1: Mingyu

1.5K 140 4
                                    

"Hmm...Bwahh.."

Udara pagi ini tampaknya lebih segar dari kemarin. Aku selalu menyukai kehidupan remajaku. Jika banyak pelajar yang mengatakan bahwa kehidupan remaja itu sangat membosankan, tidak untukku. Aku berusaha menikmatinya.

Terlanjur menikmatinya.

Mendapatkan uang jajan setiap harinya. Kau tidak perlu menghabiskannya, tinggal minta saja makanan dari temanmu, dan kau akan diberikan. Selama kau benar-benar tahu cara merayu temanmu. Uang jajanmu utuh untuk dipakai berkencan, atau berbelanja kaset games terbaru hari ini.

Kau tidak perlu harus belajar untuk mendapatkan nilai bagus. Selama kau pintar dalam berstrategi bersama kawanmu, nilai bagus lebih mudah didapatkan daripada yang punya otak cerdas sekalipun. Tapi, rasa waspada tentu saja jadi senjata terbaikmu. Kau tahu maksudku, kan?

Bahkan kau tidak perlu takut merasa bosan dengan lingkungan kelasmu yang kacau balau, dipenuhi buku-buku pelajaran, dan pekakan makian beberapa kawanmu hanya sekedar bercanda. Bertemu dengan orang-orang membosankan yang setiap hari terpaksa harus kau sapa di lorong sekolah. Atau harus bertugas bagai babu jika berpapasan dengan guru yang meminta bantuan.

Kau hanya perlu melarikan diri ke beberapa spot sekolah yang tersembunyi. Yang bisa saja kau jadikan tempat istirahat dan tidurmu selain kasur di rumah sesekali waktu. Bahkan jika kau beruntung, kau jadikan tempat itu sebagai milikmu sendiri.

Aku contohnya.

Menemukan spot menakjubkan dan sangat aman dari buruan anak-anak lain, yang mengganggu waktu tenangku. Atap sekolah. Tempat aku menidurkan diri kali ini,sambil melihat jejeran awan di atas langit.

Ada biru muda, putih, beberapa warna hitam (kenapa burung-burung di Korea berwarna gelap?). Asupan yang baik untuk mataku yang butuh warna-warna cerah,daripada warna kelabu kusam dan pucat di dalam sekolah.

"Hidup itu harus dinikmati. Ya. Kau benar, Mingyu. Kau sangat pintar sekali." aku tersenyum bangga. Memuji diriku sendiri sembari membantalkan kepala di atas dua tangan terlipat, dan bertelentang ke sekian waktu, tidak menghiraukan suara bel selanjutnya. Aku lalu hanya mengatup mata.

Namun,

itu tidak berlangsung lama.

BRAKKKK

Suara dobrakan membuat mataku langsung terbuka lebar. Keheningan menjadi sangat mencekam dengan suara pintu tadi yang dipaksa terbuka. Seingatku,aku sudah menutupnya rapat-rapat. Tidak mungkin karena angin,kan?

Aku serius mengatakan bahwa atap ini terjamin dari anak-anak pengganggu. Tidak ada yang pernah datang kemari, karena atap ini sudah dikenal akan kutukannya (Yang sampai sekarang aku tidak pernah percaya). Tidak ada secentimeter pun ada yang berani melewati pintu masuk atap setelah rumor tak berdasar itu (tentu saja kecuali aku).

Aku merangkak. Posisi tidurku berada di balik dinding sebelah pintu. Siapapun yang mendobrak masuk, tidak akan langsung melihatku. Aku bersender pada dinding, menggesek-gesek bokong (maksudku, menggeser posisi dudukku pelan-pelan), agar bisa mengintip ke arah pintu masuk.

Yang kulihat setelah pada pintu yang terbuka lebar, ada seorang siswa lain dengan seragam yang sama denganku, berdiri di tepi pembatas atap. Ia berdiri, diam, tidak melakukan apapun selain menatap lurus atau ke bawah bangunan. Aku berharap ia tidak berencana untuk bunuh diri.

Ya walaupun itu mustahil,kecuali ia berminat memanjat pagar kait yang dipasang tinggi mengitari tepi pembatas.

"Siapa dia?"

Aku tetap terdiam. Lebih baik berada jauh dari posisinya, daripada ia terkejut, dan benar-benar akan memanjat pagar kait saking ketakutannya. Ah. Itu terlalu berlebihan.

EYE WITNESS; Meanie[√] Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon