Chapter 6. Bersyukur

5.3K 415 62
                                    

Hari ini angin berhembus kencang. Pohon-pohon yang terlewati seakan menari di tempat. Syukurlah ini masih pagi. Jika tidak, maka sudah banyak debu memasuki indera penglihatan Shenan. Rintik-rintik hujan semakin lama semakin deras berjatuhan. Dari dalam becak, Shenan memerhatikan mobil yang berhenti di sampingnya. Beruntung sekali orang yang berada di dalam mobil itu. Tidak tersentuh setetes pun air hujan.

Byur...

Shenan refleks menoleh ke belakang setelah lampu merah berganti hijau. Seenak jidat mobil itu berlalu meninggalkan semprotan genangan air yang diakibatkan oleh ban mobilnya. Mata Shenan yang sudah berkaca-kaca sejak tadi pun tak dapat membendung cairan bening lagi. Dilihatnya seluruh pakaian si pengemudi becaknya sudah basah sekali. Mungkin sudah bisa diperas.

"Pa, pakaian Papa...."

Lelaki berambut hitam yang sudah mulai memutih tersebut mengelap wajahnya menggunakan handuk kecil yang tergantung di lehernya lantas tersenyum. "Gak pa-pa, Nak. Nanti juga kering sendiri kok."

Shenan menggeleng. "Enggak Pa! Papa bisa sakit. Aku kan udah bilang tadi biar aku jalan kaki aja ke sekolah."

Lagi, Tomi–papa Shenan tersenyum. "Gak anakku. Papa masih sehat. Papa akan terus temani kamu selagi papa bisa."

Becak Tomi mulai bergerak kembali. Shenan melihat ke depan. Isakannya tidak bisa ditahan. Mungkin Shenan bisa bersyukur atas suara lebat hujan yang membantu meredupkan suara tangis diamnya.

Makin lama Shenan mulai melamun. Pikirannya terbang ke beberapa tahun lalu.

"Saya mau tamasya berkeliling-keliling kota. Hendak melihat-lihat keramaian yang ada. Saya panggilkan becak,kereta tak berkuda. Becak, becak, coba bawa saya."

Seorang anak kecil semangat menyanyikan sebuah lagu. Ia senang hari ini ia dan papanya akan pergi berlibur meski hanya sebatas berkeliling kota.Ia akan menulis ceritanya hari ini jika guru bahasa Indonesia menyuruhnya menulis sebuah cerita saat sudah masuk sekolah nanti.

"Saya duduk sendiri sambil mengangkat kaki.Melihat dengan asyik. Ke kanan dan ke kiri...."

Saat anak itu menoleh ke kiri, ia menatap kagum pada sebuah mobil. Mobil itu jarang sekali ia lihat keberadaannya di jalan seperti mobil pada umumnya yang memenuhi jalanan.

"Pa, lihat deh mobilnya. Mobilnya cantik ya pa? shenan pengen deh naik mobil kayak gitu Pa."

"Kamu bisa kok naik mobil kayak gitu, Nak. Tapi enggak sekarang."

"Jadi kapan, Pa?' Shenan menoleh sebentar pada ayahnya yang terkena terik mentari.

"Nanti... saat kamu udah besar. Udah ngerti artinya perjuangan."

Anak itu me-oh-kan. "Nanti aku bakal ajak Papa sama mama naik mobil aku. Kita bakal keliling-keliling kota pake mobil itu. Papa mau kan?"

Tergambar senyum di bibir papa Shenan. "Iya Nak. Doakan Papa sama Mama belum pergi jauh ya."

"Emangnya kalian mau kemana? Shenan boleh jemput pake mobil Shenan kan?"

Kini Shenan mengepalkan tangan. Ia masih belum bisa membuktikan perkataannya. Ia masih belum bisa membahagiakan kedua malaikat tak bersayapnya.

***

"OI BRO, KITA SEKELAS SEKARANG!"

Seruan seorang lelaki menggema di dalam kelas hingga membuat orang yang ada di dalam mengalihkan pandangan ke ambang pintu. Di sana, keempat cowok datang dengan tas yang tersampir di bahu mereka masing-masing. Terdapat kerutan di dahi para murid, ngapain mereka ke sini?

Orang yang duduk di kursi paling pojok pun sama bingungnya. "Ngapain kalian?"

"Masuk kelas baru lah cui,"

"Eh, gue duduk di mana ya?" Jojo memerhatikan sekitar berusaha mencari posisi duduk yang enak untuk bisa makan diam-diam di kelas.

Fery mengucek mata lalu mendekatkan wajahnya ke wajah seseorang memastikan sesuatu. "Woi, kau Dudung yang waktu itu kan?"

Dudung menelan saliva lantas mengangguk seraya memperbaiki letak kacamata bulatnya. "I-iya."

"Pindah kau sana! Aku mau duduk sini."

"T-tapi–"

Fery menggulung seragam lengan kirinya. "apa? Betumbok kita?"

Cepat-cepat Dudung mengambil tasnya, memeluk buku yang tadinya ada di atas meja dan berlari menjauhi Fery. Urusan tempat duduk biarlah untuk cowok batak itu, asal dirinya tidak tinggal nama.

Kini Fery duduk sebangku dengan Deon, lebih tepatnya di depan Nuel.

"Makan sayur biar sehat

Jangan lupa makan ikan

Kalau gue gak salah ingat

Lo cewek yang nyiram Nuel kan?"

Shenan yang baru datang dan hendak duduk dicegat oleh cowok berjambul tinggi yang entah mengapa bisa duduk di depannya. Dan pertanyaannya barusan membuat Shenan ingin menutup mulut itu sekarang juga.

"Bukan aku yang nyiram. Tali sepatu aku yang salah."

"Kalian ngapain?" Nuel masih belum mengerti sedang apa mereka ke sini.

"Kami pindah. Kami dah bujuk kepsek dan disetujui." Jawab Anja sebangku Jojo yang berada di samping meja Shenan.

Mendengar itu Nuel tertawa kecil. "Ngapain coba lo pada pindah? Pindah ke kelas unggulan gak jamin otak lo semua kayak Albert Einstein. Gue contohnya."

"Gak pa-pa. Kita-kita pengen dekat sama lo. Itu alasan kami pindah."

Lagi, Nuel tersenyum dan bersyukur dalam hati.

TBC...

Hy kalian! Jangan lupa VOTE dan KOMEN ya :)

ShenuelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang