Chapter 2

97 9 2
                                    

   Waktu berjalan begitu cepat. Tidak terasa sudah 1 minggu aku bersekolah disini.
   Saat bel istirahat berbunyi, Milla mengajakku ke kantin bersama. Belakangan ini aku jarang ke kantin dengan Milla. Terakhir kali, saat hari pertama disini. Milla selalu beralasan rapat saat istirahat. Aku juga penasaran rapat apa yang dia kerjakan.
   "Milla, mau makan apa? Hari ini gue yang pesenin deh," tanyaku sambil melihat muka Milla yang kusut banget hari ini.
   "Gue ngga lapar sih sebenarnya. Gue nitip jus mangga aja deh," jawabnya.
   "Yaudah gue pesen dulu," aku langsung pesan soto ayam dan teh manis untukku dan jus mangga untuk Milla. Kali ini, aku membawa makanannya sendiri supaya lebih cepat.
   "Mill, nih jus mangga lo. Lo yakin ngga mau makan? Soto ayamnya keliatan enak loh."
   "Gue udah makan tadi pagi. Gue juga udah pernah cobain soto ayamnya. Enakan soto ayam buatan tante Tia"
   "Yaiyalah... Masakan mama gue emang paling enak... Hehehe... Mill, lo kenapa sih? Kok muka lo kusut banget?"
   Milla menatapku sambil menyipitkan kedua matanya. "AAAAAAAHHHHHHHH!!!!!" Milla mengeluarkan aumannya yang bikin anak-anak di kantin langsung mengalihkan pandangan ke arah meja kami. Nih anak kayanya udah ngga waras. Tanpa pikir panjang aku langsung menutup mulutnya dan untungnya dia langsung menghentikan aumannya.
   "Milla, lo udah gila ya?! Lo ngga malu dilihatin sama anak-anak disini?!" bentakku.
   "Donna, gue pusing tau ngga sih?!"
   "Teriakan lo juga bikin semua orang pusing! Emangnya lo ngga malu diliatin? Gue malu banget tau!"
   "Iya, maaf deh. Habisnya gue lagi pusing, terus lo ngatain muka gue kusut. Kalau pertannyaannya gue malu atau ngga, semua anak disini udah tau gue tuh anaknya ceria, lagipula kakak kelas lagi ada seminar di aula, jadi santai aja," Milla seenaknya menjawab sambil memberikan senyum tanpa dosanya. Ini anak emang kebangetan!
   "Lo tuh bukan ceria, tapi nyebelin!"
   "Iya Donna, maaf, jangan marah gitu dong. Gue tuh hari ini lagi ngga mood. Nih, gue jelasin ya. Setiap tahun sekolah kita pasti menyelenggarakan cup dan pentas seni. Nah, biasanya itu panitianya kelas 10-12. Tapi, kepala sekolah kita yang sekarang itu kan masih baru. Dia baru diganti pas bulan Januari kemarin. Dia ngga mau kelas 12nya diganggu. Jadi kelas 10 & 11 yang harus mengurus semuanya," jelas Milla.
   "Terus masalahnya apa?" tanyaku bingung.
   "Hello?! Masalahnya tuh banyak, angkatan kita itu anak-anaknya susah kerjasama, ditambah lagi kelas 10 kan masih baru, ditambah lagi kepala sekolah kita minta supaya waktunya cuma dari bulan Agustus-September. Ngga boleh lebih! Ini aja udah minggu terakhir di bulan Juli, cup sendiri aja butuh waktu 3 minggu. Karena kita cuma pakai hari Sabtu dan Minggu. Dan persiapan kita itu BELUM ADA!! Oh iya satu lagi masalah besarnya, gue bakal jadi wakil ketua panitianya!" jelas Milla panjang lebar.
   "Yang sabar ya Mill," aku juga bingung harus gimana menanggapinya, jadi suruh dia sabar aja. Hahaha...
   "Enak banget jawaban lo. By the way, sekarang giliran gue yang nanya. Selama gue sibuk beberapa hari ini, dan ngga bisa menemani lo pas istirahat. Lo ngapain aja?" tanya Milla sedikit galak.
   "Selama lo ngga ada, gue di kelas aja baca novel sambil dengerin lagu," jawabku jujur.
   "Lo bener-bener ya Don. Sekali-kali ngobrol sama temen sekelas ngga ada salahnya! Lo musti belajar lebih terbuka. Sayang mulut lo ngga dipakai!" tegur Milla.
   "Milla, kan lo tau gue gimana. Gue ngga bisa se-extrovert lo," lirihku.
   "Donna, gue ngga bermaksud untuk sok bijak atau gimana. Gue cuma kangen Donna yang dulu. You have to move on. Forget the past!" jawab Milla halus.
   "Milla, I'm trying. Gue coba untuk jadi gue yang dulu. Tapi ngga mudah," sebenarnya aku malas kalau Milla udah ngomongin soal sifat aku yang berubah. Sebelum orangtuaku berpisah aku memang anak yang riang, dan terbuka. Tapi saat aku dengar banyak teman dan juga tetanggaku yang mengejek atau ngomongin aku dibelakang, aku lebih memilih untuk diam dan mengacuhkan mereka. Makanya aku dan mama sempat pindah ke Batam. Hidup dengan cap anak broken home itu ngga mudah. Banyak sekali orang yang suka merendahkan.
   "Donna, gue kenal seseorang yang punya kondisi kaya lo. Tapi dia bisa membalaskan rasa sakit hatinya dengan prestasi dan dia bahkan gue jadikan salah satu inspirasi gue."
   "Siapa?"
   "Temen gue. Mending sekarang ke kelas aja yuk, udah mau bel," Milla dan aku bergegas ke kelas, melihat waktu istirahat yang tersisa hanya 1 menit lagi, ditambah lagi setelah ini kami ada pelajaran biologi dengan guru killer.
   Beberapa jam berlalu, akhirnya bel pulang berbunyi. Setelah guruku mengucapkan salam dan meninggalkan kelas, aku dan anak-anak lainnya membereskan buku untuk pulang.
   "Donna, lo mau bantuin gue ngga?" Milla bertanya padaku sembari membereskan bukunya.
   "Bantuin apaan? Jangan yang aneh-aneh," jawabku.
   "Lo gue jadiin panitia acara cup dan pensi kita nanti ya," pinta Milla
   "Males ah," tolakku.
   "Yah, tapi gue udah tulis nama lo jadi sekretaris di susunan kepanitiaan, dan ngga bisa diganti. Jadi mau ngga mau lo musti mau!" percuma saja kalau aku menjawab tidak. Namaku juga sudah dicantumkan. Milla memang menyebalkan!
   "Mill, kalau gitu lo ngga usah nanya, ini tuh namanya pemaksaan. Lo bisa gue tuntut!" ketusku.
   "Lo yakin mau menuntut sepupu lo yang keren ini? Hahaha.... Tapi jawaban lo iya kan?" tanyanya yang lagi-lagi sambil memberikan senyum tanpa dosanya.
   "Gue jawab ngga mau sekalipun tetap aja lo bakal paksa gue!"
   "Nah gitu dong. Karena lo sekretaris jadi nanti lo harus bikin proposal yang akan kita gunakan buat cari sponsor"
   "Yaudah, lo ada contoh proposal yang lamanya ngga?"
   "Ngga ada di gue, tapi ada diketuanya. Nanti juga lo dikasih. Sekarang gue mau pulang, sebelum gue ditinggal sama supir gue yang udah nunggu dari 1 jam yang lalu, salam ya buat tante Tia. Bye!" Milla dengan santainya melambaikan tangan dan berlari meninggalkanku. Aku juga segera meninggalkan ruang kelas yang sudah kosong dan bergegas keluar gerbang sekolah, menunggu mama yang akan menjemput. Oh iya, aku masih dijemput mama bukan karena aku manja ya. Aku juga bisa pulang sekolah sendiri, tapi mama tidak memperbolehkan aku pulang sendiri kecuali kalau mama tidak bisa menjemput. Tak lama menunggu, aku melihat mobil mama, lalu aku segera menghampirinya dan meninggalkan sekolah.

