Semenjak melihat keadaan Selly tadi, pikiran Dion selalu tertuju kepadanya. Dion berniat kalau pulang sekolah ini akan menjenguk Selly. Walaupun ia memang akan pergi ke sana. Karena bagaimanapun, mobilnya berada di rumah anak kembar tersebut.
Mengingat kejadian yang dialami Selly, Dion tak habis pikir. Bagaimana bisa Selly menjadi korban bullying seperti itu di sekolah ini. Setau Dion, Selly tidak pernah mencari masalah. Bahkan untuk mendekati masalah saja sepertinya ogah.
Lalu kenapa Selly jadi bahan bullying? Dan siapa pula pelakunya? Kenapa dia membully Selly? Dan apa untungnya dia membully Selly?
Pertanyaan semacam itu terus mengiang di otak Dion. Dia tak bisa fokus dengan pelajaran. Jadi dia memutuskan untuk ijin ke kamar mandi. Menyegarkan wajah serta pikirannya.
Dion pun keluar dengan santai setelah diberi ijin. Dia menuju ke toilet pria yang terletak di samping tempat kejadian tadi.
'Tapi itu keterlaluan'
Dion mengernyit heran ketika mendengar suara seorang cewek dengan nada yang tinggi di dalam toilet wanita itu.
'Uang lagi. Uang lagi.'
Dion masih setia mendengar pembicaraan seorang cewek yang suaranya terdengar familiar itu. Tapi, tak lama kemudian terdengar suara gemericik air yang membuat Dion tak bisa lagi mendengar suara cewek itu.
Dengan perasaan yang kecewa karena tak bisa mendengarnya lagi, Dion pun memasuki toilet pria. Ia menuju wastafel dan menyalakannya. Membuat air mengalir dan membasahi tangannya. Lalu ia basuh wajahnya dengan air yang mengalir itu.
Setelah itu, Dion berjalan lagi menuju kelasnya. Tapi langkahnya terhenti saat melihat Rindy yang keluar dari toilet wanita yang tadi.
"Rin" panggil Dion menghentikan langkah Rindy. Dion kemudian berjalan mendekatinya.
"Eh iya. Kenapa Di?" Tanya Rindy dengan wajah yang terlihat gugup? Iya, bisa dikatakan gugup.
Dion menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dia ingin menanyakan perihal suara cewek yang tadi di dengarnya itu. Apakah itu suara Rindy? Maybe yes, maybe no. Karena suara tadi agak samar-samar. Dan suaranya juga bisa dibilang agak mirip-mirip dengan Rindy.
"Di toilet situ cuma ada lo? Sendirian?"
"Iya."
Dion menaikkan alisnya. "Kalo lo sendirian. Terus tadi lo ngomong sama siapa?"
Rindy tertegun. "Tadi ada tuh kakak kelas berdua juga masuk di situ."
"Kata lo sendirian."
"Iya gue sendirian karena mereka berdua keluar duluan sebelum gue keluar."
Dion membulatkan bibirnya lalu bertanya lagi. "Terus yang ngobrol tadi siapa?"
"Ngobrol?" Beo Rindy.
"Iya. Tadi nggak sengaja gue denger ada yang ngobrol"
Rindy melirikkan matanya sejenak ke arah kanan. "Kayaknya kakak kelas itu deh yang lagi ngobrol."
"Kayaknya?" Tanya Dion sambil mengerutkan dahi.
"Iya. Soalnya gue lagi nyalain air, jadi gue nggak denger."
Dion masih tidak yakin. Tapi, nggak ada gunanya juga. Jadi dengan berat hati, Dion pun me manggut-manggut kepalanya.
"Gue duluan ya, Di."
"Yo" jawab Dion yang masih termenung. Dia mengedikkan bahunya dan kemudian melangkahkan kakinya menuju kelas.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENCE
Novela JuvenilJika kita memiliki persamaan dengan orang lain, maka kita akan sangat mudah untuk bersamanya. Bersama dalam hal apapun. Tapi ketika kita memiliki sebuah perbedaan dengan seseorang, apalagi perbedaan keyakinan. Hal itu seperti menjadi sebuah pondasi...