Seminggu lagi siswa kelas 12 akan melaksanakan Ujian Nasional, guru yang mengajar pelajaran inti sudah gencar memberikan kelas bimbingan yaitu satu jam setelah bel pulang, jadi khusus untuk anak kelas 12 masih harus berada di sekolah sampai jam bimbingan selesai yaitu jam 5 sore. Semua murid kelas 3 IPA 1 sudah keluar kelas, dan sudah menjadi kebiasaan Zia yang selalu keluar paling akhir, jika disekolah ia lebih senang sendiri mungkin karena sudah menjadi kesehariannya, tapi jika di apartemen setengah jam saja Adit keluar tanpa ia tahu bisa dipastikan Zia akan menangis sejadi-jadinya, kadang Zia merasa tidak nyaman dengan sifat seperti itu, tapi itu benar-benar diluar kendalinya, bukan ingin bermanja-manjaan, dan Adit mengerti maka dari itu kemanapun Adit pergi tidak pernah sekalipun tanpa Zia, Zia membutuhkan banyak perhatian untuk mengobati luka batin yang ia pendam bertahun-tahun.
Zia menuruni tangga dan disana sudah berdiri seorang cewek dengan dandanan diluar kewajaran remaja SMA, Zia berhenti setelah menuruni anak tangga terakhir, cewek itu menatap Zia dari ujung kaki hingga kepala, sepertinya Zia tahu mereka, bukan hanya Zia tapi seantero sekolah, salah satu angota genk beauty, nama yang menurut Zia sangat menjijikan, apakah mereka tidak punya referensi lain selain nama itu. Ya mereka memang cantik tapi attitude mereka sangat jauh dari kata beauty. Kerjaan mereka selalu menempel pada deretan cowok-cowok populer di sekolah dan tidak segan-segan melabrak cewek yang menurut mereka mengganggu. Sepertinya sekarang Zia akan menjadi korban nomor sekian, tapi apa salahnya, ia sama sekali tidak punya urusan dengan genk itu.
"Elo Zia kan ? yang katanya anak pelacur itu ?", tanya Allesia. Zia menghembuskan nafas jengah, baru selesai masalah di kelasnya sekarang datang dari kelas lain, ia sudah seperti diberi makanan basi untuk kedua kalinya dan itu membuatnya muak. "Emangnya kenapa ?", jawabnya tenang, sebisa mungkin ia tidak akan memercikkan api pertengkaran disana, tapi jika mereka yang meminta, apa boleh buat.
"Ciih, sok banget sih jadi orang, ehmmm gue gak mau buang-buang waktu gue ya, gak sudi gue kelamaan deket sama elo, najis". Katanya lagi sambil menuding Zia.
"Kalau gak sudi ngapain masih disini ?".
"Heh, jangan kurangajar ya elo sama gue, dasar murahan. To the point aja deh, elo gak mau berurusan sama gue lebih lama kan ? jadi gue punya permintaan, gue akhir-akhir ini sering lihat elo dijemput sama cowok, pake mobil keren lagi, siapa dia ?". Lihat, bisa Zia tebak kalau Allesia mau mendekati kakaknya, benar-benar cewek matre, tidak bisa lihat cowok keren dikit, pikirnya.
"Apa urusan elo ? elo ngincer dia, kalau saran gue sebaiknya gak usah buang-buang waktu ya, cewek kayak elo bukan levelnya dia, bisa gue jamin dia sedikitpun gak bakalan tertarik dengan semua yang ada sama elo, sekalipun elo tajir, dia gak gila duit". Allesia marah, tanpa aba-aba ditariknya rambut Zia yang sedang terurai, Zia mendesis kesakitan. "Heh, siapa elo berani ngomong kayak gitu heh, ooh gue tahu, cowok itu pasti klien elo kan ? yang sengaja nyewa elo buat pemuas nafsu, hah, hebat banget elo bisa dapetin cowok kayak dia, tapi sayang banget, cowok sekeren dia tuh lebih baik sama gue yang udah jelas-jelas berasal dari keluarga terhormat, bukannya sama elo cewek obralan. Gue gak mau tahu, cowok itu punya gue, gimanapun caranya elo harus ngenalin dia ke gue, kalau gak, elo bakalan ngerasain yang lebih dari ini".Allesia mendorong kepala Zia sampai membuat cewek itu terjerembap ke lantai, saat itu juga ia merasakan kepalanya berputar dan tubuhnya menggigil, wajahnya seketika berkeringat. "Heh jawab budeg", Allesia menendang kaki Zia, tapi cewek itu tidak bereaksi dan tetap menunduk sehingga wajahnya tertutup rambut. "Heh, jangan sok sakit deh, digituin aja udah jatuh, manja banget, heh bangun, elo .."
"Allesia !". suara itu serupa dengan bentakan, jika kondisinya tidak sepi bisa dipastikan ia menjadi pusat perhatian sekarang. Allesia dan kedua temannya menoleh, kecuali Zia, ia masih menahan sakit dengan posisi bersender di dinding. Bima sudah berdiri tegap, matanya seperti akan mencakar ketiga cewek itu, rupanya sedari tadi Bima menyaksikan adegan itu dari jauh tanpa disaksikan siapapun, karena merasa jengah dengan sikap Allesia, dan juga menyangkut Zia, mau tidak mau ia harus menghentikan itu.
"Elo udah mau nyamain sikap preman sekolah heh ? gak ada kerjaan yang lebih bermutu selain ganggu hidup orang ?", rahang Bima mengeras, jika bukan cewek sudah sedari tadi tinjuannya melayang.
"Kenapa elo jadi belain dia ? bukannya elo paling seneng lihat dia tersiksa, dan sekarang gue lagi bantuin misi elo ? apa yang salah ?"
"Elo gak perlu tau karena bukan urusan elo, gue kasih elo dua pilihan sekarang, pergi atau disini ? elo bisa nyiksa dia, tapi gue pastikan seratus persen setelah itu elo dapet gantinya dua kali lipat, dari gue !. Dan satu lagi, apa mulut elo gak pernah disekolahin ? awas kemakan omongan sendiri elo, instropeksi diri dari sekarang deh"
"Kenapa ? elo suka sama dia ? gak malu elo punya pacar pelacur, seneng punya pacar yang udah kotor ?"
"Daripada elo ? dengan terang-terangan deketin cowok depan umum apa bedanya sama profesi yang elo sebutin ?. Kalau elo kayak gitu terus kemungkinan besok elo yang bakalan disewa orang. Denger ya, elo gak lebih tau tentang Zia daripada gue. Kalo masih pengen mulut elo selamet, gue saranin diem aja, elo belum tahu kan gimana Zia kalau udah ngamuk ?"
Allesia geram, ia mengepalkan kedua tangannyakuat-kuat, "Elo .. gue benci sama elo", ucap Allesia sambil menunjuk wajahBima.
"Oh itu keuntungan besar buat gue, mau elo benci kayak apapun sama gue,bukan urusan gue". Jawaban Bima membuat Allesia pergi denganmenghentak-hentakan kaki. Bima segera menghampiri Zia, ditariknya tubuh Zia dandisandarkan di dadanya, kembali ia melihat wajah pucat dengan keringat persisseperti beberapa hari yang lalu. "Zia ? elo gak papa ?", Bima menepuk pipi Zia,namun yang ia terima hanya respon ekspresi Zia menahan sakit, Bima berdecak danmenggendong tubuh itu untuk dibawanya kerumah sakit. Saat hampir sampai menujutempat parkir, Zia bergumam yang didengar jelas oleh Bima. "Jangan bawa guekerumah sakit, gue gak mau", lalu Zia mengalungkan kedua tangannya ke leherBima, langkah Bima terhenti dan melihat Zia heran, "Tapi elo lagi sakit Zia, dan gue yakin ini bukan sakit biasa". Zia menggeleng, "TolongBim, jangan". Bukan tanpa alasan Zia melakukan itu, jika yang ada bersamanyasekarang adalah Adit, ia tidak akan membantah, tapi dia adalah Bima, oranglain, dan Zia tidak mau orang lain tahu mengenai penyakitnya. Akhirnya Bimamengalah dan membawa Zia ke mobilnya, Bima menurunkan Zia sebentar untuk membukapintu mobil belakangnya, lalu ia membawa Zia masuk, mendudukkannya sambilmemeluk Zia, posisi Zia sekarang bersandar pada bahu Bima. "Zi, sebenernya apayang terjadi sama elo ?", lagi-lagi hanya dibalas gelengan, "Apa ini jugakarena gue ? perlu elo tahu Zi, akhir-akhir ini gue ngerasa dapet karma, kalausebelumnya gue seneng banget lihat elo tersiksa, sekarang malah kebalikannya,gue gak nyangka bakalan dapet balesan kayak gini, bantu gue buat ngartiin semuaini Zi ?". Entah alasan apa Bima berkata seperti itu, semuanya keluar begitusaja.
"Gue benci sama elo Bim, elo ngasih gue luka yang sangat parah, gue bencisama elo", Zia masih memejamkan matanya dan suaranya sangat lemah, ia merasakanseluruh badannya tidak bisa ia gerakkan. Bima mengepalkan tangan. "Gue tahu, elo boleh benci gue seumur hidup elo, tapi tolong jangan anggep gue gak ada Zi, itu bikin gue tersiksa sama rasa bersalah gue"
"Kenapa elo selalu egois Bim. Elo juga selalu nganggep gue gak ada, elo selalu bikin gue tersiksa dengan semua caci maki elo, gue pernah mohon-mohon sama elo buat berhenti tapi gak pernah sekalipun elo denger". Zia semakin mengeratkan pelukannya pada Bima untuk meredam rasa sakitnya. "Sekarang elo bilang gue yang bikin elo tersiksa, elo pikir gampang maafin orang yang udah bikin gue hampir gila ?". Bima lagi-lagi terdiam, apa yang dikatakan Zia benar, ia selalu bersikap egois pada siapapun, termasuk pada Zia yang sebelumnya ia perlakukan seperti boneka, menyuruh Zia diam tanpa membantah apapun yang dilontarkannya. Dan sekarang, setiap Zia berbicara dialah yang akan diam dengan sendirinya tanpa diperintah.
KAMU SEDANG MEMBACA
HEART & HURT (Completed)
Romance"Kalian pikir gue sudi ? bahkan nyentuh sehelai rambutnya aja gue jijik, semua yang ada sama dia itu sangat menjijikkan di mata gue, kayak sampah yang udah gak bisa di daur ulang !". Satu hal yang mau gue lihat dari dia adalah hancur se-hancur hanc...