HARTA KARUN

54 5 0
                                    

Aku pasti sudah gila. Apalagi namanya kalo bukan gila. Ah...mungkin aku terlalu menghayati peranku sebagai pacar Jev. Atau mungkin juga aku terlalu naïf sehingga memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Sepertinya aku lebih menyukai opsi yang pertama daripada yang kedua.

Terlintas kembali di otakku kejadian beberapa jam yang lalu ketika aku dengan pintarnya langsung berpamitan ketika maminya Jev menanyakan kapan akan melamarku. Saat itu dengan bodohnya aku beralasan akan kembali ke kantor karena jam makan siang sudah habis. Kantor apa sih yang buka hari minggu gini Raina? Mau gimana lagi, hanya itu alasan yang saat itu terlintas di otakku. Setelah itu dengan cepat aku berpamitan dengan maminya Jev dan mencium pipi Jev sekilas. Entah saat itu kemana hilangnya akal sehatku. Aku lupa jika membayangkan muka Jev saja bisa membuatku terjaga semalaman. Apalagi menciumnya? Sepertinya setelah ini aku akan mati karena tidak tidur selama satu minggu.

"Raina kamu kenapa sih sayang? Dari tadi mama amatin kamu mukulin kepala kamu sendiri, mama nggak mau lho kalo kamu jadi bego"

Ahhh.....bahkan anakmu ini sudah terlanjur jadi bego ma.

"Terus kenapa pipi kamu jadi merah juga? Kamu lagi mikirin jorok sama Jev ya?

"Mama...nggak usah diingetin deh" teriakku yang membuat orang orang di sekitarku memandangiku dengan ngeri. Saat ini aku dan mama sedang berburu DVD bajakan. Tolong ampuni dosa mamaku Tuhan untuk tindakannya satu ini.

"Waahh...kayanya mama harus bilang ke papa biar kamu segera dinikahin ama Jev"

Astagaa...aku salah ngomong sepertinya.

"Tolong mama singkirkan pikiran negatif mama itu. Raina masih virgin kok ma"

"Mama kan nggak bilang kalo kamu udah nggak perawan de. Bisa digantung itu Jev sama papa kamu. Tapi siapa tau kan Jev udah nyicipin appetizernya"

Mama terkikik geli setelah selesai mengucapkan kata kata ajaibnya. Aku benar benar bisa gila jika seperti ini.

"Kita pulang yuk ma kalo nggak ada yang mau dibeli lagi. Raina butuh tidur sepertinya"

"Eh sayang, kamu kasih tau Jev nggak sih kalo mama ada di Jakarta? Mama kangen nih sama calon menantu mama"

Ya ampun...kenapa mama harus bahas hal hal yang menyangkut Jev lagi sih. Aku kan harus benar benar membuang jauh jauh Jev dari pikiranku.

"Emang harus banget ngomong ma? Raina kan nggak ada urusan ama Jev"

"Jangan gitu dong sayang. Kamu kan udah mau nikah ama Jev, masa kamu kaya orang marah marah mulu sih kalo mama bahas Jev"

Apa? Coba katakan sekali lagi ma? Siapa juga yang mau nikah ama setan satu itu. Kenapa mamaku ini suka sekali berdelusi sih.

.

"Rereeee"

Suara cempreng Calya menggema di lantai apartemenku ketika aku dan mama baru saja keluar dari lift. Calya berlari ke arahku kemudian memelukku seperti sudah terpisah denganku selama 10 tahun. Membuat mama dan Aqila yang datang bersama Calya geleng geleng kepala.

"Rere maapin gue. Gue nggak maksud ganggu. Gue nggak tau kalo lu lagi en...awww"

Aku mencubit pinggang pinggang Calya dengan keras. Bisa langsung dikawinin aku oleh mama jika kata kata nista itu keluar dari mulut barokah Calya yang tanpa saringan. Lain kali sepertinya aku harus memasang saringan 600 mess di mulut Calya.

"Ada nyokap gue bego," bisikku di telinga Calya.

"Tapi ngambeknya udahan dong Re. Masa sih lu masih aja nyuekin invitation buat gabung ke grup kita"

Through With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang