SATU

27.3K 773 45
                                    


ALZIA KHANZA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

ALZIA KHANZA

BIMA ARGANDA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BIMA ARGANDA

Masa SMA yang katanya masa penuh dengan suka duka, masa remaja yang paling indah, dimana di masa itu seseorang bisa merasakan cinta, masa putih abu-abu yang sangat menyenangkan. Tapi semua itu tidak berlaku bagi Alzia Khanza, hidupnya jauh dari kata bahagia sejak ia menginjak umur 5 tahun, yang harusnya Zia bermain tak kenal waktu dengan teman sebayanya, yang tahunya tertawa, tetapi Zia merasakan yang sebaliknya, hampir disetiap hari-harinya Zia selalu ditemani sepi dan juga tangisan, tidak ada sosok kedua orang tua yang akan menyambutnya saat pulang sekolah, tidak pernah memiliki teman, alhasil Zia menjadi cewek dengan sifat yang sangat tertutup, dari SD, SMP, dikucilkan dan diejek itu sudah hal lumrah baginya. Zia berusaha untuk tegar di depan semua orang, berpura-pura tidak perduli dengan semua hujatan yang dijatuhkan padanya, ia selalu menyimpan air matanya agar tidak jatuh di depan mereka semua. Puncaknya adalah sekarang, di masa putih abu-abunya, jika bukan karena beasiswa yang ia dapatkan, mungkin Zia sudah memutuskan untuk keluar dari sekolah itu, karena disana adalah tempat dimana kesabarannya diuji habis-habisan, bayangkan saja setiap harinya selalu ada 'kejutan' yang ia dapat, dan itu sudah berlangsung selama dua tahun lebih, sakit bukan ? Jika orang berpikir Zia pribadi yang kuat, cuek. Salah besar ! Ia lemah, sangat, tidak suka kesendirian sebenarnya, kalau bukan karena Bundanya, bukan hal mustahil untuk Zia mengakhiri hidupnya sejak dulu.

Suasana di SMA BHAKTI JAYA cukup ramai dengan murid-murid yang berlalu lalang pagi itu, jam menunjukkan pukul 6.45, cewek manis bertubuh langsing dan tinggi itu berjalan menuju kelasnya 3 IPA 1, seperti biasa ia berjalan dengan wajah yang ditundukkan, pikirannya selalu kacau saat ia akan menuju ke kelasnya, seperti memasuki sebuah planet panas dimana penghuninya adalah alien ganas yang siap memangsanya. Dan Zia telah memasuki pintu kelasnya.

"Eh eh awas minggir, anak pelacur mau lewat tuh" teriak seorang cewek dengan penampilan mahalnya.

"Oooh sang putri miabi udah dateng, kok murung sih mukanya" tambah Dilan

"Eh Lan, emang kapan muka dia gak murung, tiap hari juga gitu, dia kan capek abis jadi night butterfly". kali ini Doni yang mengeluarkan suara sambil melihat kearah Zia yang sudah duduk di bangkunya, pojok, dan sendirian. Tiba-tiba terdengar tawa dari seorang cowok ganteng yang berada di bangku depan, semua mata tertuju padanya. "Mungkin dia murung karena bayaran tadi malem gak sesuai tarif". Ucapnya dingin yang langsung diikuti tawa seisi kelas, Bima Arganda, salah satu cowok yang sangat membenci Zia, tidak lengkap rasanya jika setiap hari dia tidak memberikan hujatan pada Zia.

Bima lalu berjalan ke arah Zia, "tarif elo berapa semalem ?" tanyanya, sontak membuat semua mata menatap tajam Bima.

"Eh Bim, elo mau nyewa dia ? gak takut kena HIV elo ?" kata Rion. Bima tersenyum sinis sambil tetap menatap Zia tajam, "kata siapa gue mau nyewa dia ? kalian pikir gue sudi ? nyentuh sehelai rambutnya aja gue jijik, semua yang ada sama dia itu sangat menjijikkan di mata gue, kayak sampah yang udah gak bisa didaur ulang lagi". Mata Zia menatap Bima, apa Bima tidak tahu kalau ia sudah sangat kenyang dengan kata-kata kasarnya setiap hari. "Gue tahu gue sampah, tapi setidaknya mulut gue gak seperti sampah yang bisanya ngomong kotor kayak elo, harga diri gue emang rendah dimata elo, tapi gue masih tahu apa itu kesopanan"

"Gak masalah mulut gue kotor, toh gak ke semua orang gue kayak gini, mulut kotor masih bisa diperbaiki, tapi kalo tubuh yang kotor, meski elo perbaikin kayak gimanapun gak bakalan balik tetep aja kotor, dan masalah kesopanan, yaa... gue akui elo sangat sopan. Dihadapan lelaki hidung belang"

Zia menutup matanya, menahan amarah yang sudah seakan meledak, kedua tangannya mengepal kuat, ia tidak habis pikir mengapa Bima seperti menaruh dendam padanya sejak pertama melihat dirinya, Bima selalu memberikan tamparan keras lewat ucapan kasar padanya, meskipun tidak pernah ia balas, Bima tidak pernah lelah dalam hal mempermalukannya di depan umum.

"Mau elo apa sih Bim ?" tanya Zia lemah. Ia tahu percuma saja bertanya seperti itu pada Bima, jawaban yang akan didapatnya sudah pasti menyakitkan dan tanpa dipikir kembali oleh cowok itu.

"Mau gue ? simple, ngeliat hidup elo hancur se hancur hancurnya, dan gue gak akan berhenti sebelum itu terjadi", Bima langsung kembali ke bangkunya, meninggalkan Zia yang sudah beku, sungguh ingin rasanya ia berlari dan melompat ke dasar jurang dan berakhir mengenaskan, lebih baik ia merasakan sakitnya luka fisik daripada sakit hatinya ini, kurang hancur bagaimana hidupnya sekarang ? apakah ia harus masuk rumah sakit jiwa untuk melayakkan kata hancur yang dilontarkan Bima tadi ? mereka hanya tidak tahu kondisinya, tidak tahu apa yang terjadi, yang mereka tahu hanyalah bagian lain dari seorang Zia, sedangkan Zia yang sebenarnya selalu menutup diri.

"Udah Zi, gak usah sedih, ntar cantiknya hilang, gak bisa godain om om dong kalo udah gitu", ucap Tania, semua tertawa.

"Iya Zi, muka cantik elo itu kan mahal", tambah Andre. Zia menulikan pendengarannya, ia mengambil buku matematika dari dalam tas dan mengerjakan soal-soal disana. Sementara Bima tersenyum puas, ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk membuat hidup Zia hancur seperti yang ia alami, baginya dendam itu harus dibalas.

Entah sampai kapan semua hujatan itu Zia dapatkan, sebenarnya ia ingin melawan, namun mulut yang ia miliki hanya satu dan tidak akan sanggup melawan mulut-mulut yang setiap hari dengan angkuh mengeluarkan kalimat tajam. Cukup ia diam dan menulikan pendengarannya saja tanpa tahu sampai kapan ia mampu bertahan seperti itu. Terkadang ia berpikir mengapa dirinya harus lahir dengan menerima beban seberat itu, Zia yakin semua yang terjadi padanya pasti memeiliki hikmah tersendiri. Hanya saja semuanya benar-benar menguras penuh kesabarannya, terutama saat berhadapan dengan Bima. Meski dua tahun telah berlalu, selama itu Zia sama sekali tidak mengerti alasan Bima memandang rendah harga dirinya.


HEART & HURT (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang