0.1

112 41 25
                                    

Author POV

"L..lo, ngapain lo kesini?" Ujarnya

"Gue..  gue lagi bolos, lo sendiri?" Ujar deeta.
Deeta selalu berkata jujur walau pun dia urakan.
Dan harus kalian ingat adalah sebandel-bandelnya atau sebangor-bangornya atau senakal-nakalnya orang ada banyak sisi kebaikan, jadi jangan berpandang negative ke setiap orang yang selalu berurusan karena kenakalannya. Dan kalian harus ingat juga, orang nakal pasti ada tujuan tertentu.

"Gue kesini cuman numpang lewat." Ujar Rico.
Padahal dalam hatinya dia berkata akan menemui gadis itu. Maklum cowok kurang gantle, tapi badan berotot.
Hadehh

-

-

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumussalam Wr.Wb. ,eh sayang udah pulang?" Tanya mama deeta yang sedang menyiapkan hidangan makan sore.

"Oh iya Ta, seminggu lagi kamu PAS kan?, nah kamu dari sekarang harus banyak belajar jangan main hp terus. Dan ingat satu lagi, mama mau kamu jadi juara pas kenaikan kelas, masih ada waktu setengah tahun lagi. Kamu harus banggain mama sama papa yah sayang." Ujar mama yang selalu menasehati dan berharap anaknya bisa menjadi juara.

Sedangkan deeta hanya menanggapinya dengan bosan.
Ia berpikir gimana mau jadi juara, sedangkan dikelasnya adalah orang orang ber IQ diatas rata-rata, sedangkan dia hanya dibawah rata-rata -miris-.

-

-

Kini Deeta sedang terbaring di kasur king size nan empuk itu, ketika Deeta sedang galau ia selalu membuat sepetik puisi. Puisi-puisi yang ia tulis tak seindah puisi seperti kebanyakan orang. Ia menulis puisi karena sebuah hobby, selain itu juga Deeta selalu mengikuti lomba sastra baca puisi, walau hasilnya bukan yang ia inginkan, di setiap perlombaan Deeta hanya membawa pulang piagam bukan piala. Ia akan terus bertekad untuk membawa piala hasil dari pembacaan puisinya ke dalam kamar walaupun hanya sebuah piala.

Ia selalu bercita-cita untuk menjadi seorang penyair, sedangkan belajar pun ia enggan. Gimana mau menjadi seorang penyair?. Ia mempunyai banyak koleksi buku puisi atau pun sastra.

Menurut Deeta, menulis dan membaca puisi hal yang menarik dari pada belajar yang nyampe beratus-ratus lembar buku pelajaran, itu hanya mengolok-ngolok waktu.

Tidak ada yang tau jika Deeta mempunyai sebuah hobby menulis dan membaca puisi, sekalipun itu Mama, Papa juga Fita. Ia merahasiakan hobbynya dari semuanya sebelum ia berhasil memegang piala Sastra.

-

"Taa.. kebawah yuk, kita makan dulu. Mama udah nyiapain makanan kesukaan kamu, BAKSO." Ajak Mama, sambil mengetok-ngetok kamar Deeta.
Makanan favorite deeta bakso, tapi deeta mempunyai tubuh bak model. Aneh ya?, itulah Deeta. Ia rajin berolahraga setiap hari minggu pagi di keliling kompleknya.

"Ah iya ma, sebentar Deeta lagi cuci muka"

Tak lama kemudian Deeta menyusul Mama dan Mapanya ke ruang makan.

"Wahh bakso," ujar Deeta dengan antusias. Ketika Mamanya membuat bakso, ia membuat peraturan tidak boleh ada yang makan baksonya kecuali ada izin atau Deeta yang mulai kenyang, sekalipun Mamanya yang buat.

"Oh iya Ta, tanggal berapa kamu PAS?" Tanya sang Papa.

"Tanggal 4 Pah, emang kenapa Pah?"

"Papa cuman bertanya saja, Ta seminggu lagi PAS. Papa dan Mama mau kamu jadi anak yang pintar sayang, papa mau kamu yang melanjutkan usaha papa ketika Papa sudah lansia."

Papa Deeta selalu meminta Deeta agar meneruskan usahanya di bidang pemasaran. Papa Deeta bisa dibilang orang berada, ia mempunyai kurang lebih 5 mall di sekitar daerah jakarta-bandung. Usahanya itu cukup melenjit, atas usaha dan jerih payah papa Deeta.

Deeta selalu menanggapinya dengan deheman, entahlah. Dari dulu Deeta selalu disuruh untuk menjadi juara kelas namun hingga kini ia tak mampu mengabulkan keinginan mama papanya. Ia mempunyai jalan sendiri untuk sukses, ia selalu membantah agar ia tidak meneruskan usahanya di bidang pemasaran itu.

-

Pagi-pagi sekali ia bangun atas permintaan orang tuanya yang menurutnya paling cerewet. Dan dengan terpaksa ia menurutinya.

Sekolah...

"Wih ta, ada setan apaan lo dateng ke sekolah sepagi ini. Lo tau gak sekarang jam berapa? Nih ya kalo lo mau tau sekarang jam 06.25. Ta."

"Lo ngomong atau ngeceng kagak ada titik, koma."

Deeta langsung menuju kelasnya, dan menghiraukan pertanyaan juga jawaban dari Fita.

Gue dateng telat salah, dateng pagi salah. Apa lagi dateng malem yang ada gue ketemu mak kulnak (kuntilanak).

"Pagi anak-anak." Ujar Bu CATY -mapel.biologi-

"Pagiii" seru anak kelas XI.II.

jir biologi, apalagi sekarang bab reproduksi. Yang ada telinga gue pecah gara-gara cowok sange. Kantin ah, ngebakso mang ucup.

"Bu cantik, saya izin telolet yah, eh toilet bu maksudnya." Seketika kelas hening menjadi gaduh gara-gara kelucuan Deeta.

-

"Mangg ucuppp baksonya seporsi, pake mie biasa. Putih, toge, sayur. Dan jangan pake mecin lagi amandel, terus jangan pake bawang-bawangan cuman bikin mual. Oh iya pake bumbu pedas oke mang. Thanks." Pesan Deeta ke mang ucup, mang ucup sih gak heran kalo Deeta mesen bakso dengan aturan panjang kali lebar dan makan diwaktu belajar. Mang ucup langganan Deeta paling utama, setelah mamanya.

"Ini neng baksonya."ucap mang ucup yang menyajikan hidangan baksonya di meja Deeta.

"Wih enak nih, nuhun mang."

"Yo neng."

Baru saja Deeta akan memakan sebutir bakso kedalam mulut cantiknya, tiba-tiba kupingnya agak nyeri.

Aaww

"Sakit bego," ujar Deeta, yang lagi enak mau makan bakso.

"Yang mana yang sakitnya bego?." Tanya orang itu.

Kok suaranya agak familiar yak.

Ketika Deeta menengok,

"Eh, bapak cantik. Ups maksudnya ganteng, bapak mau gak pak bakso mang ucup? Enak loh pak. Enak banget"

"Ikut bapak."

"Kemana pak?"

"Jonggol."

"Wakwaw dong pak?"

"Ke BK, kamu ini kenapa sih Deeta, selalu saja begini? Kamu itu harusnya belajar bukan makan. Badan udah kayak kebo gini makannya bakso lagi." Ujar pak David -guru BK-, tangannya masih setia berada di telinga sebelah kanan Deeta.

Aww

"Pak ini lepasin dong, saya lapor ke KPAI loh tar bapak dipenjara, terus tar mohon-mohon ke saya pak, gimana tuh?" Rayu Deeta yang hanya dipelototi pak David.

-

Sekarang Deeta sedang berada di koridor kelas X. Ia dihukum gara-gara tadi dikantin. Disuruh mengepel koridor anak kelas X.

Guru kurang asem, kurang gula, kurang cikur. Malah lebih cabe. Seenak jidatnya yang kaya lapangan golf itu nyuruh gue bersihin ni koridor, lo pikir ini hanya sepuluh kubik  lantai.
Huh

 Story in life end Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang