Chapter 4. berisik

6.3K 516 105
                                    

Pergantian pelajaran. Guru masuk ke kelas dengan membawa setumpuk buku. Wajahnya jutek. Sekali tidak tahu saat disuruh menjawab soal di papan tulis, dia langsung memberi hukuman nyanyi di depan sambil salah satu kaki di angkat. Buat yang suaranya bagus tidak mempermasalahkan hal tersebut. Pemilik suara yang membuat gendang telinga hampir pecah lah yang biasanya ketakutan ketika namanya dipanggil untuk maju ke depan. Malu.

"Buka buku paket, kerjakan latihan soal halaman 78 nomor satu sampai sepuluh!" perintah sang guru fisika.

Serempak para siswa membuka buku paket dan mulai mengerjakan. Dari depan, guru fisika dapat melihat semuanya sedang fokus dengan buku di hadapannya terkecuali siswa yang ia tahu baru saja pindah dari kelas lain.

"Shenan bantu Nuel, ya? Biar dia gak kayak orang kurang kerjaan di situ." Lagi-lagi guru fisika itu memerintah.

Orang yang namanya disebut melirik ke sebelah. Gadis berambut cokelat terang tersebut masih tidak percaya ia memiliki teman sebangku sekarang. Jika dilihat dari penampilan, cowok tersebut bukan manusia yang aman untuk didekati. Iya, Shenan tidak akan mau berulah atau membuat masalah dengan Nuel. Hidupnya harus tenang sampai tamat SMA nanti. Dan itu harus.

Cara bantunya gimana ya?

"Emm... S-sini bi-biar aku ajarin," ucap Shenan terbata-bata.

Nuel yang entah sudah berapa lama menelungkupkan wajah di antara tangan bahkan tidak mengeluarkan satu buku pun. Tidak apa-apa. Shenan membuka ransel berwarna biru langit miliknya lalu mengeluarkan satu buku tulis bekasnya.

Shenan jadi bingung sendiri. Ia tidak tahu cara membangunkan manusia yang telah menjadi teman sebangkunya. Ia juga tidak yakin manusia itu memang tertidur.

Gadis itu menggeser buku paket hasil fotokopi ke tengah meja agar keduanya dapat melihat soal-soal dengan adil lalu menggeser tubuhnya mendekati Nuel. Iya, Shenan memang memfotokopi semua buku paket yang ia pinjam dari temannya yang sudi meminjamkan. Setidaknya dengan begitu biaya bukunya bisa sedikit ringan daripada harus ikut membeli dari sekolah.

"Kawat seperempat lingkaran dengan jari-jari tiga senti meter," Shenan membaca soal pertama, "berarti r-nya tiga senti meter."

Shenan melanjutkan membaca dan menulis apa yang diketahui soal. Spontan Nuel mengangkat wajahnya lalu melirik Shenan dengan sinis seperti berucap. Ngapain sih?

"Ngajarin kamu," ucap Shenan polos.

Alis Nuel terangkat satu. "Gue gak salah dengar?" Dan dibalas gelengan dari orang di sebelahnya.

"Dengerin perintah gue yang pertama. Gak. Usah. Ngajarin. Gue. Lo langgar? Lo bakal dapat HADIAH dari gue." Nuel menekankan beberapa kata.

Seperti tidak patah semangat, Shenan membalas, "yaudah kalau gitu aku aja yang ngerjain latihan soal kamu."

Nuel yang hendak menelungkupkan kepala kembali menghembuskan napas kasar. "BU!"

Fokus semuanya pecah karena suara dan ancungan tangan yang secara tiba-tiba dari Nuel.

"Ya, Nuel?"

Shenan jadi panik sendiri. Dia menepuk pelan bibirnya berkali-kali. Padahal baru saja Shenan mengingatkan diri supaya jangan pernah mengganggu Nuel.

Sebelum menjawab, Nuel tersenyum miring. "Disini banyak lalat. Biseng."

Alis Shenan menyatu. Ia menyipitkan matanya seakan dengan begitu ia bisa melihat dimana lalat yang mengganggu Nuel.

"Lalat? Nuel, kamu itu Ibu suruh mengerjakan latihan. Masih sempat kamu bercanda. Jika memang ada yang tidak dimengerti, tanya sama Shenan. Percuma ada orang pintar di sebelahmu."

Beberapa menit berlalu hingga waktu mata pelajaran Fisika usai. Bu guru menata buku cetak yang sempat berserak di atas meja lantas memeluknya. Ia sudah mengatakan pada Adi untuk mengumpulkan latihan satu kelas dan ditaruh di atas mejanya yang ada di kantor guru.

"Baik anak-anak. Pertemuan kita sampai sini."

Bu guru sudah akan meninggalkan kelas sebelum ia mengingat sesuatu. "Oh iya ibu kelupaan. Ibu bahasa Indonesia sedang sakit jadi dia menyuruh ibu untuk memberikan tugas makalah pada kalian."

"Sekretaris, tolong buku absennya." Setelah menerima dan membaca deretan nama penghuni kelas XII IPA 1, Ibu guru tersebut memperhatikan mereka.

Dalam satu kelompok ia menyebutkan dua nama secara acak. Para siswa rajin mulai mendecak karena tidak bisa memilih teman satu kelompoknya sendiri. Terlebih jika ia mendapat partner yang tidak bisa diajak bekerjasama dan namanya tiba-tiba ada di dalam makalah.

"Tiwi dengan Rio."

"Adi dengan Nuel."

"Siapa lagi yang belum disebut?"

Tessa sigap mengangkat tangan takut tidak mendapat teman. "Cuma Tessa?" Ibu guru masih memerhatikan.

Kemudian ibu itu tersenyumsetelah melihat ada murid yang mengangkat tangan lagi.

Tbc...

hola! next gak nih? coba aku mau liat ada yg vote dan komen gak ya?

see ya next chapter ;)

ShenuelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang