"Gue nitip absen aja ya, lagi mager ikut asistensi."
Hadeh.. lagi-lagi ini bocah, kenapa sih tiap asistensi, praktikum, laporan selalu aja minta TA. Iya sih lu kaya bisa lanjutin bisnis keluarga tapi nggak gini juga, Ion!
Batin Naura sambil membalikkan ponselnya supaya chat dari Dion tidak terbaca.
"Apa gue pura-pura gak lihat chat dari Dion aja ya, Fey?"
"Udah Ra, mending lu diem aja deh. Bener, gausah lu baca. Kalok Dion nanya nanya apa gitu bilang aja handphone lu mati keabisan batre dan lu lagi jalan sama gue!"
Tiba-tiba handphone Naura berbunyi, Dion rupanya tak sabar menunggu jawaban dan memilih untuk meneleponnya.
"Yah, Fey.. Gimana ini? Si Dion nekat telpon gue nih.. Tadi gue terlanjur bikin snapgram jadi mau nggak mau Dion tau gue lagi online."
"Angkat, angkat! Loudspeaker sini biar gue denger!"
Kemudian Naura nurut, dan segera mengangkat telepon dari Dion.
"Ya Dion?"
"Lu gak baca chat gue apa, Ra? Gue minta TA pliisss tolongin gue, gue ada turnamen DOTA gue gak bisa ninggalin hal satu ini, hadiahnya 2,5 juta.." Pinta Dion dengan memelas
"Sorry sorry gua gak baca, lagi makan. Lo gila apa? 2,5 juta lu bela-belain gak ikut asistensi mikrobiologi? Lo tau sendiri kan dosen mikro killer gitu? Lagian kan lo kaya, emang gak bisa minta duit ke bokap lo?" Jawab Naura dengan instruksi dari Fey
"Gini Ra, lo TA-in gue, dan lo dapetin jam tangan bvlgari gue. Gimana?"
Fey mengangguk tanda meng-iya-kan permintaan Dion. Naura lalu menghela napas,
"Yadeh.. Ini yang terakhir ya, Ion."
"Sip! Makasih! You're my guardi..... tut tut tut.."
Naura sudah menutup terlebih dulu teleponnya. Setelah makan Naura dan Fey segera menuju ke ruangan 304 untuk asistensi karena sudah telat hampir 10 menit. Asisten sudah terlebih dulu masuk dan memperkenalkan diri. Di tengah perkenalan tim asisten berlangsung, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu lalu membukanya dan masuk.
"Nah adek-adek, satu lagi asisten kalian, namanya Rifa. Dia satu angkatan kok sama kalian. Sama-sama angkatan 2014, cuman Rifa ini dari jurusan mikrobiologi murni, pastinya lebih berpengalaman dan dipercayakan sama pak Kas untuk jadi koordinator lab mikrobiologi. Say hello dong buat Rifa!"
"Buset bening banget... emang cewek lab jauh lebih menggoda daripada cewek lapangan ckckckck.."
"Paan sih lo! Berisik!"
Bentak Fey pada Dani yang dari tadi ribut mengagumi Rifa dengan temen satu gengnya"Yee.. lo cemburu ya, Fey? Soalnya lo atlet lari jadi dekil gitu wakakakaka"
Ejek Dani sambil tertawa keras"Tolong kondusif, ya! Saya tidak mau tahu, besok kalian masuk ke dalam lab saya, kalian harus rapi, disiplin, bersih, dan nggak ribut. Mengerti? Satu lagi, untuk teman kalian yang tidak hadir asistensi hari ini, besok silahkan menghadap Rifa untuk diberi tugas. Sekarang saya akan absen kalian satu persatu!"
Bentak bang Kudil sambil mulai membacakan absen."Duh.. gagal lo dapetin jam bvlgari, Ra!"
Setelah asistensi selesai, Naura segera mengabari Dion kalau rencana mereka gagal gara-gara bang Kudil. Dari kejauhan Dion jelas-jelas mengumpat kesal pada asisten lab satu itu. Ya, bang Kudil memang terkenal galak dan pelit dalam memberi nilai. Apalagi bang Kudil pernah terlibat cek-cok dengan Aldion gara-gara melindas laporan Aldion dengan mobil jeep biru-nya.
Sebenarnya, nama asli dari bang Kudil bukanlah K-U-D-I-L seperti yang anak-anak bicarakan, tapi Faiz Fadhillah. Aldion sendiri yang memberi julukan Kudil setelah insiden laporan terlindas itu terjadi, Kudil sendiri singkatan dari Kupret Dekil dan akhirnya nama itu merajalela hingga seluruh angkatan 2014 memanggilnya begitu.Setelah puas mengumpat, Aldion kembali melanjutkan turnamennya. Kali ini dia sudah berhasil memasuki babak semi final. Tinggal 2 langkah lagi menuju juara. Matanya terpaku pada layar komputer didepannya dan tangannya dengan tangkas menggerakan keyboard dan mouse secara bergantian. Kalau sudah bergini tidak ada yang bisa menahan Aldion.
Aldion adalah anak tunggal dari kontraktor beton terkenal bernama Pak Zam dengan seorang pengusaha meubel kelas internasional, Bu Darwiyah. Dari kecil Aldion selalu dimanjakan oleh kedua orangtuanya itu. Pawakannya tinggi, berisi, cukup tampan, seorang atlet panahan, dan memiliki hobi sampingan selain bermain DOTA, yaitu: bermain perempuan!
Hobi Aldion yang satu ini terjadi sejak Aldion tahu bahwa tunangannya berselingkuh dengan kakak sepupunya sendiri satu tahun yang lalu. Jadi ia melampiaskan rasa kekecewaannya itu pada setiap perempuan yang dipilihnya.Tet.. tet.. tet.. tet.. tet.. tet..
Alarm Aldion berbunyi sangat kencang hingga membangunkannya. Masih jelas terlihat kantung mata sisa kejayaannya mendapatkan uang 2,5 juta semalam. Sambil menyeret kakinya ke kamar mandi, Aldion melihat notification dari bang Kudil yang menyuruhnya segera datang satu jam lagi di lab mikrobiologi untuk mendapat tugas hukuman."Shit.. shit.. shit.. shit.."
Umpat Aldion sambil menyikat giginya hingga batang sikat gigi menghantam gusi bagian bawahnya."SHIT !!" Umpatnya dengan keras sambil cepat-cepat berkumur dan mengecek keadaan gusinya yang berdarah. Emang gue yang salah kali ini, jadi gak barokah ngumpat si Kudil. Batin Aldion sambil membalut tubuhnya dengan handuk.
Aldion sampai di lab sebelum waktunya, 10 menit sebelum jam 8. Lalu terus mengecek jam tangannya hingga waktu sudah menunjukan pukul 08.30 tapi bang Kudil belum terlihat. Hampir saja ia mengumpat lagi lalu seorang perempuan sambil berlari menuju lab dan segera membukanya.
"Maaf nunggu lama, mas Faiz dadakan banget ada sidang PKL jam 8.15 jadi aku yang gantiin. Silahkan masuk."
Aldion tercengang, seketika matanya tidak bisa lepas dari senyum Rifa barusan. Pikirannya mendadak chaos. Data, dokumen, DOTA, mobil, uang, dan kebahagiaan duniawinya hilang semua gara-gara satu senyuman dari Rifa.
"Kok diem aja, Mas. Ayo masuk, saya ada kelas jam 10 soalnya. Biar cepet selesai."
"I.. Iya, kak." Lalu Aldion membuntutinya.
"Duduk di sini, Mas. Jadi mas Faiz ngasi tugas untuk Masnya ini bantuin saya bikin media biak bakteri. Maaf Masnya ini namanya siapa, ya?" Tanya Rifa kalem. Aldion lagi-lagi mengalami brain freeze.
"Eh.. Aldion. Panggil aja Dion. Kakak anak baru? Transfer dari jurusan mana?"
"Enggak, kita seangkatan kok. Aku dari jurusan sebelah. Kalau kamu kuliah di gedung E, aku ada di gedung D. Rifa, dari Mikrobiologi murni. Kebetulan pak Kas minta aku buat jadi asisten labnya karena kekurangan orang."
Sekali lagi terkena brain freeze mungkin Aldion akan terkena disfungsi otak. Maka Aldion mengalihkan pandangannya dari Rifa.
"Jadi.. kita mau bikin apa, nih?" Tanya Dion basa basi. Rifa berpikir sejenak sambil mengambil beberapa peralatan.
"Kita mau bikin media NA, NB, sama PDA. Sudah dibaca modulnya?"
Shit! Kenapa sih Rifa pakai senyum lagi. Anjrit lah gue mana bisa fokus kalok asisten labnya kayak begini. Batin Dion sambil lagi-lagi mengalihkan pandangan.
"Kita nggak make masker? Setahu gue sih harus steril biar gak keluar belatungnya."
"Oh iya maaf, bener kamu, Dion. Sarung tangan jangan lupa, ya.."
Sebenarnya pertanyaan barusan sengaja Aldion buat supaya Rifa memakai masker dan wajahnya tidak terlihat, jadi Dion bisa leluasa berbicara dengannya tanpa terkena brain freeze.
Selama satu setengah jam pembuatan media, Dion berpikir, Rifa berbeda dengan perempuan lain. Senyumnya tulus, tutur katanya baik, kalem, dan wajahnya bersih polos.Kali ini Dion menyadari, Rifa bukanlah target dari panahnya. Tapi dia adalah tujuannya.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Across The Universe
Romance"Aku menangkap sinar matanya diantara remang-remang lampion imlek. Sosok lelaki dengan rambut sebahu yang diikat rapi dan lintang bibirnya yang seperti bulan sabit itu melumpuhkan syaraf di lidahku saat ia memintaku untuk mencatat pesanannya..." Acr...