Chapter 5

90 11 1
                                    

"Donna, sayang, bangun yuk. Nanti kamu telat."
Mama membangunkanku yang masih tertidur berbantalkan diary. Ternyata semalam aku ketiduran.
"Loh kamu kenapa sayang? Kok matanya sembab gitu?" kaget mama yang melihat mataku sembab.
Ini pasti efek aku menangis semalam. Aku ngga boleh kasih tau mama masalah aku di sekolah. Aku ngga mau ngerepotin mama.
"Ngga ma, Donna ngga apa-apa kok," jawabku.
"Kamu nangis ya? Ada masalah?" selidik mama.
"Ngga ma. Donna cuma lagi ngga enak badan aja," bohongku.
"Yaudah. Kalau kamu sakit, istirahat aja dulu," ucap mama.
Boleh juga. Sesekali istirahat. Eh, tapi kalau aku ngga sekolah, nanti si Rena pasti mikir aku ngga sekolah karena dia. Aku harus sekolah!
"Jangan ma. Donna sekolah aja. Ada tugas yang harus dikumpul."
"Kalau kamu mau sekolah sekarang cepat siap-siap."
"Iya ma."

◾️◾️◾️

Baru saja sampai di kelas, aku sudah disuguhkan pemandangan tidak enak. Austin sedang duduk di kursi samping Milla—yang merupakan kursiku— dan juga ada seorang anak laki-laki lain yang berdiri sambil mengobrol dengan Austin dan Milla. Ada apa ini? Milla udah baikan sama Austin?
"Pagi Donna," sapa Austin ramah.
"Pagi," sapaku balik dengan ekspresi datar.
"Hai Donna," sapa laki-laki yang aku ngga kenal itu.
"Hai."
"Donna, duduk disini ya? Sorry ya gue dudukin bangkunya," ucap Austin sambil mempersilahkanku untuk duduk.
Caranya dia mempersilahkan aku buat duduk romantis juga ya. Hahaha. Tapi aku ngga gampang baper kok. Ingat, boys will always be boys! Lagian, aku masih kesal banget sama dia.
"Donna, lo belum kenal kan sama gue? Kenalin, nama gue Matthew, gue sekelas sama Austin," ucap Matthew dan mengajakku berjabat tangan.
"Ngga usah pakai jabat tangan bisa kali. Kan Donna cukup denger aja," ketus Milla.
Matthew tersenyum, "Cemburu nih ceritanya?" ledek Matthew.
"Apaan sih, siapa yang cemburu? Donna kan bisa dengar!" jawab Milla.
"Cemburu juga gapapa kok Mill. Malah gue jadi seneng, berarti gue udah berhasil bikin lo suka sama gue. Tinggal tunggu tanggal resminya kita jadian aja," ujar Matthew sambil mencubit pipi Milla.
"Gue ngga cemburu! Ngga jelas banget lo!" geram Milla.
Aku hanya menjadi penonton debat antara Milla dan Matthew. Aku mengalihkan pandanganku ke Austin yang berdiri persis di depanku. Terkejutnya aku, saat mendapati ia sedang menatapku juga. Tatapan kami bertemu. Ya, hanya sebentar. Sedari kapan Austin menatapku? Kok aku malah jadi salah tingkah? Kemudian Austin malah tersenyum. Astaga, aku ngga tau musti merespon apa.
"Lo cantik," ucapnya.
DOR! Musti jawab apa? Pagi-pagi dibilang cantik sama laki-laki paling populer di sekolah. Tapi mungkin dia cuma mau mainin perempuan. Biasalah anak-anak keren dan populer sering gitu. Ngga bakal mempan sama aku!
Aku hanya membalasnya dengan senyum tipis.
"Oh Donna gebetan baru lo ya Austin?" ledek Matthew dengan suara kencang.
Matthew pengen aku sumpel mulutnya.
"Bawel lo!" ucap Austin sambil berlalu meninggalkan kami.
   Kenapa Austin jadi kesel?
"Austin, lo jalan seenaknya! Udah ya Milla, Donna gue duluan," pamit Matthew.
   "Cie yang habis dibilang cantik," ledek Milla sambil menaik-turunkan alisnya.
   Aku membalasnya dengan tersenyum tipis, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
   "Lo jangan marah sama Austin ya tentang yang kemarin, dia udah beneran minta maaf kemarin. Kasihan dia. Dia baik kok," ucap Milla.
"Hm."
"Serius deh, dia itu bermaksud baik. Lo ngga bisa kaya gitu. Dia itu baik. Gue ngga bohong. Jangan marah lagi sama dia. Coba deh kalau temen-temen lo lagi berantem pasti lo juga bakal ngelakuin hal yang sama kan? Maksudnya dia tuh baik kok," ucap Milla.
   Aku mengangguk mendengar ucapan Milla. Memang seharusnya aku jangan menyalahkan dia. Yang menghina aku kan Rena dkk, jadi aku ngga boleh marah sama dia.

◾️◾️◾️

Austin POV

Dia cantik. Matanya indah. Tatapan kita tadi bertemu. Sebenarnya, sempat buat gue deg-degan sendiri. Gue spontan bilang dia cantik. Tapi, emang kenyataannya begitu. Tadi gue jadi salah tingkah sendiri. Gue bingung, sebenarnya dia ada masalah apa sih? Maksud Milla semalam itu apaan? Perempuan secantik dia punya masalah apa sampai jadi pendiam dan tertutup gitu?
   "Ngelamun mulu lo, ntar kesambet!" usil Matthew.
   Teman sebangku gue yang satu ini emang paling sering bikin emosi. Ngga bisa banget liat gue tenang.
"Siapa yang ngelamun?" dengusku.
"Lo! Malah daritadi gue liatin lo senyum-senyum sendiri, kan gue takut sohib gue gila," jawabnya asal.
"Ngomong tuh mikir dulu," geramku.
"Hahaha... Canda bro, serius amat sih. Lo kepikiran Donna ya?" tanyanya.
Wah, nih anak bisa baca pikiran gue kali ya?
"Ngga, sok tau lo!" jawab gue bohong.
"Lo kagak bisa bohong sama gue! Jujur aja kenapa?! Gue masih dianggap sohib ngga sih?!"paksa Matthew.
Kebiasaan buruknya Matthew adalah kalau penasaran pasti maksa.
"Gue mau jujur, tapi lo jangan ngambil jabatan gue sebagai kapten tim futsal, setuju?"
Jabatan gue sebagai kapten tim futsal bakal diganti sama Matthew. Karena belakangan ini setiap tanding, dia yang lebih sering bobol gawang. Gue juga diminta untuk fokus sama basket. Gue ngga beneran ngelarang dia buat ngambil jabatan gue, gue cuma mau bikin dia tambah kesel. Hahaha.
"Yah elah, lo udah kapten basket. Ntar, gue daftarin lo ke cheerleader deh. Pasti lo bakal jadi kaptennya," ledek Matthew.
"Anjir, gue masih normal!"
"Hahahaha.... Puas gue ngeliat lo kesel. Sekarang balik ke topik...."
Nah, sekarang kenapa jadi dia yang bikin gue kesel?
"Lebih baik kalian berdua kembali ke topik yang sedang kalian kerjakan atau kalian berdua mau saya hukum?"
Suara bariton khas guru sejarah Indonesia kami, Pak Anwar seketika memberhentikan kami berdua yang sedari tadi sedang mengobrol.
"Maaf pak," jawab kami.
"Kalian dari tadi bukannya mengerjakan tugas malah mengobrol! Sekarang selesaikan tugas kalian. Nanti saya akan kasih tugas tambahan khusus untuk kalian berdua sebagai pembelajaran buat kalian," ucap Pak Anwar.
Kami hanya mengangguk patuh. Gue menatap Matthew tajam. Gara-gara si kodok satu ini gue jadi dikasih tugas tambahan.

Diary DonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang