Ch. 9

361 24 0
                                    

Bell pertanda usai sekolah berkumandang sudah. Yokozawa fokus membereskan alat-alat tulisnya dengan sedikit terburu-buru. Sepanjang jam pelajaran pun Ia hanya fokus mendengarkan penjelasan guru, atau jika pelajarannya membosankan, dia hanya akan melihat keluar jendela. Yokozawa bersikap seolah tidak ada orang di sekitarnya. Bahkan dia mengabaikan Takano yang terus-terusan menatapnya, sendu.

Saat guru di kelas sudah keluar, langsung saja Yokozawa melangkahkan kakinya menuju ke pintu. Belum sampai di depan pintu, tangannya ditahan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Takano.

Posisi mereka masih tetap seperti itu, dimana Takano yang memegang pergelangan tangan Yokozawa, sampai di kelas benar-benar sepi. Setelah dirasa tidak ada orang lagi, Yokozawa menghempaskan tangannya, sedikit kasar.

"Mau apa lagi? Hubungan kita sudah selesai bukan?" tanya Yokozawa datar.

Takano memandang sendu ke arah Yokozawa yang tak kentara sama sekali. Wajah Takano terlalu datar untuk sekedar menunjukkan ekspresi sedihnya.

"Meskipun mulai sekarang hubungan kita dengan status pacar sekarang sudah berakhir, bukan berarti kita bermusuhan juga, kan?" ucap Takano, sendu.

Yokozawa hanya menatap datar Takano. Ia masih sakit hati karena tiba-tiba diputusi Takano secara kemarin hubungan mereka baik-baik saja tanpa ada masalah yang melanda mereka.

"Kenapa kau masih ingin berteman denganku?" tanya Yokozawa datar.

Takano terdiam. Dia tidak tahu harus menjawab apa.

"Aku minta maaf" lirih Takano tertunduk.

"Kalau begitu lepaskan tanganku. Hari ini aku ingin pulang sendirian saja. Jika kau ingin memberi makan Sorata..." jeda. Yokozawa merogoh sakunya dan memberi Takano kunci apartemennya. Takano mengernyit bingung, diambilnya tangan Takano dan memaksa Takano memegang kuncinya.

"Silakan datang sendiri ke apartemenku. Aku setelah ini tidak akan langsung pulang ke rumah. Dah" setelah mengatakan itu, Yokozawa langsung meninggalkan Takano yang tertegun menatap punggung Yokozawa.

Yokozawa yang sudah keluar dari kelas itu masih tidak sadar ada beberapa orang yang memperhatikannya sedari awal dia dan Takano berbicara.

***

Di taman bermain anak-anak, tepatnya di depan sebuah TK, Yokozawa sedang duduk di kursi panjang yang disediakan di taman. Arah tatapan mata Yokozawa lurus ke depan. Melihat ke arah anak-anak yang sedang bermain, tertawa bersama. Ada yang berlari menghampiri Mamanya yang menawarkan minuman pada anak itu. Ada juga yang menangis karena dia jadi bahan bully-an teman-temannya. Tatapan mata Yokozawa terhenti pada satu titik, ke arah dimana anak laki-laki yang berbadan lebih kecil dari teman-temannya yang menangis karena teman-temannya melakukan sesuatu pada anak kecil itu. Sejenak Yokozawa berpikir kalau anak itu sedikit mirip dengannya. Yokozawa pun berniat untuk mendekati anak laki-laki yang menangis itu.

Sesampainya di dekat anak itu, Yokozawa mengelus kepala anak itu dengan lembut hingga membuat anak itu sedikit berhenti menangis dan mendongakkan kepalanya menatap Yokozawa yang tersenyum lembut padanya.

"Hey, kenapa kamu menangis?" tanya Yokozawa lembut disertai senyuman lembutnya.

Anak itu sesenggukan, masih berusaha menjawab pertanyaan Yokozawa. Setelah dirasa nangisnya sedikit mereda, anak itu mencoba berbicara.

"Me-mereka.. Mereka menghinaku.." ujar anak itu sesekali menujuk-nunjuk anak-anak nakal yang menghinanya, masih sesenggukan.

Yokozawa melihat ke arah tangan anak itu menunjuk dan melihat anak-anak nakal itu hanya tertawa sinis ke arah mereka. Bahkan sepertinya mereka tidak takut dengan Yokozawa yang masih bersama anak yang menjadi korban bully-an itu.

The Worlds Greatest First Love [ COMPLETE ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang