Bukan masalah jika aku harus jujur tentang rasaku pada Rafa. Tapi demi apa pun aku tidak akan menampilkannya. Akan aku pendam sebisaku, dan berharap hilang dengan sendirinya jika apa yang terjadi di masa nanti jawabannya adalah 'tidak'.
Hari ini berjalan seperti biasa. Berangkat sekolah naik kereta, berjalan dari stasiun sampai ke sekolah dan upacara bendera. Tidak ada lagi insiden ketinggalan topi lalu diselamatkan oleh seseorang. Semua normalnya yang aku mau.
Selesai upacara, bahkan sampai istirahat, aku tidak melihat Rafa. Harusnya aku tenang, hidupku kembali seperti semua tanpa ada si pengganggu yang tiba-tiba menodong uangku, yang tiba-tiba mengacaukan hariku. Tidak ada lagi dia.
"Dru, masa kak Naren ganti dp jadi ama cewek deh! Sebel!" Ema masih saja menggerutu kesal karena Naren baru mengganti foto profil LINE dengan Bianka. Aku yang lagi iseng-iseng gambar cuma bisa menggumam.
"Tar juga diganti dah," balasku datar. Mana kenal Ema dengan Bianka. Kalau kenal juga pasti perang dunia deh.
"Ish tapi tuh ini baru pertama kali dia ganti dp! Tau gak, masa LINE gue gak di read eh dia sempet ganti dp. Bla, bla, bla...." Selebihnya aku sama sekali tidak mendengarkan omongan Ema karena terlanjur larut menghitung rumus ekonomi.
Beberapa menit kemudian, mulut Ema capek sendiri. Dia sudah berhenti mengoceh dan ikut mengerjakan tugas ekonomi.
"Dru!" sahut si Haikal dari belakang sambil menepuk bahuku. Karena terlalu kencang, jadi kecoret deh.
"Biasa aja kali. Kecoret nih!" protesku karena dia gak santai.
"Waahaha! Sengaja." Dia malah nyengir, aku manyun. "Nih Rafa nge-Line gue." Dia menyodorkan ponselnya. Aku menerima ponselnya, melihat pesan dari Rafa yang ia maksud.
Rafa-senpai:
Oy, bilang ke Ucica bayarin uang kas gue yak. Ceban. Tar si bendahara kelas gue ngamuk, masuk-masuk gue dianiayaApa-apaan coba nih orang. Udah main asal ngilang, datang-datang minta talangin uang kas. Keningku mengerut lama, lalu mengembalikan ponsel Haikal sambil menghela napas. Duh, gusti...
"Napa, Dru?" tanya Ema setelah Haikal balik ke habitatnya.
"Rafa minta talangin uang kas kelasnya. Gak jelas banget dah tuh orang. Kayak gue emaknya aja." Nadaku setengah menggerutu. Bukan aku pelit, bukan masalah nominalnya berapa. Tapi maksudnya apa coba?
"Yaudah, tolongin dah. Emang dia lagi dimana sih sampe minta talangin?"
"Rumah sakit."
"Siapa yang sakit?"
"Zee."
Mata Ema melebar. "Hah?!" jeritnya berlebihan.
"Cidera dia. Udah deh, gak usah dibahas."
Bukannya berhenti, Ema malah makin tambah menggodaku. "Ucica cemburu... Ucica cemburu..." Telunjuknya menusuk-nusuk pipiku.
"Apaansih lo..." Aku berusaha menepis tangannya pelan. Dan kami berakhir dengan tertawa.
Meskipun begitu... otakku masih dipenuhi tentang Rafa.
***
Seperti yang 'diperintahkan Rafa-sama', aku menuju kelasnya ketika bel pulang berbunyi. Kebetulan juga searah pulang karena kelasnya dia di lantai satu.
"Misi, kak. Ada yang namanya Kak Nida?" tanyaku pada beberapa orang yang sedang duduk di depan kelas. Para murid mulai berkeluaran dari kelasnya. Meskipun masih banyak juga yang betah di kelas walau sudah bel pulang, termasuk beberapa anak di kelas ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Fall [1] : R and D
Novela JuvenilBertemu Dru merupakan takdir yang tidak pernah disangka-sangka oleh Rafa. Bermula dari hukuman Papa yang mengusir Rafa dari rumah, menjadi jalan awal bagi Rafa mengenal Dru. Melalui tingkah konyolnya, Rafa berusaha menggenggam hati Dru. Sayangnya, Z...