Seseorang kemudian menepuk pundak Selly. "Hai Sel, Di"
"Lho Rindy?! Kamu di sini juga" ucap Selly tak menyangka.
Dion menghembuskan napas kesal. Dia berharap kalau malam ini dia akan menghabiskan waktu berdua hanya bersama Selly. Tapi sepertinya Tuhan berkehendak lain.
Rindy tanpa permisi menarik kursi di hadapan Selly yang berarti di samping Dion dan langsung berdiri. Sebenarnya mereka berdua kaget karena Rindy lebih memilih duduk di samping Dion, cowok yang tidak dekat dengannya dari pada di samping Selly, sahabatnya sendiri.
"Iya. Gue ikut bokap sama nyokap yang lagi ada acara bisnis." Rindy melirik Dion "Bisnisnya keluarga lo 'kan, Di?"
"Em? He'em"
Dion hanya membalas singkat.
Tak lama kemudian seorang pelayan membawa makanan yang cukup banyak beserta minumannya. Ini sebenarnya Dion memesan untuk dimakannya dengan Selly. Tapi karena Rindy ikutan gabung, jadi makanan yang dihidangkan ini untuk mereka bertiga.
"Lo berdua kok bisa barengan ke sini sih? Yah gue tahu lah kalo lo berdua temenan. Tapi Selly? Kok lo bisa di sini? Nggak sama Sella lagi."
Selly tak tahu harus menjawab apa. Dia bingung.
"Gue yang ngajak dia" sahut Dion secara kilat. Membuat Selly dan Rindy menoleh ke arahnya yang tengah melahap makanan.
Wajah Rindy sudah tak seceria tadi. Air wajahnya berubah. "O-oh. Gue kira Selly ngikut bokapnya"
"Nggak" jawab Selly dengan tersenyum kikuk.
Setelah itu suasana meja ini terasa canggung. Tak ada suara sama sekali. Ketika sendok dan garpu bertabrakan dengan piring, seolah menjadi iringan bagi mereka untuk menikmati makanannya.
Dion hanya memakan sedikit. Selera makannya telah pudar ketika Rindy ikut gabung bersamanya.
Begitupula dengan Selly. Sebenarnya dia tak apa jika Rindy ikut gabung bersamanya. Tapi ketika berbagai pertanyaan itu dilontarkan oleh Rindy, selera makan Selly pun menjadi menurun.
Dion berdehem, kedua perempuan yang duduk satu meja dengannya menghentikan kegiatan makan mereka.
"Lo udah makannya, Sel?"
"E-em udah"
Dion berdiri, merapikan tuxedo yang dikenakannya sejenak lalu mengulurkan sebelah tangannya ke hadapan Selly.
Selly mendongak seolah bertanya apa yang harus dilakukan Selly saat ini. Dion melirik tangannya yang terulur lalu menatap Selly, mengangguk sembari tersenyum.
Dengan gugup, Selly menerima uluran tangan Dion dan kemudian berdiri.
"Kita pulang ya?" Tanya Dion memastikan.
Selly mengangguk.
Rindy melongo menatap sepasang makhluk Tuhan yang berada di hadapannya tengah beradegan romantis. Dadanya terasa sesak melihat kelakuan dua orang tersebut. Ia ingin sekali menjerit dan berteriak. Tapi, dia tidak berhak.
"Gue duluan ya, Rin. Udah malem, mau nganter tuan puteri pulang" ujar Dion membuat Selly merona ketika dianggap sebagai tuan puteri.
"Ok"
Rindy hanya bisa menjawab singkat dan tersenyum dengan senyuman palsunya.
"Duluan ya, Rin" pamit Selly.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENCE
Teen FictionJika kita memiliki persamaan dengan orang lain, maka kita akan sangat mudah untuk bersamanya. Bersama dalam hal apapun. Tapi ketika kita memiliki sebuah perbedaan dengan seseorang, apalagi perbedaan keyakinan. Hal itu seperti menjadi sebuah pondasi...