Makam Jalan Witling

45 7 2
                                    

Dasar penyihir tak tahu terima kasih! Aku baru saja sampai di rumah dan ia memasukkanku ke dalam botol kaca ini. Ya, kau tidak salah dengar. Aku dikurung dalam sebuah benda mungil ini. Aku tidak tahu bagaimana, tapi ketika ia membuka penutupnya aku serta merta tersedot ke dalam. Anehnya lagi, badanku yang besar bisa mengecil dan muat di dalam penjara transparan ini.

"Jin kurang ajar! Baru saja aku membiarkanmu keluar sebentar kau sudah mau kabur," ujarnya bawel seperti biasa. Wajahnya tampak begitu besar di hadapanku. Ia memandangiku dari luar botol seperti seorang raksasa.

"Kau tahu 'kan, kau tidak akan bisa pergi dariku," ucapnya tampak geram.

Sial! Bisa gagal rencanaku hari ini. Padahal, aku harus segera ke rumah sakit dan menyelamatkan jasadku sendiri sebelum dimakamkan. Kalau sampai hal itu terjadi, aku mungkin akan kehilangan harapan untuk kembali menjadi manusia normal.

"Maafkan aku, tuan. Aku hanya sudah lama tidak melihat dunia luar," kataku sambil menampakkan muka memelas.

"Aku akan mengurungmu di sini sampai besok," katanya seraya membalikkan badan.

Besok? Tidak ... tidak bisa besok. Semuanya akan terlambat kalau aku tidak melakukannya hari ini. Aku harus mencari cara. Aku berusaha memutar otakku, menggali pikiran. Ayolah! Apa pun alasan yang bisa kugunakan untuk keluar dari tempat menyedihkan ini.

"Tunggu, tuan! Kalau kau menahanku di sini, aku tidak bisa menyiapkan makanan untukmu hari ini," ujarku setengah berteriak. Kelihatannya ia mendengarku dan menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak menoleh ke arahku.

"Kau pikir aku tidak menguasai sihir pemasak? Kau lupa bahwa mantera itu aku yang mengajarkanmu?" Jawabnya yang membuatku pusing setengah mati. Aduh! Aku harus cari alasan apalagi?

"Lima hari lagi kau harus melakukannya, tuan. Janjimu pada tuan Thomas malam itu. Apa kau sudah menyusun rencananya? Kau bahkan belum melatihku sama sekali," ujarku lagi dengan sangat lancar. Sungguh ide yang mengada-ada.

Tn. Gregory menoleh padaku kali ini, "kau benar. Aku masih harus mengajarimu."

Ia membuka tutup botol kaca ini dan seketika tubuhku tersedot keluar. Lega sekali rasanya. Sayangnya, aku tidak tahu lagi bagaimana caranya bisa melarikan diri sejenak hari ini. Dia pasti akan terus bersamaku saat latihan.

Penyihir cerewet menyuruhku mengikutinya ke taman belakang. Kami berdiri di bawah sebuah pohon yang cukup besar dan rindang. Ia diam sebentar sambil jari telunjuknya bermain pada dagunya.

"Ini adalah persaingan antara dua bisnis parfum yang terkenal di Inggris, bahkan mungkin dunia. Sejujurnya aku belum punya rencana untuk Magnelion," ungkapnya. Kupikir dia membawaku ke sini dengan sebuah siasat yang sudah matang. Penyihir payah!

Baiklah, ini mungkin bisa jadi kesempatanku. Barangkali aku bisa merayunya untuk mengizinkanku keluar rumah sebentar jika aku bisa memberinya ide cemerlang. Berpikir, berpikir lah Zane!

Nah, iya, "tuan, jika aku memberimu ide yang bagus apa kau akan menuruti satu permintaanku?"

"Jin bodoh sepertimu, aku tak yakin kau punya ide," jawabnya dengan senyum mengejek.

"Baiklah kalau begitu, silakan pikir sendiri strategimu, tuan," balasku sinis.

"Apa yang kau inginkan?" Tanyanya kali ini. Bagus!

"Aku hanya ingin keluar sebentar, tuan. Aku sangat bosan di sini," pintaku dengan nada yang amat lembut.

"Kau pikir aku akan membiarkanmu kabur lagi?" Jawabnya kasar.

Tormo : Terperangkap Dunia ImaginnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang