RESTORAN JEPANG

248 4 0
                                    


Baru kali ini aku malu terhadap jantungku sendiri. Sungguh norak sekali jantungku ini. Hello...aku hanya akan bertemu Jev, dan aku pastikan itu hanya sebentar. Tapi kenapa jantungku dari tadi detakannya ganjen sekali. Calm down Raina. Jev cuma ambil jamnya abis itu pulang kok. Dan kamu tolong nggak usah kegatelan mandangin wajah ganteng Jev apalagi coba coba flirting. Ingat! dia ngeselin dan tukang tebar benih.

"Langsung pulang Re?" Tanya Calya yang tiba tiba muncul di samping kubikelku.

"Iya nih gue ada janji," kataku sambil membereskan kubikel.

"Yahh...padahal gue mau ngajakin lu belanja. Kulkas gue udah kosong"

Aku teringat kulkas di apartemenku yang sepertinya sama mengenaskannya dengan kulkas Calya. Bisa entaran deh belanja. Yang penting urusanku dengan Jev kelar.

"Sorry. Penting nih urusan gue soalnya. Demi hidup yang lebih baik." Ucapku sambil tertawa.

"Cowok baru lagi? Udahlah lu sama Pak Aldy aja. Kata anak anak dia sering curi curi pandang ke elu"

Aku mencubit pipi Calya gemas, "Ada orangnya bego"

"Ihhh...makin ngembang ntar pipi gue Re. Yaudahlah gue belanja sendiri deh. Turun yuk"

.

Sepanjang perjalanan dari kantor ke apartemen, yang aku lakukan hanya berusaha menormalkan detak jantungku dan mengatur nafasku agar teratur. Meskipun yang terjadi tidak ada yang signifikan, detak jantungku tetap saja susah untuk diatur. Oke...ini bukan detak jantung layaknya orang yang sedang jatuh cinta. Aku hanya gugup dan sedikit rrrr...takut mungkin untuk bertemu dengan Jev.

Detak jantungku semakin ganjen ketika aku melihat Jev bersandar di dinding apartemen menungguku. Jev berdiri seperti itu saja udah seksi astagaaa.

"Jev," panggilku pelan

Calm down Raina.

"Hai"

Jev tersenyum ramah ke arahku.

Sepertinya ada yang berbeda dengan Jev. Rambut Jev terlihat lebih pendek dan rapi dari sebulan yang lalu. Dan...kemana perginya bulu bulu di sekitar rahang Jev. Sesungguhnya aku lebih suka penampilan Jev sebulan yang lalu. Lebih terlihat seksi dan menggoda.

Astaga...Raina. Tenggelamkan saja otak cerdasmu itu.

"Kok kamu tau saya tinggal disini Jev?" tanyaku penasaran.

"Saya tanya ke Rasya tadi"

"Kok kenal mas Rasya?" Banyak nanya banget sih gue.

"Kamu nggak berniat ngajak saya masuk Raina? Saya capek berdiri disini dari tadi"

Ehhh...No no no. Jev nggak boleh masuk. Akan susah mengusir makhluk satu itu.

"Saya ambil kan saja Jev, setelah itu kamu pulang" kataku sambil membuka pintu apartemenku.

"Yaelah Raina...jahat banget sih kamu. Baik hati dikit dong sama saya. Lagian kamu nggak boleh sekasar itu sama tamu"

Kalo tamunya seperti Jev mah langsung ditendang juga nggak masalah. Tapi pada akhirnya aku mempersilakan Jev masuk. Bahkan memberi minum untuk orang itu juga. Tolong beri tau aku jika di Jakarta ada kursus untuk menjadi orang jahat.

"Kamu dari mana kenal sama mas Rasya Jev?" aku kembali menanyakan pertanyaan itu pada Jev.

Saat ini kami sedang duduk bersama di sofa sambil menonton drama korea kesukaanku dan menikmati es krim coklat favoritku. Baik sekali kan aku? Teoriku tentang susahnya mengusir Jev terbukti kebenarannya. Pada akhirnya aku menyerah dan membiarkan setan satu itu berbuat sesuka hati di apartemenku. Termasuk membiarkan Jev mengambil es krim coklat favoritku yang masih tersisa setengah buket. Biarpun pada akhirnya kami menikmati es krim itu bersama, tapi tetap saja aku harus menjambak rambut Jev dan menyiksanya sebentar.

Through With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang