8. In Love With His Friends?
"Hai. Ada yang bisa aku bantu?" Tanya seorang wanita paruh baya begitu aku baru keluar dari lift.
"Ah, hai. Hmm aku sekertaris Mr. Ryhs yang baru" aku menggantungkan kalimatku. Aku benar-benar tidak tau harus berbicara apa. "Aku fikir dia tidak punya sekertaris, lalu mengapa ia memintaku?" Gumamku pelan.
"Aku akan resign, suamiku yang menyuruhnya. Namun, Mr. Rhys berpesan agar aku mengajarkan sekertaris baru beberapa hal lalu aku bisa pergi. Aku tidak menyangka kalau dia mendapatkan penggantinya sepertimu" dia menghela nafasnya. "Tapi aku bisa lihat ada binar bahagia dimatanya saat menyebutkan namamu" dia tersenyum kepadaku dan aku membalas senyumannya.
"Tidak mungkin! Aku--kami baru saja bertemu, tidak mungkin ia menyukaiku!"
"Cinta bisa datang kapan saja cantik. Sepertinya tidak baik membicarakannya untuk saat ini, akan kuajarkan kau beberapa hal" dia tersenyum lagi. Dia mulai menjelaskan semuanya seperti letak dokumen terbaru hingga yang lama, mengurutkan dokumen berdasarkan jangka waktu, yang penting dan yang tidak terlalu. Ia tetap menjelaskan semuanya dengan baik dan aku hanya mendengarkannya dengan cermat.
"Kau harus mengikuti rapat jika dia menyuruhmu, menaruh dokumen di meja kerjanya, dan juga kau harus ramah dengannya" dia berhenti menjelaskan lalu mencari sesuatu di laci meja. Setelah menemukannya, dia memberikanku dua buah foto pria yang aku asumsikan adalah teman-teman boss menyebalkan itu. Keduanya memanglah tampan, tetapi yang berkacmata menurutku sangatlah lucu.
"Mereka teman dekatnya Mr. Rhys, jika mereka kesini biarkan mereka masuk ke ruangan temannya sendiri. Jika mereka bertanya padamu, berikan senyum lalu jawab pertanyaan mereka seramah mungkin. Yang berambut cokelat kemerahan namanya Alexander Braxler, yang memakai kacamata dia Blake Underwood"
"Yang berkacamata--Blake dia lucu" gumamku
"Kau menyukainya? Dia benar benar tipikal suami idaman. Dia merupakan orang yang sangat penyayang, dia juga akan menjaga orang yang dicintainya. Jika dia juga menyukaimu aku mendoakan kebahagiaan untuk kalian"
"Ahh tidak tidak aku hanya mengagumi wajahnya, aku tidak--maksudku belum menyukainya" aku merasakan pipiku memanas
"Hahaha yasudahlah kau belum mengakuinya sekarang, ngomong-ngomong kau sudah mengerti kan Zaphyr?"
"Ahh iya aku sudah mengerti, terima kasih" aku mengulas senyumku.
"Sama-sama. Semoga kau senang bekerja disini, ini jadwalnya hari ini kau bisa mengingatkannya jika ia bertanya"
"Semoga saja! Sampai bertemu lagi" aku melambaikan tanganku kepadanya.
-----☆-----
Aku mulai mengerjakan tugas-tugasku dengan baik, berusaha meminimalisir kesalahan yang mungkin terjadi. Aroma cokelat yang aku kenal memenuhi penciumanku.
"Batalkan semua janji pertemuan untuk hari ini" ucap Nathan dengan suara baritonnya. Aku menelan salivaku dengan susah payah, dia tidak pernah terlihat mengerikan seperti saat ini.
"Ba-baik Mr. Rhys" aku langsung memberitaukan kepada orang-orang yang mempunyai jadwal temu dengannya.
"Jika temanku kesini suruh mereka menunggu diruanganku!"
"Baik" Nathan langsung bergegas pergi, setelah ia menghilang ditelan lift aku langsung menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Melihatnya dalam keadaan marah membuatku merasa terintimidasi dengan auranya. Sebuah pesan masuk ke ponselku.
From : unknwon
Maaf telah membuatmu takut xixi. Your love, Nathan. Simpan nomorku ya!Ternyata pesan darinya, tapi darimana dia mendapatkan nomorku? Ahh tentu saja data pegawai. Aroma musk memenuhi indra penciumanku. Akupun membalas pesan tersebut.
From : Zaphyr
Tidak apa, baiklah. Dasar tukang suruh:pAku tertawa karena pesan yang aku kirim, aku harap ia tidak akan memarahiku setelah dia kembali kesini. Sebuah dehaman menghentikan tawaku, dengan cepat aku menaruh ponselku dan mendongakkan kepala. Aku melihat Blake sedang tersenyum kepadaku, arrggh senyumannya manis sekali. Diapun tertawa. Apa yang lucu?
"Ahh maaf" tawanya pun hilang "Nathan pasti tidak ada kan?"
"Mr. Rhys baru saja pergi. Dia menyuruhmu untuk menunggu di ruangannya" ucapku mencoba melawan jantungku yang tiba-tiba berdegub kencang.
"Dasar tukang suruh. Tidak apa kan kalau aku menunggunya bersamamu? Apa kau baru disini? Aku belum pernah melihatmu sebelumnya?"
"Ahh hmm te-tentu saja bo-boleh. I-iya a-aku ba-baru disini" sial mengapa bicaraku menjadi tergagap-gagap?
"Hahaha tidak perlu gugup. Aku Blake Underwood, kau bisa memanggilku Blake atau babe. Hehehe" dia mengedipkan matanya kearahku. Baru aku sadari bahwa suaranya sangatlah indah, terdengar seperti lantunan lagu dari surga.
"Astaga pipimu memerah! Aku ingin sekali membawamu pergi dari sini jika ini kantorku, dan jika pacarmu tidak melarangku. Hehehe, omong-omong siapa namamu?" Astaga aku bahkan tidak sadar bahwa wajahku sudah memerah
"Zaphyr Rainforest. Pacar? Ugh aku tidak mempunyai pacar. Memangnya siapa yang melarangmu?"
"Nathan, siapa lagi? Dia selalu melarangku untuk mendekati pegawainya. Selagi dia diluar apa salahnya mendekatimu? Kamu cantik, baik dan ramah cocok untuk menjadi pendamping hidupku. Kamu mau kan jadi pacarku?" Dia mengedipkan matanya kepadaku, aku bisa merasakan pipiku memerah. Sesuatu dalam dadaku rasanya ingin melompat keluar.
"A-aku ma--"
BRAAAKK
Sebuah dentuman keras menggangguku yang akan menjawab pertanyaannya. Sebuah meja disampingku patah karena pukulan seseorang. Aroma cokelat yang aku kenal menguar beradu dengan aroma musk. Aku ingin sekali menghajar orang yang membuat meja ini patah. Aku segera melihat apa yang terjadi dihadapanku.
Nathan menarik kerah kemeja yang dipakai oleh Blake, dia juga mengeluarkan geraman seperti geraman binatang. Tanpa peduli bahwa Blake adalah temannya dia langsung mengurung tubuh Blake dengan tubuh besarnya.
"SUDAH AKU BILANG JANGAN MENGGODANYA! MENGAPA KAU TIDAK MENGERTI JUGA!"
"Beginikah caramu menyambut temanmu? Penyambutan yang luar biasa kawan!" Ucap Blake dengan santai
"SIALAN KAU! MAU MENCOBA MEREBUTNYA DARIKU? KAU TAKKAN PERNAH BISA BLAKE. TAK AKAN AKU BIARKAN KAU MENDEKATINYA"
"Stop! Kalian ini apa-apaan sih" ucapku berusaha melerai mereka. Aku memegang tangan Nathan yang mencengkram kemeja Blake, berusaha melepaskannya.
"Jangan membelaku Zaphyr. Biarkan saja dia hanya cemburu denganku" ucap Blake sesantai mungkin. Nathan kemudian melepaskan cengkramannya lalu memelukku. Aku hanya bisa terdiam, tidak tau harus berbuat apa.
Jantungku masih berdebar kencang karena aku pikir Nathan akan membunuh Blake. Tapi syukurlah dia tidak membunuh Blake, yang berarti aku masih mempunyai kesempatan untuk bersamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Addicted To Her
WeerwolfBerawal dari mimpi yang terus membayanginya. Sampai aku menemukannya. Bertemu dengannya langsung tanpa perantara mimpi. Maukah ia menerimaku? Menerima takdirku? Menerima kenyataan bahwa aku adalah monster yang ada di dongeng? Akankah ia pergi saat t...