◾️◾️◾️

   Malam hari, seperti biasanya, aku menyiapkan buku yang akan aku bawa besok dan mengerjakan PR. Sebelum tidur pastinya aku akan curhat dulu ke temanku, diary.

Dear Diary,

Hi Diary!! Hari ini di sekolah seru juga. PR udah lumayan banyak. Padahal baru 1 minggu sekolah. Diary, hari ini Milla bisa menemani aku lagi pas istirahat. Ternyata kemarin dia ada rapat persiapan cup dan pentas seni (pensi) sekolah. Dia jadi wakil ketua panitianya. Milla juga hari ini menyebalkan banget! Pertama, dia teriak ngga jelas di kantin, karena aku bilang muka dia kusut. Kedua, dia menuliskan namaku sebagai sekretaris di susunan kepanitiaan, padahal aku malas banget sama yang namanya buat proposal. Aku bahkan belum tau ketua panitianya siapa. Besok aku akan tanya ke dia.
   Diary, Milla tadi sempat bilang ke aku kalau dia kangen Donna yang dulu. Donna yang lebih terbuka. Dia minta aku buat merubah sifat aku, jadi Donna yang dulu. Tapi semenjak kejadian itu, ngga mudah buatku untuk jadi kaya dulu. Aku takut kalau teman-temanku tau masa laluku, mereka bakal mengejek aku atau ngomongin aku dibelakang.
   Diary, udah dulu ya curhatnya, udah jam 9 malam. See you tomorrow!

Xoxo,

Donna

◾️◾️◾️

Hi Guys!!! So, ini adalah cerita pertama yang aku tulis di wattpad. Sebenarnya udah lama banget pengen nulis cerita di wattpad tapi baru bisa sekarang... Hehehe... Rencananya aku mau update setiap minggu 1 atau 2 chapter, tapi menurut kamu enaknya gimana?
Next? Vote & Comment yaa... 😄
I hope you guys like it! 😊
Btw, Merry Christmas buat kamu yang merayakan....🎅🏻🎄

28 Oktober 2016

Diary DonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang