"Rafa! Rafa! Udah bangun belum sih?!" Dru menggedor-gedor pintu kontrakan Rafa yang tertutup. Hari ini mereka mau berangkat bersama seperti yang telah Dru janjikan, tapi Dru sudah menunggu lama di rumahnya, Rafa belum muncul juga.
Pintu terbuka, orang yang di dalam tampak bertingkah gaduh karena kesiangan. Dasi belum dipakai, baju belum dikancingin, kaus kaki baru dipakai sebelah, kacau banget.
"Kesiangan lo yeh?" Dru mundur sedikit ketika Rafa susah payah memakai sepatunya. Bibirnya penuh dengan tempe goreng buatan Amah. Lumayan untuk ganjal perut.
Ketika Rafa sudah selesai, dia segera mengunci pintu dan mereka berlarian menuju stasiun karena kalau tidak, ketinggalan kereta akan mengacaukan semuanya. Bisa-bisa mereka dihukum oleh Pak Tulus yang sekarang kebagian tugas piket.
Di kereta pun, Rafa malah tidur dengan posisi berdiri. Dru duduk di kursi, Rafa berdiri di depannya karena gak dapat tempat duduk.
"Raf! Jangan tidur!" Dru mencubit perut Rafa. Cowok yang rambutnya agak berantakan itu cuma melek sedikit bergumam tak jelas dan melanjutkan tidurnya.
Dru menghela napas panjang, gak habis pikir apa yang sudah Rafa lakukan sampai bisa sengantuk ini. Enaknya naik kereta, gak macet. Jadi, mereka bisa cepat sampai stasiun lalu turun menuju sekolah yang dekat dengan berlari.
Rafa berusaha menyeimbangkan kecepatan lari Dru, karena Dru terlalu lambat, akhirnya Rafa menarik tangan Dru dan mereka bergenggaman tangan sambil berlari.
"Udah mau ditutup!" Rafa panik melihat gerbang yang hampir tertutup. Mereka segera melesat cepat melewati gerbang dan tepat ketika keduanya masuk, gerbang telah ditutup sempurna.
"Huft! Hampir aja!" Rafa dan Dru terengah-engah.
"Rafa?" Suara itu membuat keduanya menoleh ke belakang.
Zisha, berdiri menatap Rafa lalu ke Dru bergantian.
"Gu--gue... Duluan ya." Dru segera berlari menjauhi keduanya. Tanpa balasan dari Rafa apalagi dari Zee.
"Lo masuk kelas gih, udah bel," kata Rafa ke Zee.
Gadis itu hanya menggeleng pelan. Dia menyodorkan botol berisi air mineral kepada Rafa. "Minum dulu," katanya tersenyum.
Rafa menerimanya. Meneguknya sekali habis karena berlarian dari stasiun ke sekolah menimbulkan dahaga.
"Thanks," kata Rafa mengusap mulutnya yang basah.
Baru saja mulut Zee ingin berucap, tapi kemunculan Pak Tulus mengganggu keduanya.
"Ngapain masih berdiri di lapangan? Memangnya kalian belajar di lapangan." Dia sudah bawa pluit nyaring andalannya.
Zee memutar bola mata jengah, dia salim ke Pak Tulus lalu pergi setelah bertatapan dengan Rafa.
"Hai, Pak. Makin ganteng aja." Rafa ikut salim ke Pak Tulus sebelum dia lari karena gak mau mendengar ceramah pagi.
"Eh... Rafa Enggardion. Sehat, Nak?" tanya Pak Tulus tidak melepaskan tangan Rafa. Jantung Rafa makin dag-dig-dug-der.
"Sehat dong, Pak! Lihat nih muka Rafa seger banget kayak bayam baru dipetik," celetuk Rafa jenaka.
"Ohh berarti bisa dong lari lima kali keliling lapangan?" Pak Tulus tersenyum evil.
"Hahh? Kok..?" Rafa pura-pura bego.
"Emang saya gak tahu! Kemarin kamu main futsal di kelas kan? Kamu juga dihukum sama Bu Erni tapi kamu malah jajan di kantin!" Pak Tulus menggetok jidat Rafa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Return Fall [1] : R and D
Novela JuvenilBertemu Dru merupakan takdir yang tidak pernah disangka-sangka oleh Rafa. Bermula dari hukuman Papa yang mengusir Rafa dari rumah, menjadi jalan awal bagi Rafa mengenal Dru. Melalui tingkah konyolnya, Rafa berusaha menggenggam hati Dru. Sayangnya, Z...