Say it out loud

21.2K 2.7K 145
                                    

Walaupun Al sudah menjalankan mobilnya secepat mungkin, dia baru bisa tiba di kantornya jam 18.30. Dengan terburu-buru, dia menemui security, menanyakan detail kejadian dan segera menghubungi pihak asuransi untuk menaksir kerugian akibat kebakaran tersebut.

Meskipun hanya kebakaran kecil tanpa menjalar ke ruangan lain dan bisa padam dengan cepat karena sprinkler langsung menyala saat kejadian, tetap saja, membuat Al terancam jantungan saat diberi kabar.

Al masuk ke laboratoriumnya setelah diizinkan oleh pemadam kebakaran. Dia mengambil beberapa foto yang langsung dia kirimkan ke bagian General Affair untuk ditindak-lanjuti ke pihak asuransi. Setelahnya, dia menghubungi Gemma, memberi tahu kalau semua baik-baik saja dan menyuruhnya untuk tak perlu khawatir sekaligus berjanji akan datang keesokan harinya demi meneruskan pembicaraan mereka yang terputus tadi.

"Hey ... I came as soon as I've got the news," tegur AJ.

"Dikabarin Daddy ya?" tanya Al.

"Iya, Daddy udah pulang?"

Al mengangguk lesu. "Baru aja aku suruh pulang. Toh, gak ada yang bisa dikerjain juga di sini."

"Ada kerugian apa?"

"Beberapa sample rakitan kebakar. Termasuk yang lagi aku kerjain. Shit! Udah sebulan berkutat ngerjain itu doang padahal. Tapi, at least gak ada korban jiwa."

"Pemadam kebakaran udah nemu penyebabnya?" tanya AJ lagi.

"Coffee maker yang lupa dimatiin katanya. Gak tau deh siapa yang lupa," sahut Al dengan raut wajah kesal.

"I feel you, bro ... ya udah lah, yang penting semua selamat," ucap AJ sambil menepuk-nepuk bahu Al.

"Come on, I'll buy you a drink. Udah gak ada yang harus dikerjain juga kan?" tawar AJ yang mencoba menceriakan suasana.

Al mengangguk, ikut serta dengan AJ ke mobilnya. Dia meminta supir untuk mengantarkan mereka berdua ke The Claude Lounge, bar favorit AJ.

"Ditanggung insurance kan?" tanya AJ saat mereka berdua sudah duduk di meja bar dan memesan minuman.

"Iya, pake asuransi kebakaran. Cuma kan rugi imaterialnya gimana? All my works were there walaupun ada back up data juga, sih. Komponen lain juga bisa ambil di gudang. Cuma males aja ngulang dari awal," keluh Al.

"Jangan males-males! You will run the company later," tegur AJ.

"Kakak gak mau ambil bagian memangnya?"

"I already have my own company. Gak mau repot ngurus dua sekaligus. It's your turn now," jawab AJ setelah menegak satu sloki whiskey.

"How nice ... tapi jangan tendang Al dari daftar pewaris kakak ya."

"Ngantri setelah Grace, Ardi, Aska sama Nasya. Paling kebagian remahannya doang."

Al tertawa riang. "Gapapa remahan, yang penting dollar."

"Taik!" maki AJ.

"Kak Grace gimana? Sehat? Nash sehat juga kan?" tanya Al.

"Dua-duanya sehat, thanks God! Ibu sama Mommy setiap hari mondar-mandir nengok Grace sama bantu jaga anak-anak."

"Asyik ya ... rame," gumam Al sambil memikirkan satu hal yang agak mengganggunya.

"Yup! Seneng banyak anak di rumah."

"Ardi gak iri?" tanya Al lagi.

"Gak! Aska malah yang agak jealous. Grace nyalahin aku karena sering manjain Aska, jadinya begitu. Padahal dulu pas Aska lahir, gak pernah ada masalah sama Ardi."

"Ardi kelewat dewasa buat anak seumur dia. Beda banget sama kakak. Padahal mukanya mirip!" ledek Al, dan AJ langsung mengeplak kepalanya.

"Kalau belom punya anak gak usah rese, deh!" seru AJ.

"Beuh ... anak doang. Lima menit bikin juga langsung jadi," ucap Al sok tahu.

AJ mengernyitkan kening. "Really, Al? Really?? Cuma tahan lima menit? How pathetic!"

"Buahahaha... suekkkk!!"

"Cari calonnya dulu deh, Al, baru ngomongin bikin anak. Udah ada yang bersedia bawa benihnya gak?" tambah AJ.

"Ada, lah ... errrr ... kayaknya ada," jawab Al tak yakin.

"Kenalin sini. Biar disortir dulu, jangan maen comot aja."

Al mengangkat bahu seakan tak peduli. "I don't know. Nanti-nanti ajalah. Agak takut sebetulnya."

"Oke, tampaknya ini akan berubah menjadi pembicaraan girly gak jelas. Whiskey, no ice, please," pinta AJ ke bartender.

"I have a commitment issue," ucap Al tiba-tiba.

"Iya, kelihatan. Gak pernah ada satu pun yang diseriusin padahal udah mau 30 tahun. Mommy aja sampai khawatir. Kenapa emangnya? Takut?"

"It's not that I fear of falling in love and having a commitment. Basically, I'm in love with many things in this world. I love my family, the view from my apartment, my car, sunset, beach, I love a lot of things. What I do fear however is, falling so deeply in love with someone and investing my life into hers only to know that she does not feel the same. To me, that is how I die while I'm still breathing and I know I can never recover from that. It's so scary ... that's what I'm afraid of," jelas Al panjang lebar.

AJ tersenyum tipis kemudian menegak minumannya sebelum berucap pelan, "Been there, done that."

"Dari dulu aku penasaran, Kak. How do you manage that? With all that complexity in your life?" cecar Al.

"It's simple, Al. When you love someone so deeply, even though it's gonna cost you a lot of trouble. Say out loud and walk from there, you'll gonna find a way."

Al terdiam meresapi ucapan kakaknya. Kemudian menghabiskan minuman dihadapannya dan berbisik dalam hati, 'Say it out loud and find a way.'

----------

Sesampainya di apartemen, Al menghubungi satu nomor yang dia rasa akan bisa membantunya.

"Ra!"

"Apa, Nyet? Eh, loe gapapa kan? Gue liat di berita, kantor kita kebakaran. Gue telepon loe dari tadi tapi gak diangkat-angkat," balas Andhara.

"Gak masalah kok. Paling Senin loe gue suruh bantu nyapu-nyapu."

"Taik!"

"Besok loe temenin gue, Ra."

"Nyapu? Ogah!"

"Gak, ke Mall kok."

"Ngapain? Kalau dibeliin baju, baru gue mau ikut."

"Gue beliin kutang anak-anak aja ntar," jawab Al semena-mena.

"Semprul!!"

"Serius tapi, bantuin gue!"

"Bantuin apaan, sih, Al?"

"Nyari cincin."

"Hah?"

"Gue mau ngelamar Gemma."

----------
Luv,
NengUtie

Extraordinary Days With Al (Sequel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang