Chapter Thirteen - Dua Pesan

99 31 2
                                    

Sunyi dan hening, tidak ada suara apapun yang memekak di telingaku, hanya suara batin yang sedang meresah di pikiranku saat ini.

Sekarang aku dan Nevan sedang mengendap-endap bersembunyi di balik tembok ruang Tata Usaha, dan ya untuk bagaimana kita berdua bisa sampai masuk di sini? Sangatlah butuh perjuangan dan kecerdikan untuk sampai dan berhasil lolos dari Pak Jono, satpam sekolah SMA 1 Sindang.

Sedikit cerita, beliau terkenal akan pertanyaan konyolnya ketika anak atau murid sepertiku yang telat, dan untuk Pak satpam yang satu ini tidak segampang satpam-satpam di sekolah lain, yang hanya bisa disogok untuk murid yang telat dan boleh masuk begitu saja ketika telat, tetapi tidak dengan beliau, sebagai gantinya dia akan mengajukan pertanyaan dan apabila jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan itu benar, dengan senang hati, beliau alias Pak Jono membuka gerbangnya, dan ya itu juga tanpa sepengetahuan guru piket, karena kalau ketahuan Pak Jono bisa dalam masalah katanya.

Dan untung saja, pada saat itu aku sudah mengetahui jawaban dari pertanyaan yang Pak Jono berikan kepadaku, sebagai kunci untuk bisa masuk ke dalam sekolah.

Sekarang aku bingung, apa yang harus aku lakukan agar bisa sampai di kelas dengan selamat dan tanpa sepengetahuan guru.

Aku pun membuka suaraku, "Kak lo kena--"

"Hussssttt!"

Aku langsung bungkam, diam. Ketika cowok yang berada di depanku ini menengok kebelakang melihatku dengan menempelkan telunjuknya di bibir, mengisyaratkan bahwa saat ini tidak tepat untuk berbicara, "Jangan berisik, tadi gue liat Bu Linda lagi ngehukum anak yang telat," terdengar Nevan memelankan suaranya, kemudian dia mengintip lagi mengeluarkan setengah kepalanya untuk melihat keadaan di lapangan, serta siswa siswi yang sedang dihukum di seberang sana.

Jujur saja. Baru pertama kalinya aku telat berangkat ke sekolah, dan inilah saat-saat pertama kalinya aku merasa tegang karena telat. Sehingga aku harus melakukan sesuatu yaitu mengendap-endap dan menyelematkan diri dari guru.

"Entar, kita nunggu Bu Linda pergi dari lapangan dulu, baru langsung lari naik ke tangga." Putusnya setelah itu, aku yakin wajahku saat ini terlihat tambah cemas, kemudian aku berdiri menyenderkan tubuhku di tembok dengan menatap lurus ke depan seraya berpikir entah apa yang akan terjadi jika ketahuan.

Aku menengokkan kepalaku ke arah Nevan lagi, dan aku mengambil napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan, "Udahlah Kak, gabung sama anak yang dihukum aja, lagian juga emang kita telat, 'kan?"

Nevan membalikkan tubuhnya, menghadapku dengan alisnya yang terangkat satu.

"Lo pengen dihukum juga kayak anak-anak itu?" Nevan menyenderkan tangan kanannya di tembok sehingga membuat tubuhnya tidak menempel di tembok, serta menyilangkan kakinya, "Ya udah sana, gue sih males, mending nunggu Bu Linda cabut dari lapangan, terus langsung lari ke kelas," lanjutnya dengan nada rendah tapi sedikit penekanan di setiap kalimat, sehingga mau tidak mau aku harus berpikir dua kali.

"Iya, tap--"

"Eh, eh, Bu Linda udah mau cabut tuh, yuk buruan!"

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku dia sudah membalikkan tubuhnya dan berbicara itu? Aku pun kaget karena ucapanku terpotong, dan Nevan, ia pun langsung memegang dan menyeret pergelangan tanganku untuk segera berjalan cepat.

Entah apa ini, dia menarik tanganku cepat sehingga aku pun sedikit berlari mengekor di belakang, mengikutinya. Sedangkan aku, aku masih menatap pergelangan tanganku yang di pegang erat oleh tangannya.

SHIELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang