8| Kembalilah

113 7 2
                                    

From : Sifa
03.08 PM
Arka lo di mana? Kok gak ke kafe sih? Sok sibuk deh hari sabtu engga ke kafe. Gue sendirian nih!

From : Sifa
03.23 PM
Ok jadi sekarang mainnya read-read-an sms nih?

To : Sifa
04.02 PM
Sorry Sif. Gue masih les gitar. Nanti kalo udah selesai gue langsung ke sana deh.

From : Sifa
04.02 PM
Oh iya, gue lupa kalo tiap sabtu lo les gitar. Ok deh, cepetan ya.

"Ayolah Arka! Saya sudah berkali-kali memperingatkanmu untuk tidak mengonsumsi kopi lagi. Jangan hanya pikirkan masalahmu, pikirkan lambungmu." Arka mengunci ponselnya dan kembali mendengarkan nasihat dokter Heri meskipun pada akhirnya ia akan tetap mengonsumsi satu-satunya minuman yang bisa menenangkan pikirannya itu—kopi. Lelaki itu kemudian mengangguk acuh. "Saya tau kamu hanya mengangguk di depan saya kemudian kembali mengonsumsi kopi lagi."

"Baiklah. Tidak bisakah Anda memberikan obat anti muntah atau obat penambah nafsu makan untuk saya?" tanya Arka sambil menyandarkan punggungnya pada kursi.

Dokter Heri tidak langsung menjawab. Ia hanya bergeleng takzim kepada pasien di hadapannya. Kemudian ia mengambil bolpen di saku jas sebelah kirinya dan menuliskan sesuatu di atas kertas resep obat. Disodorkan olehnya kertas resep tersebut kepada Arka. Lelaki itu mengulas senyuman miringnya sebelum membaca resep tersebut. "Nah kalau ada obatnya kan saya jadi tetap bisa min ...."

Arka menundukan kepalanya untuk membaca kertas resep tersebut. Alisnya saling bertaut diiringi dengan hembusan napas masygulnya.

RESEP ANTI MUAL, NAFSU MAKAN BERTAMBAH, DAN ANTI MAAG :
TIDAK MENGONSUMSI KOPI, MAKANAN/MINUMAN PEDAS DAN ASAM.

***

"Lo mesen air putih aja? Tumben gak minum kopi."

Arka menarik kursi di hadapan Sifa sambil membawa segelas air putih dingin di tangannya. Lelaki itu hanya menggidikan bahunya sejenak sambil meneguk air putihnya hingga tersisa setengah gelas. "Ada apa lo pengen cepet-cepet gue ke sini?"

"Gue diajak dinner sama Fandi besok malem. Dia sih bilangnya mau traktir gue makan malam soalnya waktu gue ulang tahun, dia gak ngasih apa-apa. Parah sih gue seneng banget, Ka!" seru Sifa dengan kilatan mata yang bersemangat. Lelaki di hadapannya hanya mengulas senyum sambil menganggukan kepala. Lelaki itu sepertinya tengah memikirkan seseuatu yang tak biasa.

Arka kenapa ya? Kayaknya lagi mikirin sesuatu.

"Terus rencananya mau berangkat jam berapa? Mau gue anter?" Sifa menggelengkan kepala kemudian menopang dagunya di atas meja dengan tangan sebelah kanan. Ia memandangi mata Arka lekat-lekat. Mata lelaki itu biru dan bersinar di balik kacamata minusnya.

Matanya ... Matanya terasa gak asing buat gue deh.

"Lo kenapa? Lagi ada masalah? Cerita sama gue dong!" Sifa kembali mengangkat dagunya kemudian menyeruput cappucino panasnya perlahan. Lelaki itu hanya menautkan kedua alisnya sambil bergeleng. "Yah, kayak sama orang lain aja deh."

"Kalung yang kemarin malem gue liat, inisial nama siapa, Sif?" Tubuh Sifa menegang usai Arka melontarkan pertanyaan yang tak pernah diharapkannya itu. Sifa tak menjawab, ia hanya menundukan kepalanya sejenak. "Kenapa? Kok nunduk?"

"Gak gue gak apa-apa. Gue cuman belum mau cerita ke orang lain aja tentang itu," ujar Sifa yang kini sudah mengangkat kepalanya. Ia meraba lehernya yang menguntai sebuah kalung indah di balik seragam putihnya.

Divergensi [DISKONTINU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang