Chapter 3

105 11 5
                                    

Hari Selasa. Hari yang sangat dibenci oleh kelas 11 IPA 4, tanpa terkecuali diriku. Hari dimana para murid 11 IPA 4 bertemu dengan beberapa pelajaran sulit dan guru-guru yang galak. Menyebalkan!
Jam menunjukkan pukul 06.50, 10 menit sebelum bel berbunyi. Banyak murid tergesa-gesa masuk ke dalam sebelum bel benar-benar berbunyi. Aku hampir saja terlambat. Tadi pagi mobil mama sempat mogok, makanya jadi gini, untung ngga telat beneran.
Setelah turun dari mobil, aku sedikit merapikan pakaian dan segera melangkah ke pintu masuk. Di dekat pintu masuk langkahku terhenti, mendengar seseorang yang memanggilku.
"Donna, tunggu!"
Aku menoleh ke belakang dan seketika itu juga jantungku berdegup kencang terasa seperti sedang marathon. Ada apa dia memanggilku? Ditambah lagi aku seakan tidak dapat memfokuskan penglihatanku. Aduh, aku harus ngomong apa? Astaga, kenapa aku jadi gugup gini?
"Austin?" hanya kata-kata ini yang dapat kukatakan. Saat ini aku yakin wajahku—Ah, Aku tak tau lagi wajahku seperti apa.
"Donna, lo jadi sekretaris di event sekolah kita nanti kan?" tanya Austin to the point.
"Event apa? Cup dan pensi?" tanyaku balik. Kenapa juga aku nanya kaya gini? Emangnya aku sekretaris apa lagi?
"Iya bener. Nah kan gue ketuanya, jadi..."
"Hah?! Lo ketuanya?!" potongku.
KENAPA MILLA NGGA NGOMONG?!
"Kok lo kaget gitu sih? Emangnya gue ngga cocok banget jadi ketua ya?" tanyanya sambil tersenyum tipis. Senyum itu lagi. Astaga, aku bisa diabetes kalau terlalu lama melihat dia.
"Bu-bukan gitu. Gue cuma belum tau aja," jawabku gugup dan pura-pura melirik jam tanganku, "Oh ya, Austin, ngomongnya nanti aja ya, udah mau masuk," lanjutku.
Aku langsung balik badan ingin bergegas masuk ke dalam, mengingat waktu yang tinggal 5 menit lagi. Jujur, itu bukan alasan utamaku, aku ingin meninggalkan suasana awkward ini.
Baru mengambil satu langkah, tanganku ditahan. Tanganku ditahan Austin! What should I do? Stay cool Donna. Aku membalikkan badanku, melirik ke pergelangan tanganku yang digenggam olehnya. Saat itu juga dia sadar dan melepaskan pergelangan tanganku. Aku? Hanya mematung.
"Donna, so-sorry, ngga bermaksud ngga sopan," ucapnya terbata-bata dengan wajah bersalah.
"Ng-ngga apa-apa kok. Ada apa lagi?" kenapa aku ikut-ikutan terbata-bata? Suasana udah ngga enak nih.
Dia tersenyum. "Gue cuma mau ingatin, nanti siang pas pulang sekolah ada rapat. Sebentar doang kok, mungkin Milla belum ngomong."
"Oh gitu, ok deh, gue ke kelas dulu ya," aku langsung berlari secepat kilat tanpa mempedulikan jawaban Austin.
   Kalau kalian pikir aku anaknya terlalu kaku. Ya, mungkin kalian benar. Tapi aku ngga peduli.

◾️◾️◾️

Di kelas, aku melihat Milla sedang berbicara dengan teman-teman lain. Topik yang dibicarakan sama saja setiap harinya, artis-artis luar negeri yang tampan. Dasar fangirls!
"Eh, lagunya Justin Bieber yang what do you mean enak banget loh!" ucap temanku yang sedang berbicara dengan Milla.
"Iyalah... Namanya juga Justin Bieber lagunya pasti enak. Mukanya juga enak dilihat. Hahaha..." jawab Milla sambil menunjukkan beberapa foto artis idolanya itu.
Tanpa dia sadari, aku menaruh tasku dan duduk disampingnya.
"Eh, pagi Donna," oh ternyata dia sadar. "Tadi sarapannya manis banget ya," ucap Milla sambil menaik-turunkan alisnya.
Aku menaikan satu alisku. "Sarapan?"
"Ah, Donna suka lola gitu deh. Masa ngga ngerti sih?" Milla masih saja bertanya sambil menaik-turunkan alisnya.
Ini anak maunya apa sih? Aku beneran ngga ngerti maksudnya.
"Donna, maksudnya Milla itu si Austin," celetuk salah seorang teman sekelasku.
"Oh itu maksud lo. Milla lo ngeselin banget sih! Kenapa lo ngga bilang sih kalau ketuanya Austin? Udah gitu lo juga ngga bilang kalau pulang sekolah ada rapat. Gue kan belum izin sama mama gue," kali ini aku yang ngomong panjang lebar sambil menaikan suara 1 oktav.
"Kemarin kan gue buru-buru dan lo juga ngga nanya jadinya gue ngga ngomong kalau ketuanya si Austin. Kalau masalah rapat, gue juga baru tau semalam, gue ngga bisa kasih tau lo soalnya paketan dan pulsa gue lagi habis, wifi di rumah lagi error," jelas Milla yang diakhiri dengan senyum manis tanpa dosanya. Kebiasaan!
"Dasar. Hp doang mahal, pulsa ngga modal!" dengusku
"Jangan marah gitu ah. Harusnya senang tadi bisa ngobrol berdua sama Austin, pakai pegang-pegangan tangan lagi. So sweet banget deh ah! Gue tadi ngelihat lo, tapi ngga mau ganggu ntar dibilang nyamuk."
Belum sempat aku menjawab, guru yang mengajar sudah masuk ke dalam kelas. Aku hanya menatap Milla malas, yang dibalas senyum polosnya. Kalau bukan di sekolah pasti udah aku terkam si Milla.

Diary DonnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang