[18] Maaf, Zee (Rafa POV)

16K 1.8K 370
                                    

Kondisi Zee semakin membaik, dia memang cidera dan gak boleh main voli. Tapi kalau untuk berdiri dan melakukan beberapa aktivitas ringan sudah bisa. Sayangnya, sikapnya yang manja benar-benar membuat gue hampir gila. 

"Raf... Jangan pergi dulu, kek!" rengeknya. Padahal gue mau ke toilet. 

"Apa sih, gue mau ke toilet, ikut?" 

Bungkam dia. 

Udah berapa hari gue berusaha sabar atas sikap Zee, gue berusaha membuat nyaman diri gue untuk menemani Zee tapi gak bisa. Sampai suatu malam gue LINE Ucica karena gue kangen ama tuh orang. Telepon gak diangkat, sms gak dibales, kebiasaan jelek gak aktifin ponsel. 

Akhirnya, gue LINE Haikal. Pura-pura minta tolong Ucica bayarin uang kas cuma demi mencari topik pembicaraan nantinya kalau gue ketemu dia. Anti-mainstream kan gue? Cowok mana lagi yang modusnya suruh bayarin uang kas? B-)

"Rafa! Pokoknya kamu gak boleh sekolah!" Paksa Zee di pagi hari tepat ketika gue mau pergi. 

"Apaansih lo." Kalau bukan Zee, udah gue tinggal kabur kali. 

Singkat cerita, terjadilah perdebatan antara gue dan Zee. Ini anak mulutnya bener-bener bikin gue naik darah. Setengah hati gue mengalah, dan gak jadi ke sekolah cuma buat nemenin dia. Gak masalah absen gue bolong-bolong, yang masalah adalah gue kangen temen-temen gue, dan cewek itu. 

"Rafa, es krimnya kayaknya enak banget deh. Abis dari rumah sakit kita harus beli es krim ini nih," celotehnya sambil memainkan gadget. Gue gak jawab, fokus nonton siaran ulang liga Inggris. 

"Ini bagus deh, Raf. Kamu pasti cocok pakai jaket ini." Dugaan gue: Zee gak bakal berhenti ngoceh sampai dia tidur siang. Alhasil, gue pasang headset daripada panas dengar Zee ngoceh terus. Sebenarnya sih, gue bete aja ama sikap Zee yang makin lama makin keterlaluan. 

Lama kelamaan gue ngantuk, dan tidur deh.

***

Sayup-sayup gue denger adzan dzuhur berkumandang, tepat ketika gue pengen bangun, ada kepala orang bersandar di pundak gue. Siapa lagi kalau bukan si Zee. Dia ikut tertidur di samping gue entah dari kapan. 

"Nyenyak tidurnya?" Suara Tante Lian ngegetin gue. Cepat-cepat gue menepuk pipi Zee supaya dia bangun. Gak enak kan dilihatnya. Zee mengangkat kepala sambil mengucek mata. 

"Mama?" gumamnya setengah sadar melihat sang ibu sedang membuka makan siangnya.

"Maaf ya, Tante. Rafa juga gak tahu kalau Zee ada di samping Rafa," kata gue gak enak hati. Si Zisha juga sih main asal nemplok aja di pundak gue. 

"Gakpapa, Tante jagain kalian kok dari tadi." Tante Lian memaklumi persabahatan gue dengan Zee emang tergolong gak normal. 

"Yaudah, Rafa balik dulu ya, Tan." Kesempatan gue lepas dari Zee tanpa harus menyakiti perasaan Zee. Gue segera menyambar tas dan salim ke Tante Lian. 

"Ish! Kenapa pergi sih!" Zee ngedumel tanpa gue gubris. Terserah dia mau bilang apa yang jelas tiga hari di rumah sakit gue rasa lebih dari cukup. Dikata gue gak punya keluarga kali ah. Ya emang gue belum berkeluarga sih. 

***

Sampai di rumah, gue lihat Papa lagi nonton tivi dan Rasya... sekolah lah. 

"Assalamualaikum." Lepas sepatu, gue salim ke Papa di ruang tamu. 

"Walaikumsalam. Kamu kok di rumah sakit lama banget, Raf?" tanyanya menginterogarsi. 

"Zee gak mau Rafa pergi," jawab gue jujur sejujur-jujurnya. Kali ini tidak ada dusta untuk Papa tercinta. 

Return Fall [1] : R and DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang