itu mengetukkan jemarinya, tangannya yang putih seakan enggan mengangkat panggilan dari Airlangga. Mengingat beberapa kejadian tak mengenakkan yang pernah mereka alami dulu. Mulai saling mengklaim kepunyaan negara sampai saling mengejek antar negara.
Dia benci, ketika memberi nasihat pada Airlangga tapi tak pernah digubris, malah menyumpahinya dengan serapah.
"Pilihanku tak pernah salah soal negaraku, jadi aku tetap dengan pendirianku."
Dan keras kepala. Khas Airlangga.
Malaysia ingat ketika mereka kecil, dia dan Airlangga sering beradu pendapat soal apa yang akan mereka perbuat untuk negara masing-masing.
"Negaraku akan kubuat menjadi pemerintahan yang demokratis, supaya rakyatku bisa memilih pemimpinya sendiri." Katanya mantap. Mata hitamnya berbinar ketika mengatakan itu, Malaysia mengendikkan bahu malas menyanggah perkataan dari personifikasi Indonesia itu.
"Terserahmulah, kusanggahpun tidak akan kau dengarkan." Balasnya, yang mendapat cengiran dari Airlangga.
Kekanak-kanakan.
Malaysia menghela nafas, ingatan tentang personifikasi Indonesia itu terus menyeruak masuk dari dalam kepalanya.
"Negaraku itu berbeda-beda tetapi tetap satu."
Malaysia meringis mengingat pernyataan yang keluar dari mulut Airlangga, jelas sekali perkataan Airlangga saat itu berbanding terbalik dengan kondisi negara Indonesia yang saat ini tengah terpecah belah hanya karena agama dan politik.
Pemuda yang mempunyai rupa hampir sama dengan Indonesia itu mengusap keringat yang menetes dari dahinya. Beberapa detik kemudian Malaysia akhirnya memutuskan untuk mengangkat panggilan dari Airlangga.
"Kukira kau sudah mati?" Hal pertama yang ia dengar dari personifikasi Indonesia.
Sakartis dan bermulut pedas.
Malaysia terkekeh. Betapa bodohnya dia yang tidak bisa mengabaikan Airlangga sampai saat ini.
"Jadi kali ini ceritanya tentang apa?"
"Bukan kasus sianida lagi kan?" Sambungnya to the point, membuat personifikasi Indonesia itu menyumpahinya diseberang sana.
Malaysia menunggu beberapa detik, menunggu personifikasi Indonesia itu berbicara lagi. Dan-
Klik
Airlangga malah mengakhiri panggilannya secara sepihak. Membuat Malaysia menyengrit keheranan.
Dan tak lama pesan baru muncul di layar ponsel miliknya.
"Zaki sialan." Malaysia tersenyum maklum membacanya, harga diri personifikasi Indonesia itu tingginya selangit, Malaysia menepuk dahi, lupa akan hal itu. Bahkan Airlangga memanggil namanya bukan nama negaranya.
Malaysia tak perlu repot membalas pesan dari Airlangga. Toh, Jika dibalas, dia akan mendapatkan sumpah serapah lagi dari Airlangga.
Personifikasi Malaysia itu kemudian dengan malas melanjutkan kembali pekerjaanya yang menumpuk di atas meja.
. . . Lama gak main ke APH. Tiba-tiba rindu mereka (╯3╰) Malah buat asupan sendiri ("•́ ₃ •̀) . . Malaysia = Zaki Indonesia = Airlangga . . Oh iya, cerita berjudul Telapak saya hapus, karena filenya ilang, males mau ngetik ulang 〒_〒