BAB 10

14 3 13
                                    

"Nggak. Maksud gue, lo cinta sama gue? Lo pengen gue selalu sama lo?" Dion memperjelas pertanyaannya.

Dengan keberanian yang hanya setitik, Selly menatap mata Dion. Tepat di mata cokelatnya. "Iya. Aku sayang sama kamu Di. Bahkan aku cinta sama kamu. Aku juga nggak mau pisah sama kamu." Aku Selly dengan suara yang bergetar.

Kemudian tak ada suara yang keluar dari mulut mereka berdua. Selly hanya bisa menunggu Dion membalas pengakuannya barusan. Ia tak tahu apakah ia sanggup jika harus mendengar kata-kata yang tak enak di dengar dari Dion.

Walaupun Dion telah beberapa kali mengatakan kalau ia menyayangi Selly, tetapi tetap saja masih banyak keraguan dalam diri Selly untuk memahami kalimat itu.

"Gue juga punya perasaan yang sama kayak perasaan lo Sel. Gue cinta sama lo. Gue juga mau hidup bareng sama lo."

"Tapi kita nggak mungkin bisa hidup bareng-bareng, Di" suara Selly terdengar serak. Ia tengah menahan air matanya

"Kenapa Sel? Apa karena gue yang bakal tunangan sama Rindy? Kalo itu masalahnya, lo tenang aja. Karena gue nggak bakal tinggal diam untuk nerusin hubungan ini." Dion mencoba menghibur kegelisahan Selly.

Tapi bukan alasan ini yang dimaksud oleh Selly. Ya, Selly tahu jika Dion tidak mungkin mau bertunangan dengan Rindy jika ia tidak dipaksa. Tetapi, perbedaan itu yang menjadi masalah utamanya sekarang.

"Bukan itu Di. Tapi-" Selly berhenti sejenak. Mencoba menguatkan dirinya untuk berkata tentang perbedaan yang menjadi penghalang di antara mereka.

"Tapi?"

"Aku sama kamu beda keyakinan." Ucap Selly dengan lirih.

Dion akhirnya mengerti mengenai masalah utama tersebut. Dia berdiri dan berjalan mendekati pagar pembatas di lantai dua ini.

"Ah! Kenapa hidup gue harus kayak gini Tuhan? Kenapa gue nggak bisa ngejalanin hubungan sama orang yang gue mau?" Teriak Dion.

Selly tak bisa berkata apa-apa. Air matanya mengalir membasahi pipinya. Dion pun bisa mendengar isakan dari gadis yang ia cintai.

Dion kemudian berjalan perlahan mendekati Selly. Direngkuhnya tubuh gadis itu ke dalam pelukannya. Ia mengecup kening Selly. Hingga beberapa menit kemudian ia baru melepaskannya.

Kedua tangan Dion meraih pipi Selly dan mendongakkan wajah gadis itu agar dapat melihat wajahnya.

"Gue pengen ngejalanin hidup gue bareng lo Sel"

Dada Selly terasa sesak. Bagaimanapun juga ia mengharapkan hal yang sama dengan Dion.

"Apa kita nggak bisa ngejalanin hubungan tanpa mengikut sertakan hal-hal yang berbau sama agama?" Tanya Dion.

Selly menggeleng pelan. "Nggak bisa Di." Dia berhenti sejenak menelan salivanya. "Aku sama kamu punya agama masing-masing. Terus untuk apa agama itu kalau nggak selalu diikut sertakan sama kehidupan kita?

"Dan kalau kita menjalani hubungan tanpa mengikut sertakan agama, bagaimana caranya kita bersatu? Bahkan kita butuh Tuhan untuk mempersatukan kita"

Dion memandang ke arah lain. Ia tak sanggup menatap wajah Selly saat ini. Wajahnya itu terlihat sedang menahan rasa sakit. Dari wajahnya itu, Dion merasakan hatinya tertusuk oleh beribu-ribu jarum.

Dion memandang Selly lagi. "Apa gue harus pindah agama, biar gue bisa hidup bareng elo?"

Selly menggeleng dengan tegas. "Nggak. Bukan itu Dion"

"Terus apa Sel? Gue cuma mau hidup sama lo. Itu doang."

"Tapi nggak boleh karena aku, kamu pindah agama. Agama itu nggak bisa dibuat mainan. Kamu pindah dari agama satu ke agama lain itu harus memang karena keyakinan kamu sendiri. Bukan karena orang lain." Jelas Selly.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 28, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIFFERENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang