Let It Be

2 1 0
                                    

Aku selalu lupa meletakan uangku antara di dompet berwarna hitam, atau di dompet berwarna kuning. Dan aku baru ingat sekarang, kalau dompet hitam itu untuk surat-surat penting, sementara dompet kuning murni untuk uang dan kartu ATM. Aku membawa dompet yang salah di saat genting seperti ini. Ya, aku baru sadar aku lupa membawa dompet kuningku padahal aku sudah terlanjur ngeprint laporanku.

"Maaf Pak, dompet saya ketinggalan. Saya ambil dulu ya.."
Lalu kulihat jam sudah menunjukan jam 14.25, tidak mungkin aku bisa mengambil dompetku lalu menumpuk laporanku sebelum jam 14.30

"Pakai duitku aja dulu, Mal. Berapa Pak?"

"Tujuh ribu lima ratus, Neng. Makasih.."

"Ya ampun Airin! Makasih banyak yaa.. berkat kamu, aku bisa numpuk laporan sekarang di lab. Eh jangan kemana-mana, tunggu disini, aku bakal numpuk sekarang terus aku traktir kamu makan es krim. Oke?"

Airin mengangguk semangat, lalu aku berlari menuju lab biologi sebelum asisten galak itu menutup pintunya. Tak lama kemudian aku kembali menjemput Airin dan mengajaknya makan es krim di kedai 77.

"Rin, makasih banget sumpah.. kalok nggak ada kamu, bisa 0 nanti nilai laporanku. Makasih makasiiihhh.."

"Selow selow, Mal.. makasih juga es krimnya. Oh iya, kita kan belom kenal deket nih, udah 5 semester padahal. By the way, Tamara mana?"

"Tamara lagi sakit, Rin. Laporannya udah dititipin tadi ke Young-Jae."

"Young-Jae?"

Haruskah aku memberi tahu Airin? Ah, jangan dulu deh.. Airin memang terkenal dengan sifat baiknya tapi kalau untuk urusan hati, aku belum siap untuk memberitahunya. Apalagi, aku memberinya nama Lee Young-Jae, pasti Airin akan curiga denganku.

"Itu.. temen sekelas kok, emang sering dipanggil gitu. Hahaha.."

"Oalaah.."
Jawabnya singkat sambil memasukkan satu sendok es krim ke dalam mulutnya.

Aku dan Airin mengobrol banyak sore itu. Karena belum begitu mengenal dekat, maka pertemuan kami ini terasa seperti interview. Bagiku, Airin merupakan sosok misterius yang tidak terlalu terbuka. Apalagi perkara cinta.
Maksudku, siapa juga yang akan membeberkan perkara asmara dengan orang yang baru dikenalnya tadi?
Tapi lewat dari itu, Airin tetaplah misterius. Dia lebih suka mendengarkan aku bercerita daripada menceritakan dirinya sendiri. Sejauh ini yang kutahu darinya adalah Airin merupakan perempuan berdarah Tionghoa yang berasal dari Semarang dan bekerja di malam hari membantu kedai Chinesse Food milik ayahnya.

"Kamu sendiri dari mana, Mal?"

"Pekanbaru. Tapi mamak aku orang Palembang, kalok papa aku orang Padang. Jadi kita kayak keluarga 3P gitu, Padang Palembang Pekanbaru. Tahu, kakakku lahir dimana? Purwakarta! Sori, 4P jadinya. Hahahaha.."

"Ayah aku.. orang Cina asli yang pindah ke Indonesia waktu masih kecil. Kalok ibu aku orang Jogja separuh Tionghoa. Yang bikin lucu dari keluargaku itu fisik dari anak anaknya. Harusnya aku sama abangku matanya sipit kan? Kulitnya putih, kan? Tapi enggak tuh. Aku putih ikut ayah, tapi mataku paling lebar diantara sekeluarga. Kalok abang aku 100% mirip ibukku. Coklat tapi sipit."

Aku tidak akan pernah menyangka kalau sore itu membawa kejutan untukku. Kejutan yang benar-benar membuatku terkejut seakan-akan jantungku terlepas dari tempatnya. Lee Young-Jae tiba-tiba datang disaat aku dan Airin hampir selesai makan.

"Aku udah cantik belum?"
Tiba-tiba saja pertanyaan bodoh terlontar dari mulutku saat aku melihat Young-Jae membuka pintu kedai.

Airin cuma tertawa, lalu membetulkan letak kerudungku yang miring.

Across The UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang