Zara dari Galaham

135 17 33
                                    

Guk guk! Guk guk guk!

Aku seperti mendengar suara. Sepertinya sangat familiar, tetapi kepalaku rasanya sangat berat. Mataku terasa enggan membuka, sialnya suara berisik itu kian mengganggu. Kubuka mataku perlahan. Ahh begitu lengketnya kelopak mataku.

Astaga! Tanpa berpikir aku menggeser mundur posisi dudukku. Ada anjing tepat di hadapanku. Kelihatannya jenis Siberian Husky berbulu cokelat dan putih. Ia tampak begitu dekat hingga ketika ia menggonggong liurnya terciprat ke wajahku.

"Pergi kau! Hus, hus!" Hardikku mengusir anjing itu. Sayangnya ia seperti enggan menjauh sama sekali. Hanya saja, biasanya anjing liar akan langsung menggigit siapapun di hadapannya ketika ia menjadi marah dan gila seperti ini, bukannya hanya menggonggong terus-terusan.

Dasar anjing sialan. Aku beranjak dari dudukku, segera berbalik arah dan berusaha berlari sekencang mungkin menjauh dari si monster kecil tadi. Namun, sekitar lima puluh meter aku berlari, suara gonggongannya semakin tak terdengar. Aku menoleh ke belakang. Anjing itu tidak mengejarku sama sekali. Ia tetap berada di sana dan mengoceh seperti orang bodoh. Oh maaf. Aku lupa dia bukan orang.

Baiklah, sekarang aku tidak perlu berlari. Lagipula, tubuhku rasanya penat sekali. Aku berjalan santai ke ujung lorong ini, mendekat ke jalan raya. Tunggu. Aku berada di Jalan Dulwich. Ya benar, di seberang sana dengan jelas aku bisa melihat Taman Brockwell.

Tiba-tiba kilatan ingatan tebersit dalam otakku. Tadi, bukankah tadi aku tidak di sini? Sejauh yang kuingat, terakhir kali aku berada di rumah tua itu, tidak jauh dari rumahku di Dartford. Aku mulai ingat kembali, kejadian mengerikan itu. Tapi, mengapa sekarang aku bisa ada di sini? Tidak. Pasti ada yang salah. Mungkin ingatanku yang kacau.

Aku mencoba menarik kembali semua yang aku ingat dari kejadian beberapa menit yang lalu. Tapi tetap saja, kejadian di rumah tua itu yang paling jelas dalam memoriku. Apa peristiwa tadi hanyalah mimpi? Tapi bagaimana mungkin sekarang aku malah di Herne Hill? Kalau pun aku berjalan dalam tidurku, mustahil akan sejauh ini.

Baik, tenang. Yang harus kulakukan sekarang adalah pulang ke rumah. Aku hanyalah remaja usia empat belas tahun yang tentu saja orang tuaku akan mencariku jika aku hilang. Ya, taksi bisa membantu. Aku tidak membawa uang sesen pun, jadi hanya taksi yang bisa kuandalkan.

Aku berdiri di trotoar di tepi Jalan Dulwich menunggu taksi. Salah satunya kulihat berjalan mendekat. Aku melambaikan tanganku memberi tanda. Tetapi, ia sama sekali tidak mengurangi kecepatannya. Taksi itu hanya lewat begitu saja. Menyebalkan! Apa dia tidak mau dapat penumpang?

Sebuah taksi lain terlihat mengarah ke tempatku berdiri. Kali ini ia melambatkan lajunya setelah aku memberi tanda. Taksi itu berhenti sekitar lima meter dari tempatku berdiri. Baiklah, tidak harus tepat di depanku 'kan? Aku berjalan menghampirinya dan sialnya, tiba-tiba seorang wanita secara tidak sopan menyerobotku begitu saja. Ia membuka pintu taksi itu.

"Maaf nyonya, tapi saya memanggilnya lebih dulu. Nyonya seharusnya menunggu taksi berikutnya," ujarku dengan cukup sopan walaupun dengan nada emosi, tepat di sisi wanita itu. Anehnya, ia sama sekali tidak menghiraukanku. Jangankan menjawabku, menoleh saja tidak. Ia justru segera duduk, menutup pintu dan taksi itu melaju meninggalkanku.

Tidak. Bagaimana ini. Bagaimana aku bisa pulang tanpa taksi? Tidak ada cara lain, aku tetap harus mencari taksi yang lain. Akhirnya aku menahan diriku berdiri menunggu di sini. Sangat menyedihkan.

Brakkk!

Aku jatuh tersungkur di trotoar. Wajahku bahkan menempel di permukaan jalan ini. Aduh. Siapa orang gila yang menabrakku begini!

Tormo : Terperangkap Dunia ImaginnTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang