Sahabat

64 10 4
                                    

Suara kicauan burung bersahutan menjadi hiburanku pagi ini. Sungguh bunyi yang indah daripada mendengar omelan si bawel itu. Aku duduk bersantai di taman belakang menunggu tuanku menikmati kopi yang aku siapkan.

"Aku merasa ada yang kurang," ujar si cerewet.

"Apa itu, Tuan?" tanyaku seraya tersadar dari lamunanku.

"Sesuatu yang aku ingin lihat, tapi aku lupa," katanya lagi. Ia meletakkan cangkirnya lalu berdiri dari kursinya. Pandangan matanya mengarah ke langit, kemudian melirik sebentar ke kanan. Tn. Gregory tengah berusaha menarik kembali sepotong memorinya yang tertinggal.

"Berita! Ya, berita tentang peristiwa tadi malam. Pasti sangat seru!" ucapnya begitu bergairah. Ya, aku tahu dia sedang gembira sekali pagi ini.

"Koran pagi ini tidak datang, Tuan. Aku tidak tahu kenapa," jelasku sebelum ia bertanya surat kabar langganannya.

"Ah, sayang sekali. Kau, pergilah membelinya untukku," titahnya.

"Siap, Tuan," jawabku lugas.

Ada saja yang ia bisa perintahkan padaku. Benar-benar merusak pagi hariku yang damai dan tenang tadi. Walaupun begitu, tugas yang seperti ini jauh lebih aku sukai daripada pekerjaan kotor dan licik seperti tadi malam. Lagipula, aku bisa keluar rumah hari ini. Bagus!

Aku mengubah wujudku dan mulai mengayunkan sayapku. Embusannya menggoyahkan dedaunan di sekitarku dan membuat burung-burung itu melarikan diri. Binatang seperti mereka memang punya kemampuan untuk melihat makhluk halus macam aku. Mereka lebih peka dibandingkan manusia.

Langit sekarang sedang nyaman sekali. Empasan anginnya sejuk menyegarkan badanku ketika menembusnya. Sang surya juga belum terlalu terik di musim panas ini. Aku sengaja melambankan kecepatanku semata-mata untuk menikmati kebebasaan sesaat.

Baiklah, sudah cukup melayang-layangnya. Sebuah kios penjual koran dan majalah tampak mungil di bawah sana. Aku membentangkan sayapku dan mengipasnya perlahan hingga kakiku menyentuh tanah. Tak ingin bersikap ceroboh, aku bersembunyi di balik pohon yang pokoknya lumayan tebal. Kuubah bentukku menjadi si pria paruh baya lagi dan berjalan menghampiri si penjual.

"Ini tidak mungkin. Aku bahkan sedang menggunakannya sekarang," kata seorang pria muda kepada kawannya wanita yang tampak seusia dengannya.

"Apakah benar seburuk itu? Parfum mereka selalu jadi yang terbaik selama ini," sahut perempuan itu sambil membaca harian yang dibawa oleh teman prianya. Selepas itu mereka berlalu dari kios.

"Kau ingin koran, Tuan, atau majalah?" ujar si penjual menawariku.

Aku menunjuk salah satu surat kabar dengan gambar Tn. Oscar yang cukup besar, "Aku ingin yang itu."

Selesai membayarnya, aku segera membuka harian ini. Mataku tak lepas dari berita utama hari ini. Foto Tn. Oscar sedang memuntahkan isi perutnya terpampang sangat jelas dan dicetak berwarna. Sangat menjijikkan dan memalukan! Tepat di atasnya terdapat judul yang diketik tebal dengan ukuran yang besar. Hadirin Dikejutkan Parfum Magnelion Berbau Busuk adalah tajuknya.

Maafkan aku, Tuan. Akulah yang menghancurkannya. Batinku sangat tertekan rasanya membaca berita ini. Ternyata aku sudah sehina ini dan semenjijikkan ini. Tanganku sama sekali tidak pantas disebut suci, bahkan sangat kotor. Tanpa sadar jemariku meremas lembaran surat kabar dalam genggamanku yang gemetar.

Jangan. Penyihir licik itu pasti akan memarahiku jika ia melihat korannya kusut. Beruntung kertasnya tidak terlalu koyak sehingga aku bisa meluruskannya kembali dengan tanganku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tormo : Terperangkap Dunia ImaginnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang