Siang ini Zara tidak tidur. Dia dan aku akan melakukan apa yang sudah kami rencanakan kemarin. Kelompok jin dari langit pertama telah datang tadi malam menjelang fajar. Aku sempat melihat mereka. Tentu saja aku tidak datang dalam kerumunan jin-jin Loriocelas yang bergembira menyambut mereka. Aku hanya mengintip mereka dari jendela di rumah Zara yang kebetulan terletak di dataran yang lebih tinggi dari pusat perkampungan.
Mereka berjumlah enam orang. Wujud mereka sama saja dengan jin yang lain di sini kecuali untuk pakaian mereka. Jubah putih yang aku yakin sangat lembut tampak memantulkan cahaya bulan membalut tubuh mereka. Baju yang sederhana tetapi terlihat sangat anggun dan berwibawa. Sebagian dari mereka adalah wanita dan satu orang yang bertubuh lebih kecil dari lainnya. Mungkin dia lebih muda dari lainnya? Entahlah.
"Hei, kau sudah siap?," tanya Zara padaku.
"Jujur saja tidak, tapi aku harus melakukannya 'kan?," jawabku setengah ragu.
Tengah hari seperti sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyelinap ke tempat jin. Zara sudah pasti sangat memahami hal ini. Kami bergegas keluar dari rumah, lewat belakang tentunya. Kami menyusuri lorong-lorong kecil sembari menengok ke kanan, kiri dan belakang. Tidak boleh membuat suara apa pun yang dapat membangunkan mereka.
Kami tiba di belakang sebuah rumah yang kami dengar sebagai tempat peristirahatan mereka. Sayangnya, ini adalah rumah kepala Loriocelas. Itu artinya rumah ini mungkin punya penjagaan istimewa. Ya, ini hanya perkiraanku saja sih.
"Osmolia," bisik Zara. Rupanya itu adalah sebuah mantera penembus benda di dunia Imaginn.
Kami berhasil masuk ke sebuah ruangan. Aku tidak mengerti tempat ini, tapi aku percaya pada Zara. Ia pasti lebih mengetahui seluk beluk rumah para jin.
Aku mengekor Zara berpindah ke ruangan lainnya. Lebih luas dari ruang sebelumnya, kelihatannya ini ruang utama. Terdapat sebuah meja batu panjang dan beberapa kursi batu di sekelilingnya.
Zara mengeluarkan sebuah benda mirip kacamata dari kantung yang ia bawa sejak dari rumah. Ia memakainya dan kemudian mendekatkan wajahnya ke dinding. Sangat dekat hingga hidungnya menempel pada tembok itu. Tidak lama dari satu dinding ia pindah ke sisi yang lain hingga ia menoleh padaku.
Zara melambaikan tangannya padaku dan aku menghampirinya. "Kenapa?," bisikku di samping telinganya.
"Dia adalah jin yang kukenal, masih seumuran dengan kita. Aku akan mencuri sedikit rambutnya," terangnya dengan lirih.
"Osmolia," ucapnya membaca mantera penembus lagi. Ia menjulurkan tangannya ke dinding namun tidak dapat melaluinya.
"Kamarnya dijaga mantera anti penembus," ujarnya lagi.
"Tunggu di sini!" Zara mengendap-endap ke arah jendela kamarnya. Bentuknya hanya sebuah lubang cukup lebar yang diberi kain tirai. Ia menyeka tirainya sedikit dan mengintip ke dalam. Kelihatannya cukup aman sehingga ia membukanya lebih lebar, menaikkan kakinya dan berhasil masuk.
Aku hanya menunggu di depan kamar dengan penuh rasa was-was. Kekhawatiranku ini akhirnya menimbulkan rasa penasaranku. Kuputuskan untuk mengintipnya dari jendela.
Zara mengeluarkan belati kecil. Ia meraih rambut jin itu dan memotongnya beberapa helai. Ia menyimpan rambut itu dalam sebuah kantung kecil yang ia ikat di pinggangnya. Setelah berhasil mencuri, ia berjalan pelan ke jendela.
"Berhasil!," ujarnya padaku.
Aku tersenyum ceria mendengarnya. Kubuka tirai lebih luas untuk mempermudahnya.
Masih memandanginya menuju jendela, aku melihat hal buruk. Anak lelaki jin itu, yang tadinya berbaring tenang tiba-tiba sudah dalam posisi duduk di atas kasurnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tormo : Terperangkap Dunia Imaginn
Fantastik"JANGAN PANGGIL AKU JIN, AKU MANUSIA!" Ketika sebagian manusia mulai tidak percaya keberadaan jin sebagai makhluk tak kasat mata dari dunia Imaginn, menurutmu bagaimana jika seorang anak manusia malah merasakannya sendiri? Menjadi seorang ji...