Chapter Five - Asing

144 65 30
                                    

"Kelompok berikutnya, siap-siap maju. Sama tugasnya dikumpulkan," Tutur Bu Ros yang berhasil membuat Aku, Talitha, dan Stefany saling tatap.

Gawat!

Di kelas kami, kelas X.2 IPS. Sedang mengadakan diskusi kelompok, dan sebentar lagi kelompokku, kami. Akan mempresentasikannya,

Tapi..

Stefany menggoyang-goyangkan lenganku lagi, "Aduh, Shiell. Gimana nih kelompok kita belum bikin makalah, lebih tepatnya lagi gak ada yang bikin. Elo sih, di suruh ke warn--"

"Apaan sih lo! Jangan keras-keras juga kali, nanti kedengeran mampus lo!" Sanggahku melihatnya dengan sorotan tajam.

"Bukan lo aja, kita semua bakalan kena, Shiell!" Cibir Talitha melihat kami berdua.

"Ya, lagian juga, 'kan tuh ada si Abang, Bang kenapa juga sih enggak lo aja yang bikin makalah. Lo, 'kan sering main warnet!" Tudingku dan Abang kini mulai menundukkan kepalanya.

Abang, ia adalah cowok terabsurd yang pernah gue jumpai. Nama pena Abang adalah Farel Nasution Mehra. Yap! Abang keturunan India, ia berkulit hitam sawo matang, pendek, dan hidungnya mancung.

Abang sering di bully. Sama kakak kelas, adek kelas, dan teman cowok sekelasnya. Ia akan di bully jika ia tidak menyerahkan uang sakunya, dan dia selalu mengerjakan PR anak lain, karena di suruh, dan jika tidak mau. Alhasil, Abang pun tidak akan selamat keluar dari gerbang. Dan Meskipun dia terbilang culun, jelek, dan pendek. Dia juga sebenarnya anak yang pandai dan penurut.

"Em, em, 'kalian gak ngomong sih. Aku enggak tau.." Jawabnya sedikit gugup, dan masih menunduk, menatap meja.

"Yah. Dasar Abang, kuning, ijo!" Seru kami bertiga.

"Sekian presentasi dari kelompok kami, kurang lebihnya kami minta maaf. Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."

Kring...
Kring...

Bel istirahat berbunyi.

"Baik, karena udah bel. Jadi, kelompok berikutnya kita lanjut, 'kan minggu depan," Ucap Bu Rosa melihat benda yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

Aku, Talitha, dan Stefany kini kami saling bertatap lagi dengan senyuman yang jelas terpatri di wajah kita bertiga.

"...Kan, anak soleh mah tenang aja, pasti bakal ada jalan keluarnya." Sahutku menjotos lengan Stefany dan Talitha, pelan.

"Iya, iya. Anaknya Pak Soleh!" Gumam Stefany yang terdengar jelas olehku.

Aku menatapnya kesal dan kemudian, tertawa kecil.

"Kantin kuy!" Ajak Talitha.

* * *

Di perjalanan menuju kantin, kita bertiga melewati segerombolan Kakak kelas yang sedang berbincang-bincang.

Setibanya di kantin. Aku, Stefany, dan Talitha langsung menduduki Meja yang berada di paling pojok.

"Tal, Shiell. Lo mau pesen apa?" Tanya Stefany.

"Hm, gue Jus alpukat aja deh," Putusku.

"Gue, hm.. Jus jeruk sama batagor deh." Jawab Talitha.

"Ya udah, oke!"

"Mami Neneng yuhuuu, Stefany pelanggan setia, setiap saat, mau pesen satu jus jeruk, dua jus alpukat, sama batagor dua yang Mami Neneng.." Teriaknya, padahal kantin sedang ramai.

"Panggilan Alam anju," Gumamku.

"Setia, setiap saat. Kayaknya gue pernah denger tuh ya.." Gerutu Talitha.

"Eh, bego! Rameh cuy, emang kedengaran?" Tanyaku mengernyitkan dahi.

"Tunggu aja," Balasnya, santai.

Beberapa menit kemudian.

"Ini Neng Stefany, pesenannya maaf kalo lama ya Neng," Mami Neneng, ya panggil aja gitu datang bawa pesanannya kita.

"Iya Mami seloww.."

"Etdah, temen gue udah jadi anak Mami Neneng sih ya, jadi cepet.." Godaku tersenyum ke arah Mami Neneng. Ia balas dengan senyum juga.

"Lo bener gak mau nih batagornya Shiell, awas ya lo kalo minta, gue gorok lo!" Ketus Stefany dengan nada candanya.

"Eh, buset gile. Galak amat.."

Stefany terkekeh mendengarnya, kemudian ia langsung memakan batagornya, lahap.

Aku yang melihatnya hanya menelan ludah, lalu aku mulai membuka handphoneku. Kulihat ada satu pesan yang masuk, dan aku langsung mengkliknya. Terlihat, itu nomor asing.

+6823476xxxxx
Udah nerima suratnya?

Setelah membaca itu, aku langsung mengerutkan dahi, dan berpikir.

Kok tahu? Siapa ya?

Memikirkan itu, aku seperti sedang bermain teka-teki.

Dan apakah ini benar teka-teki? Tapi apa?

Setelah aku sudah berfikir keras, aku mulai paham, ya mungkin. Ini sebuah permainan masa lalu yang akan kuhadapi di masa sekarang?

Untuk itu, pasti aku akan menemukan jawabannya jika sudah membaca surat itu.

"Shiell,"

"Shiella Aviza Azmi! Astaga lo!!" Teriak Talitha, tepat berada di dekat telingaku.

Aku mengerjapkan mata, dan langsung mengusap-usap telingaku, "Apa sih lo?"

"Kenapa sih, lo dari tadi diem mulu.."

* * *

a/n: Ngantuk, typo komen aja 💤

22.45

SHIELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang